Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peta Jalan Green Agriculture

Oleh Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan; Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. #Infotempo

3 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan; Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paradigma pembangunan ekonomi telah berubah. Dari paradigma konvensional yang mengandalkan kapital dan eksploitasi sumber daya alam atau brown economy, bergerak menuju paradigma ekonomi hijau atau green economy yang peduli terhadap lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan tersebut menjadi sebuah keniscayaan karena eksploitasi pada sektor primer di banyak negara terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan dan permasalahan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut United Nation Environment Programme (UNEP), pendorong utama ekonomi hijau adalah swasta dan investasi publik termasuk pemerintah, yang digerakkan untuk mengurangi emisi karbon dan polusi, meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan sumber daya, serta mencegah degradasi keanekaragaman hayati. UNEP menekankan hal ini sangat relevan bagi masyarakat miskin, khusus di negara yang sangat bergantung pada ekosistem fungsional dan sumber mata pencaharian, seperti pada sektor pertanian.

Sulit memetakan jalan ekonomi hijau tanpa pertanian, sementara peran kunci pertanian dalam ekonomi nasional dan fungsi sosialnya telah dimaklumi. Apalagi negara kita secara kuat mendorong peningkatan ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan kelayakan hidup masyarakat pedesaan, melalui pertanian.

Posisi Sentral Pertanian

Pertanian adalah sektor kunci dalam keberhasilan ekonomi hijau. Apalagi sektor ini mengandalkan sumber daya alam sebagai bahan dasar utama. Sudah banyak pengetahuan tentang aspek teoritis ekonomi hijau. Namun peta jalan dan implementasi praktiknya belum dipahami, khususnya terkait dengan green agriculture (pertanian hijau)

Green agriculture merupakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pertanian dengan memastikan produksi makanan, serat, pakan dan bahan bakar nabati tetap menghormati batas-batas ekologi, ekonomi dan sosial yang menjamin daya tahan produksi. 

Prinsip-prinsip utamanya adalah mengembangkan sistem produksi yang efisien, mandiri dan ekonomis yang memberikan pendapatan layak bagi petani. Selanjutnya memperhatikan dan melindungi keanekaragaman hayati wilayah. Selain itu meningkatkan efisiensi energi produksi dan distribusi pangan, di sini manajemen penanganan  food waste dan food lost menjadi kunci.

Salah satu sudut pandang peran pertanian dalam kesejahteraan manusia dalam konteks ekonomi hijau ada di dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan sebagai koneksi utama antara manusia dan planet ini, pertanian adalah pusat dari SDGs.

SDGs menawarkan visi dunia yang lebih adil, lebih sejahtera, damai, dan berkelanjutan di mana tidak ada seorang pun tertinggal. Visi ini sejalan dengan cita-cita ekonomi hijau, dan pertanian dalam konteks ekonomi hijau sangat penting untuk pencapaian visi tersebut. 

Menurut FAO, tanpa kemajuan pesat dalam mengurangi dan menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi pada tahun 2030, SDGs tidak dapat dicapai. Secara khusus, pertanian merupakan pusat SDG 2 (tanpa kelaparan), dan ini pada gilirannya terkait dengan SDG 3 (sehat dan sejahtera), SDG 4 (pendidikan berkualitas), dan beberapa lainnya. Dalam konteks kerawanan pangan dan populasi pedesaan miskin yang besar di banyak negara berkembang, pertanian hijau sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. 

Peta Jalan dan Implementasi

Atribut dari green agriculture yang menyelaraskannya dengan ekonomi hijau adalah kemampuannya untuk memulihkan dan melindungi lingkungan. Pertanian dapat mendukung pertumbuhan ekonomi hijau melalui teknik dan praktik yang menopang produksi sambil meningkatkan, atau setidaknya mengurangi dampak negatif pada lingkungan dan sumberdaya alam.

Misalnya, sementara banyak praktik pertanian saat ini berkontribusi pada emisi gas rumah kaca global, praktik pengelolaan yang baik dapat menghasilkan karbon-netral, serta menciptakan jasa lingkungan dan mengembangkan energi terbarukan, sekaligus mencapai ketahanan pangan.  

UNEP bahkan mencatat pertanian hijau memiliki potensi untuk membangun kembali modal alam dengan memulihkan dan memelihara kesuburan tanah; mengurangi erosi tanah dan polusi agrokimia anorganik; meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan air; serta mengurangi deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Tapi penerapan pertanian hijau tidaklah gampang. Ketika praktik pertanian selama puluhan tahun telah didominasi pendekatan dan konsep konvensional, menanggung banyak beban dan cenderung padat sumber daya, bisa menjadi kontradiksi dari  prinsip ekonomi hijau.

Implementasi ekonomi hijau memerlukan pemahaman dan komitment tentang keragaman sosial, kumpulan informasi ekonomi dan lingkungan dari berbagai sumber, dari umum hingga spesifik dan dari global ke lokal dan menerjemahkan informasi itu ke dalam tindakan sistematis, aturan dan program.

Teknik seperti cover crops, pengolahan tanah minimal, pertanian tanpa olah tanah, agroforestri, dan perbaikan managerial budidaya menggunakan varietas tanaman yang lebih baik, memperpanjang rotasi tanaman (terutama tanaman tahunan yang mengalokasikan lebih banyak karbon di bawah tanah), pertanian organik dan menghindari penggunaan lahan terbuka/bera, dapat dimanfaatkan untuk tindakan mitigasi.

Selain itu, pertanian memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain, yang juga membuatnya relevan dengan ekonomi hijau. Melalui keterkaitan ke depan dan ke belakang (backward and forward linkages) dengan sektor lain, pertanian mampu menciptakan baik langsung maupun tidak langsung ekonomi dan kesempatan kerja.

Adapun seperempat lebih dari total rumahtangga kita mengandalkan pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian (BPS, 2021), sebagai bagian dari sistem ekonomi, pertanian bisa menjadi penghela sektor lain dan berpotensi menciptakan lebih banyak peluang usaha.  Kegiatan bioindustri, perdagangan, agrowista, kulinery dan  pengolahan produk pertanian dapat menciptakan banyak kegiatan nilai tambah dalam rantai pasok komoditas. Tentu hal tersebut perlu didukung upaya-upaya konkrit dengan kebijakan dan investasi yang tepat.

Pada akhirnya perlu pendekatan pada pemahaman bahwa teknologi juga mengubah setiap aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali pertanian. Disrupsi teknologi, berupa cara baru dalam melakukan hal-hal yang merubah atau menjungkirbalikkan yang sudah ada pada praktik usahatani melalui teknologi, perlu diadaptasi dalam sektor ini.

Di era teknologi 4.0, yang mendisrupsi banyak aspek kehidupan, terbukti telah membawa perubahan yang cepat serta berskala besar dalam pertanian. Teknologi 4.0 diharapkan akan dapat membantu kita merevolusi sistem pangan dan pertanian, secara dramatis untuk mengubah bentuk permintaan, meningkatkan hubungan rantai nilai dan menciptakan sistem produksi yang lebih efektif melalui green agriculture.

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus