Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Protes mahasiswa yang sedang berlangsung di Amerika Serikat terhadap perang Israel di Gaza telah menarik perhatian global dan menginspirasi gerakan serupa di kampus-kampus di seluruh dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerakan-gerakan ini bukanlah sesuatu yang baru namun hanyalah sebuah tradisi terbaru dari aktivisme yang dipimpin mahasiswa sejak protes hak-hak sipil dan anti-apartheid pada 1970an. Protes mahasiswa berkali-kali sepanjang sejarah telah membawa perubahan sosial yang penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. The Greensboro Four
Pada 1960, empat mahasiswa kulit hitam memprotes segregasi dengan duduk secara damai di konter makan siang "khusus orang kulit putih" di North Carolina, Amerika Serikat. Mereka menghadapi pelecehan dan intimidasi dari karyawan dan pelanggan kulit putih, tetapi tetap tidak melakukan kekerasan.
Gerakan ini akhirnya mengarah pada gerakan duduk yang lebih luas yang diorganisir oleh Student Nonviolent Coordinating Committee (SNCC), yang menyebar ke seluruh wilayah Selatan.
Pada 1 Februari 1960, Greensboro Four - semua mahasiswa di North Carolina Agricultural and Technical State University - memasuki toko barang dagangan umum Woolworth's yang memiliki ruang makan. Mereka membeli barang-barang kecil dan menyimpan kuitansi sebagai bukti pembelian, sebelum duduk di konter makan siang toko. Meskipun orang kulit hitam diizinkan untuk memasuki area makan, mereka sebagian besar ditempatkan di bar makanan ringan yang berdiri, karena konter makan siang hanya diperuntukkan bagi "orang kulit putih."
Keempat mahasiswa tersebut meminta pelayanan namun ditolak oleh staf yang dengan cepat menghubungi polisi, namun kelompok tersebut telah memberi tahu media lokal. Foto Greensboro Four muncul di koran-koran lokal, dan protes dengan cepat menyebar.
Keesokan harinya, Greensboro Four kembali ke konter makan siang Woolworth's, ditemani oleh sekitar 20 mahasiswa kulit hitam lainnya. Adegan serupa terulang kembali pada 3-4 Februari, dengan para pemrotes memenuhi hampir semua kursi yang tersedia dan meluber ke luar toko dan ke trotoar di luar.
Dalam beberapa minggu, liputan media nasional mengenai protes tersebut menyebabkan aksi duduk dilakukan di berbagai kota di Amerika. Tak lama kemudian, fasilitas makan di wilayah Selatan diintegrasikan, dan pada Juli 1960, konter makan siang di Greensboro Woolworth's melayani komunitas kulit hitam.
Aksi duduk Greensboro menandai kesuksesan awal untuk gerakan hak-hak sipil.
2. Pembantaian Tlatelolco
Pada Oktober 1968, ketika Meksiko sedang mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade, para mahasiswa menggunakan perhatian media global untuk aksi protes menentang penindasan pemerintah. Sekitar 10.000 mahasiswa berbaris di alun-alun lingkungan Tlatelolco di Mexico City sampai pasukan bersenjata menyerang.
Manifesto yang dipimpin oleh para mahasiswa tersebut mencakup tuntutan-tuntutan dasar seperti kebebasan dan hak-hak sipil termasuk kebebasan berbicara, penghentian kekerasan yang disponsori oleh negara, pertanggungjawaban polisi dan militer, pembebasan tahanan politik, dan dimulainya dialog dengan pemerintah.
Namun, tank-tank membuldoser alun-alun tersebut saat para tentara menembaki kerumunan massa. Pemerintah Meksiko awalnya mengklaim sekitar 25 orang tewas selama penumpasan tersebut, namun beberapa ahli saat ini mengatakan bahwa pasukan membunuh sebanyak 400 orang.
Pembantaian tersebut menyebabkan perubahan besar dalam kebebasan sipil yang akan berkembang selama beberapa dekade berikutnya.
