Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Didik Rachbini Sarankan Kaji 3 Kelompok Perundang-undangan

Ekonomi konstitusi sangat bernas dengan pesan-pesan
kesejahteraan.

12 Juli 2017 | 17.56 WIB

Didik Rachbini Sarankan Kaji 3 Kelompok Perundang-undangan
Perbesar
Didik Rachbini Sarankan Kaji 3 Kelompok Perundang-undangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL - Sistem Ekonomi Pancasila bisa diwujudkan dengan membuat, mengkaji, dan menata ulang tiga kelompok bidang perundang-undangan, yaitu perundang-undangan bidang pengelolaan sumber daya alam, pengembangan sumber daya manusia, serta ketatalaksanaan dunia usaha. Demikian dikatakan anggota Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Ketua Steering Comitte Didik J Rachbini ketika menyampaikan makalah utama Lembaga Pengkajian MPR dalam simposium nasional bertema “Sistem Perekonomian untuk mewujudkan kesejahteraan sosial Sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.


Didik mengatakan Lembaga Pengkajian MPR mendapat tugas mengkaji ekonomi konstitusi, yaitu pasal-pasal ekonomi yang harus dikaji dan ditinjau implementasinya. Melakukan kajian itu, Lembaga Pengkajian telah melakukan serangkaian kegiatan, di antaranya diskusi intenal, dialog pakar, forum group discussion bekerja sama dengan perguruan tinggi, round table discussion, juga simposium nasional.


Ia menyebutkan salah satu pernyataan mantan Wakil Presiden Boediono dalam salah satu diskusi dengan Lembaga Pengkajian bahwa apa yang dirumuskan dalam konstitusi oleh pendiri bangsa ini kiranya cukup menjadi landasan. “Rumusan konstitusi sudah baik. Permasalahannya adalah di dalam penjabaran konstitusi tersebut dan proses pembuatan undang-undang yang konsisten,” ujarnya.


Lembaga Pengkajian, kata Didik, menemukan sedikitnya delapan aspek dalam konstitusi yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Di antaranya, Pasal 1 ayat 2, Pasal 11 ayat 2, Pasal 23 ayat 1, Pasal 27 ayat 2, Pasal 28H ayat 1, Pasal 33 ayat 3, Pasal 33, serta Pasal 34. “Kesimpulannya ekonomi konstitusi sangat bernas dengan pesan-pesan kesejahteraan,” ucapnya.


Namun faktanya dilihat dari Economic Islamicity Index yang mengukur keadilan ekonomi, kesejahteraan dan kesempatan kerja, serta penerapan praktik ekonomi dan finansial yang islami, Indonesia berada pada urutan ke-104 dari 208 negara. Dilihat dari Social Progress Index 2014 yang mengukur pemenuhan kebutuhan pokok manusia, fondasi bagi well being, dan kesempatan (oportunitas), Indonesia berada pada urutan ke-88 dari 132 negara.


“Sudah sejak beberapa dasawarsa, sebesar 80 persen GDP (Gross Domestic Product) dihasilkan Jawa-Sumatera dengan sisanya pulau Indonesia lainnya. Kondisi infrastruktur ekonomi juga fasilitas pengembangan sosial lebih tersedia di Jawa-Sumatera. Ketimpangan pembangunan ini telah memicu sengketa antardaerah dengan pusat dan belum terkendali penuh hingga kini,” tuturnya.


Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir, kesenjangan sosial tercermin dari tingginya gini coefficient sekitar 0,4. Sedangkan indeks gini untuk pemilikan aset, terutama tanah sangat timpang, yakni sekitar 0,67-0,7. Indikator-indikator itu menunjukkan ekonomi Pancasila belum terwujud.


“Untuk mewujudkan ekonomi Pancasila, peran negara adalah menata kembali, mengkaji, dan mengoreksi undang-undang. Lembaga Pengkajian sudah melihat banyak sekali undang-undang yang mengacu pada Pasal 33, tapi sejatinya bertentangan dengan UUD tersebut,” ujarnya.


Untuk ke depan, Lembaga Pengkajian menyarankan mengkaji tiga kelompok perundang-undangan. Pertama, perundang-undangan bidang pengelolaan sumber daya alam. Kedua, perundang-undangan di bidang pengembangan sumber daya manusia. Ketiga, perundang-undangan di bidang ketatalaksanaan dunia usaha.


Didik mencontohkan di antaranya undang-undang penataan ruang, reforma agraria, pengelolaan sumber daya mineral, pengaturan bidang kehutanan, serta pengembangan sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan, buruh, persaingan usaha, dan industri). (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus