Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter Spesialis Bedah Syaraf dr. Nia Yuliatri, SpBS MKes, FINVS, FINSS, mengatakan aneurisma adalah penipisan dan penggelembungan lokal dinding pembuluh darah. "Penggelembungannya terkadang tidak hanya terjadi di satu sisi atau satu arah saja, tapi bisa juga mengitar di daerah lokal," kata Nia, Selasa, 14 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut neurosurgeon dari Mayapada Hospital, Jakarta Selatan ini, aneurisma bisa terjadi di seluruh pembuluh darah. Misalnya, pembuluh darah dari jantung itu namanya aneurisma di aorta. "Sepanjang aneurismanya di dada disebutnya aneurisma aorta torakal, kalau di perut namanya aneurisma aorta abdominal," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun, jika pembuluh darah yang ke arah kepala atau otak, namanya aneurisma otak. "Pembuluh darah yang dipompa dari jantung itu 70 persen akan dikirim ke otak. Sehingga bila terjadi kelainan pembuluh darah yang dikatakan aneurisma di otak dan itu pecah, itu akan berakibat fatal," kata dia.
Karena itu, Aneurisma jika pecah dapat mengakibatkan pendarahan internal, stroke, dan terkadang bisa berakibat fatal. "Fatalnya itu bila pecah, bisa sampai menimbulkan kematian," ujarnya.
Stroke adalah penyebab kematian nomor dua. "Aneurisma yang pecah adalah 3-5 persen dari seluruh stroke, baik sumbatan atau perdarahan," kata Nia.
Nia menjelaskan, berdasarkan data kesehatan dari Amerika Serikat, satu dari 50 orang menderita aneurisma otak. Adapun, jumlah penderita aneurisma yang pecah pembulu darah per tahun adalah 8 per 100 ribu orang atau 30 ribu orang mengalami pecah aneurisma otak per tahun atau tiap 18 menit ada aneurisma otak yang pecah.
"50 persen dari yang pecah pembuluh darah itu mengalami fatal sampai meninggal. Dan dari yang bertahan, 66 persen mengalami cacat permanen," ujar Nia.
Selain itu, 15 persen dari kasus aneurisma yang pecah, meninggal sebelum sampai ke fasilitas kesehatan yang memadai. Jumlah kasus aneurisma tertinggi di rentang usia 35-60 tahun. "Wanita memiliki risiko lebih terkena aneurisma dibanding pria, angka perbandingan wanita dan pria adalah tiga berbanding dua," kata dia.
Menurut Nia, faktor risiko penyakit aneurisma, yakni perokok, memiliki riwayat hipertensi, riwayat keluarga, usia diatas 40 tahun, wanita, mengkonsumsi obat-obatan (khususnya cocain), dan memiliki riwayat cidera kepala. "Riwayat keluarga ini artinya, kalau misalnya kakak beradik saudara kandung, ada diantaranya mengalami aneurisma maka 20 persen yang lainnya berisiko juga mengalami. Pasien saya itu ada kakak-beradik, ada juga tante-keponakan," ujarnya.
Adapun, gejala peringatan aneurisma yang belum pecah, yakni sakit kepala yang terlokalisir, pupil melebar, pandangan buram atau penglihatan ganda, nyeri di atas dan helakang mata, kelemahan dan baal, hingga kesulitan berbicara. Sedangkan, aneurisma yang sudah pecah gejala peringatannya meliputi, sakit kepala hebat dan mendadak, penurunan kesadaran, mual dan muntah, leher kaku, mendadak mengalami pandangan buram dan pengelihatan ganda, nyeri mendadak di atas atau di belakang mata, perubahan status mental mendadak, kesulitan berjalan mendadak dan rasa melayang, kelemahan dan baal mendadak, sensitif berlebihan pada cahaya, kejang, hingga kelopak mata jatuh.
Nia menjelaskan, ada dua metode penanganan aneurisma di otak. Pertama secara operasi yaitu penjepitan leher aneurisma dengan klip (aneurysm neck clipping). Kedua, metode coilling (endovascular intervention) yakni menyumbat aneurisma.
Menurut dia, biaya terapi aneurisma otak yang pecah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum pecah. Adapun, biaya penanganan aneurisma yang pecah dengan metode clipping menjadi lebih besar dua kali lipat daripada aneurisma yang belum pecah.
"Biaya penanganan aneurisma yang pecah dengan metode coilling menjadi 70 persen lebih tinggi dibandingkan bila belum pecah," ujarnya.
Karena itu, Nia menegaskan, jika mengalami gejala peringatan atau memiliki riwayat keluarga, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan sedini mungkin ke fasilitas kesehatan. "Selain melakukan pemeriksaan, juga melakukan pencegahan dengan gaya hidup sehat, mengkonsumsi makanan bergizi, tidak merokok, dan mengkonsumsi obat penurun darah tinggi, bila memiliki penyakit hipertensi," kata dia
Sebab, Nia melanjutkan, tingkat kematian pada pasien aneurisma yang belum pecah dan telh dilakukan tindakan operasi, dalam tindak lanjut 10 tahun, adalah dibawah 7,5 persen. "Ini bila dibandingkan dengan pasien aneurisma yang belum pecah dan tidak dilakukan operasi".