3. Pemberontakan Soweto
Selama 1970-an, pemerintah yang seluruhnya berkulit putih telah memberlakukan segregasi rasial di era apartheid Afrika Selatan. Hingga saat itu, banyak sekolah di negara tersebut menggunakan bahasa Inggris atau bahasa pribumi sebagai bahasa pengantar.
Namun, ketika pemerintah mengeluarkan mandat yang mengharuskan para guru untuk mulai menggunakan bahasa Afrikaans di kelas, para siswa memprotesnya. Warga kulit hitam Afrika Selatan dan aktivis hak asasi terkemuka seperti Desmond Tutu menyebut bahasa Afrikaans sebagai "bahasa penindas".
Diperkirakan 20.000 mahasiswa berbaris dengan damai dalam protes pada 16 Juni 1976, tetapi pasukan keamanan apartheid Afrika Selatan menembakkan gas air mata dan peluru tajam ke kerumunan. Insiden ini memicu protes nasional selama berminggu-minggu untuk menentang apartheid.
Laporan awal pemerintah menyatakan hanya 23 orang yang tewas, tetapi perkiraan independen menyebutkan jumlah korban tewas mencapai hampir 700 orang.
Pemberontakan Soweto menimbulkan kerusakan yang bertahan lama pada pemerintah apartheid di berbagai tingkatan. Pemberontakan ini dilihat oleh populasi pemuda kulit hitam sebagai serangan langsung terhadapnya.
Protes ini diikuti oleh eksodus kaum muda dari Afrika Selatan karena banyak yang bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC), organisasi utama yang menentang pemerintah apartheid, di pengasingan. Gerakan ini memperkuat sentimen anti-apartheid yang akhirnya berakhir pada tahun 1994.
4. Penembakan di Kent State
Perang Vietnam telah melanda Amerika Serikat pada 1970 dan Presiden Richard Nixon mengeluarkan perintah untuk memperluas pertempuran ke Kamboja. Hal ini memicu protes mahasiswa di seluruh AS, termasuk di Universitas Negeri Kent di Ohio.
Ketika pihak berwenang memanggil pasukan Garda Nasional untuk menekan para demonstran, mereka menembaki kerumunan. Empat orang mahasiswa terbunuh.
Konfrontasi tersebut, yang terkadang disebut sebagai pembantaian 4 Mei, merupakan momen yang menentukan bagi negara yang terpecah belah akibat perang, di mana lebih dari 58.000 orang Amerika tewas.
Peristiwa ini memicu pemogokan 4 juta mahasiswa di seluruh AS, yang untuk sementara waktu menutup sekitar 900 perguruan tinggi dan universitas. Menurut para sejarawan, peristiwa ini juga memainkan peran penting dalam mengubah opini publik terhadap konflik di Asia Tenggara.
Protes tersebut meletakkan dasar bagi aktivisme kampus di masa depan.
5. Gerakan Kebebasan Berbicara di University of California, Berkeley
Pada 1964, para mahasiswa di University of California, Berkeley memprotes pembatasan kebebasan berbicara yang telah diberlakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Para mahasiswa pemrotes yang kemudian dikenal sebagai Gerakan Kebebasan Berpendapat Berkeley melakukan aksi protes dengan duduk di dalam gedung administrasi sekolah. Tidak lama kemudian, perguruan tinggi di seluruh AS mencabut pembatasan tersebut, mengantarkan era baru di mana pidato mahasiswa tidak lagi diatur oleh pihak berwenang.
Gerakan Kebebasan Berbicara di Berkeley merupakan momen penting dalam pengorganisasian mahasiswa di tahun 1960-an yang menolak perluasan peraturan yang terinspirasi oleh McCarthyist untuk membungkam kegiatan politik di kampus, dan memenangkan hak-hak dasar mereka untuk berbicara secara bebas.
AL ARABIYA