Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang — Tiga mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) Universitas Brawijaya menawarkan teknik baru dalam mengolah bahan bakar minyak atau BBM dari sampah plastik. Mereka menggunakan katalisator dari minyak daun jeruk purut atau Citrus hystrix untuk mengerek angka oktan dari BBM yang dihasilkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset dikerjakan Galuh Wahyu Karti’a bersama Halifah Salsabila, sesama mahasiswa semester lima Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Keduanya juga menggandeng Fadhilah Al Mardhiyah, mahasiswa semester tujuh Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian pengolahan BBM ini termasuk yang mendapatkan pendanaan dari Program PKM di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek. Proposal yang diajukan berjudul Peningkatan Kualitas Minyak Hasil Pirolisis Limbah Plastik dengan Bioaditif Ekstrak Daun Jeruk Purut sebagai Alternatif Sumber Bahan Bakar Kendaraan.
"Kami menggunakan metode pirolisis untuk mengkonversi sampah plastik jadi BBM," kata Galuh kepada TEMPO, Sabtu 31 Juli 2021.
Pirolisis adalah cara memanaskan plastik pada temperatur tekanan tinggi—umumnya di atas 400 derajat Celsius—tanpa oksigen sehingga plastik meleleh dan berubah jadi gas. Pada proses ini, rantai panjang hidrokarbon terpotong menjadi rantai pendek.
Proses pemanasan dilanjutkan dengan kondensasi (pendinginan) sehingga terjadi sublimasi yang menghasilkan uap. Lalu uap berubah jadi zat cair. Zat cair inilah yang jadi minyak mentah, cikal bakal BBM bensin dan diesel.
Mahasiswi berusia 19 tahun ini mengakui mekanisme konversi sampah plastik jadi BBM sudah umum sekarang ini. "Tapi kami berusaha membuatnya berbeda dengan menambahkan katalis yang tidak umum dipakai, yaitu daun jeruk purut,” katanya sambil menambahkan penelitian dilakukan di bawah bimbingan dosen Yuniar Ponco Prananto.
Katalis, diterangkan Galuh, jadi salah satu parameter penting yang mempengaruhi kualitas produk, selain parameter lain berupa suhu dan waktu. Sedang ekstrak daun jeruk purut dipilih sebagai bioaditif karena komponen penyusunnya banyak mengandung oksigen, yang disebutnya bisa memperbaiki kualitas BBM beroktan rendah keluaran pirolisis.
"Oksigen yang dikandung jeruk purut dapat memaksimalkan proses pembakaran pada mesin," katanya sambil menambahkan bahwa jumlah energi yang dihasilkan menjadi semakin besar sehingga dapat menghemat konsumsi bahan bakar. "Terutama bahan bakar bensin atau gasoline beroktan 90 dan 88—lazim disebut RON 90 dan RON 88."
RON singkatan dari research octane number alias bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. “Minyak daun jeruk purut sangat potensial dikembangkan jadi zat aditif untuk BBM RON 90 Pertalite dan RON 88 Premium,” kata Galuh lagi.
Dalam risetnya, Galuh dan kawan-kawan menggunakan sebuah mesin destilator milik Muryani, ketua Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 3R (Reuse, Reduce, Recycle) Kelurahan Babadan, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Mesin ini mempunyai dua bagian terpisah yang disambung dengan sebatang pipa di bagian tengah.
Mereka menjadikan plastik high density polyethylene (HDPE) sebagai bahan baku utama. Plastik jenis ini umumnya berbentuk kantong plastik, plastik gulungan, plastik lembaran, botol susu warna putih, galon air minum, dan gelas plastik.
Sebagai percobaan, mereka gunakan sembilan kilogram plastik HDPE yang setelah diproses selama lima jam menghasilkan 5-7 liter solar dan 2 liter premium. Tekanan suhu yang digunakan 350 derajat Celsius. “Sebenarnya, kapasitas mesin mampu mengolah maksimal 30 kilogram plastik HDPE tapi, kami pakai dulu 9 kilogram untuk melihat kemampuan mesin secara bertahap.”
Bagian dari riset pengolahan BBM dari sampah plastik menggunakan bioaditif dari minyak daun jeruk purut yang dikerjakan tim mahasiswa dari Universitas Brawijaya. FOTO/UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Sedangkan minyak daun jeruk purut yang dicampurkan sebanyak kurang dari satu persen atau 100 mililiter dari volume minyak hasil pirolisis. Dibutuhkan sekitar dua kilogram daun jeruk purut untuk menghasilkan 100 mililiter bioaditif ini.
Meski masih sangat awal, Galuh mengaku optimistis mampu memanfaatkan dan mengembangkan bahan alami bioaditif untuk penyempurnaan kualitas BBM. Apalagi fasilitas di Universitas Brawijaya sangat mendukung kerja mereka, seperti keberadaan Institut Atsiri.
Riset yang sudah dimulai sejak Juni tersebut kini tinggal menunggu hasil uji ke kampus Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) yang tertunda karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pandemi Covid-19. "Uji angka oktan hanya ada di ITS," kata Galuh menambahkan.