Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NASIONAL - Metode sekolah inklusif mungkin belum terlalu akrab di telinga para orang tua murid. Padahal, dalam perkembangan pola pendidikan di Indonesia, sekolah yang menerapkan metode inklusi ini bisa dijadikan opsi, karena memiliki berbagai keunggulan dibandingkan sekolah umum. Pengertian inklusif ini tidak terbatas menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus. Inklusi adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Hal itu meliputi karakter, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya, dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kurikulum merupakan instrumen penting yang berkontribusi untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif. Salah satu semangat dalam Kurikulum Merdeka adalah penyelenggaraan pembelajaran yang inklusif. Dalam pidato peringatan Hari Pendidikan Nasional Mei lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menegaskan,”Kurikulum Merdeka berawal dari upaya untuk membantu guru dan murid di masa pandemi. Kurikulum Merdeka telah terbukti mampu mengurangi dampak hilangnya pembelajaran (learning loss).” Kurikulum Merdeka telah diterapkan di lebih dari 140 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia. “Anak-anak telah belajar dengan lebih menyenangkan,” ujar Nadiem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti apa metode pembelajaran yang dilakukan di sekolah inklusi yang belum banyak diketahui para orang tua, menjadi alasan lain mengapa tak banyak orang yang tertarik untuk menyekolahkan anaknya di sini. Padahal, sekolah inklusi ini bisa menjadi landasan yang kuat untuk membentuk karakter anak dan mengembangkan bakat yang mereka miliki. Jika bersekolah di sekolah umum, anak cenderung sulit berkembang karena dipaksa menguasai semua bidang.
Tujuan perubahan kurikulum adalah untuk mengatasi krisis belajar (learning crisis). Sekolah sejatinya menjadi tempat belajar yang aman, inklusif, dan menyenangkan. Oleh karena itu, Kemendikbudristek melakukan perubahan yang sistemik, kurikulum adalah salah satunya. Selain Kurikulum Merdeka yang diluncurkan pada Februari 2022, hal lain yang dilakukan Kemendikbudristek adalah reformasi sistem evaluasi pendidikan, menata sistem rekrutmen dan pelatihan guru, menyelaraskan pendidikan vokasi dengan dunia kerja, dan sebagainya.
Implementasi kurikulum juga harus memperhatikan kondisi masing-masing peserta didik (siswa). Masa pandemi Covid-19 misalnya, merupakan salah satu kondisi khusus yang menyebabkan ketertinggalan pembelajaran yang berbeda-beda pada tiap peserta didik. Untuk mengatasi ketertinggalan pembelajaran tersebut diperlukan kebijakan pemulihan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu terkait dengan implementasi kurikulum.
Implementasi kurikulum oleh satuan pendidikan dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik dan harus memperhatikan ketercapaian kompetensi peserta didik di satuan pendidikan dalam rangka pemulihan pembelajaran. Maka satuan pendidikan diberikan opsi dalam melaksanakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran bagi peserta didik. Tiga opsi kurikulum tersebut yakni Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan), serta Kurikulum Merdeka.
Melalui Kurikulum Merdeka, pendidikan inklusi ini diharapkan mampu menyelenggarakan iklim pembelajaran yang menerima dan menghargai perbedaan, baik perbedaan sosial, budaya, agama, dan suku bangsa. Pembelajaran yang menerima apa pun kondisi fisik, agama, dan identitas para peserta didiknya. Dalam kurikulum, inklusi dapat tercermin melalui penerapan profil pelajar Pancasila, misalnya dimensi kebhinekaan global dan akhlak kepada sesama serta dari pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek ini nantinya akan otomatis memfasilitasi tumbuhnya toleransi sehingga terwujudlah inklusi.
Nadiem menegaskan, Kurikulum Merdeka baru akan menjadi kurikulum nasional pada 2024. Saat itu, Kurikulum Merdeka sudah melalui iterasi perbaikan selama tiga tahun di beragam sekolah/madrasah dan daerah. Pada 2024 akan ada cukup banyak sekolah/madrasah di tiap daerah yang sudah mempelajari Kurikulum Merdeka dan nantinya bisa menjadi mitra belajar bagi sekolah/madrasah lain.
Pendekatan bertahap ini juga akan memberi waktu bagi guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan untuk belajar. “Karena bagaimana pun, proses belajar ini menjadi fondasi transformasi pendidikan yang kita cita-citakan,” ucap Nadiem. (*)