Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL-- Dikeluarkannya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dinilai semakin menjauhkan keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Padahal jika RUU PKS ini disahkan, akan ada payung hukum komprehensif sebagai dasar bagi penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual secara maksimal dan memastikan para pelaku tidak lepas dari jeratan hukum," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam DiscusShe “Urgensi Pengesahan RUU PKS” di kanal YouTube Tempodotco, Kamis, 6 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Bintang melanjutkan, pihaknya terus mendorong disahkannya RUU PKS karena merupakan upaya pembaruan hukum. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual melalui mekanisme yang efektif, sehingga kejadian tidak terulang. Di samping itu, memastikan terpenuhinya hak-hak korban, seperti mendapat keadilan dan pemulihan yang optimal hingga tuntas.
“Kementerian PPPA terus mendorong agar pengesahan RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2021,” ujarnya.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengingatkan untuk menciptakan perlindungan bagi korban. RUU PKS setidaknya harus memiliki enam elemen kunci. “Enam elemen ini sangat urgen dan penting untuk segera dibahas dan ditetapkan oleh DPR. Dokumen enam elemen kunci tersebut antara lain acara pidana, sembilan jenis kekerasan seksual, pencegahan, pemulihan, pemantauan dan ketentuan pidana,” katanya.
Adapun Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) mengindentifikasi 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual yang harus diatur dalam RUU PKS, yaitu Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Aborsi, Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Perbudakan Seksual, dan Penyiksaan Seksual. Pengaturan ini sebenarnya merupakan solusi komprehensif dan mencegah keberulangan terjadinya kejahatan seksual.
Menanggapi terjalnya jalan pengesahan RUU PKS, Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari mengaku kecewa. Menurutnya pembahasan RUU PKS tidak perlu menunggu penyelesaian Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua hal tersebut bisa berjalan bersamaan dan bisa dilakukan sinkronisasi terhadap terhadap ketentuan-ketentuan khusus mengenai pidananya.
Di lain sisi, Taufik berpendapat penundaan pembahasan harus dipandang sebagai kesempatan baik melakukan review, pendalaman, dan meluruskan pro kontra antarkelompok masyarakat. Ia juga menyampaikan, Badan Legislasi DPR akan memprioritaskan RUU PKS dalam Prolegnas 2021 yang akan dibahas Oktober mendatang.
“Diharapkan semua fraksi dan komisi di DPR mendukung dan bekerja sama. Ini menunjukkan keseriusan kita bersama karena harapan masyarakat sangat tinggi RUU PKS segera dibahas dan ditetapkan oleh DPR. Kita juga berharap semua pihak termasuk media ikut mengawal proses ini,” katanya.(*)