Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nelayan Filipina bernama Randy Megu tidak gentar menerjang badai yang muncul di Laut Cina Selatan. Tetapi yang membuatnya cemas sekarang bukanlah badai. Adalah kapal maritim Cina yang selalu muncul di tempatnya dan teman-temannya memancing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima tahun setelah putusan pengadilan arbitrase internasional menolak klaim Cina atas perairan tempat Megu memancing, pria berusia 48 tahun itu mengeluh bahwa pertemuannya dengan kapal Cina lebih sering daripada sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sangat takut," kata Megu, kepada Reuters, dikutip 9 Juli 2021. Dia menggambarkan bagaimana sebuah kapal Cina telah membuntuti perahu cadik kayunya selama tiga jam sekitar 260 km dari pantai pada bulan Mei.
Dia mengatakan nelayan lain telah melaporkan ditabrak atau diledakkan dengan meriam air saat mereka memancing di tempat yang mereka anggap sebagai tempat penangkapan ikan mereka, yang mereka harapkan akan aman setelah keputusan di Den Haag pada 2016.
Cina menolak keputusan itu dan mempertahankan klaimnya atas sebagian besar perairan dalam apa yang disebut Sembilan Garis Putus (Nine Dash Line), yang juga diperebutkan oleh Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Kementerian luar negeri Cina tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Nelayan Filipina beristirahat setelah tiba dari pelayaran memancing selama seminggu ke dangkalan Scarborough yang disengketakan, di Infanta, provinsi Pangasinan, Filipina, 6 Juli 2021. [REUTERS/Eloisa Lopez]
Hanya dalam satu insiden di bulan Maret, Filipina mengeluhkan serangan oleh lebih dari 200 kapal milisi Cina ke zona ekonomi eksklusif (ZEE), yang membentang 200 mil laut dari pantainya.
Para diplomat Cina mengatakan kapal-kapal itu berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di dalamnya.
"Data di sini sangat jelas," kata Greg Poling dari Center for Strategic and International Studies Washington. "Kapal Penjaga Pantai Cina dan milisi berada di ZEE Filipina lebih dari lima tahun lalu."
Jajak pendapat Juli 2020 menunjukkan bahwa 70% orang Filipina ingin pemerintah menegaskan klaimnya di Laut Cina Selatan.
"Kami dengan tegas menolak upaya untuk melemahkannya; bahkan menghapusnya dari hukum, sejarah, dan ingatan kolektif kami," kata Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin bulan lalu.
Filipina telah melakukan 128 protes diplomatik atas kegiatan Cina di perairan yang diperebutkan sejak 2016, dan penjaga pantai dan biro kapal perikanan telah melakukan patroli di ZEE Filipina.
Tetapi Filipina tidak berbuat banyak untuk menekan klaimnya di bawah Presiden Rodrigo Duterte, yang telah menjadikan hubungan dengan Cina sebagai rencana kebijakan luar negerinya. Duterte mengatakan sia-sia mencoba menantang Cina yang jauh lebih besar.
Setelah beberapa kabinetnya meningkatkan retorika atas perairan awal tahun ini, Duterte melarang mereka berbicara.
"Cina lebih memegang kendali. Satu-satunya hal yang dapat ditunjukkan oleh pemerintah Duterte adalah mereka tidak mengalami insiden besar," kata Poling. "Jika kalian terus mengalah pada si pengganggu, tentu tidak akan ada perkelahian."
Penjaga pantai Filipina dan kementerian pertahanan tidak menanggapi permintaan komentar.
Kehadiran Cina juga telah berkembang di tempat lain di Laut Cina Selatan. Cina terus memperkuat pulau-pulau buatan yang dilengkapi dengan pelabuhan, landasan udara, dan rudal darat-ke-udara.
Konfrontasi dengan Vietnam telah menghambat proyek energi. Malaysia telah mengeluhkan tindakan kapal-kapal Cina. Kehadiran mereka juga menjadi perhatian di Indonesia, meskipun secara teknis bukan negara penuntut sengketa Laut Cina Selatan.
Personel Penjaga Pantai Filipina berpatroli di dekat kapal Cina yang diyakini diawaki oleh personel milisi maritim Cina di Whitsun Reef, Laut Cina Selatan, dalam foto yang dipublikasi oleh penjaga Pantai Filipina pada Kamis, 15 April 2021. Filipina menuduh Cina telah mengumpulkan lebih dari 240 kapal di perairan teritorial negara Asia Tenggara itu. Philippine Coast Guard via REUTERS
Kebebasan operasi navigasi sesekali oleh Angkatan Laut AS telah menantang klaim Cina, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda mengecilkan hati Cina untuk mengerahkan kapal di sekitar Filipina atau di tempat lain.
Sebelum pemilihannya pada tahun 2016, Duterte mengatakan dia akan membela klaim negaranya di Laut Cina Selatan.
Dia akan selesai masa periode enam tahun kepresidenan pada 2022, tetapi pembicaraan bahwa dia bisa menjadi wakil presiden atau digantikan oleh putrinya telah menimbulkan keraguan bahwa kebijakan akan berubah.
Nelayan Pangasinan melihat sedikit harapan kapal-kapal Cina bisa diusir dari perairan mereka, yang sekarang mendikte pergerakan para nelayan Filipina.
"Sekarang, seolah-olah kita yang mencuri dari halaman belakang rumah kita sendiri," kata nelayan Filipina berusia 51 tahun Christopher de Vera, mengeluhkan kehadiran kapal Cina.
REUTERS