Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Liga Lainnya

Timnas Kita, Shin Tae-yong, Park Hang-seo, dan Sepak Bola K-pop

Kemungkinan Shin Tae-yong dipilih PSSI menangani timnas. Pelatih asal Korea Selatan yang baru saja meraih sukses di Asia Tenggara, Park Hang-seo.

25 Desember 2019 | 06.00 WIB

Pelatih Korea Selatan, Shin Tae-yong (kanan), berbicara pada Son Heung-min. (APPhoto/Lee Jin-man)
Perbesar
Pelatih Korea Selatan, Shin Tae-yong (kanan), berbicara pada Son Heung-min. (APPhoto/Lee Jin-man)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Disiplin, determinasi yaitu ketetapan hati dalam mencapai tujuan, dan keras adalah tiga hal yang menonjol dari sepak bola Korea Selatan. Tapi, bukan Shin Tae-yong yang akan didatangkan PSSI untuk menangani tim nasional yang dengan cepat mengingatkan dua hal itu, melainkan Park Hang-seo yang memimpin Vietnam memukul Timnas U-23 3-0 pada final sepak bola SEA Games 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Shin Tae-yong membawa Korea Selatan menumbangkan Jerman 2-0 sekaligus menutup peluang juara bertahan itu untuk lolos dari babak utama penyisihan grup Piala Dunia 2018. Meski sepulangnya di Korea, Shin Tae-yong dilempari telur dan bantal di bandara karena timnya itu dikalahkan Swedia 1-0 dan ditekuk Meksiko 2-1 sehingga karam pada fase grup di Rusia 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guus Hiddink. AP/Gero Breloer

Adapun Park Hang-seo sebenarnya lebih dahsyat. Mungkin ada yang lupa atau mengabaikan bahwa pelatih Timnas Vietnam U-23 pada SEA Games 2019 ini adalah salah satu dari dua asisten manajer asal Belanda, Guus Hiddink, ketika membawa Korea Selatan mencapai peringkat keempat Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang.

Total football yang diwariskan Rinus Michels kepada generasi sesudahnya di Belanda, termasuk Guus Hiddink, hanya bisa dijalankan oleh sebuah tim yang memiliki kolektivitas yang militan, penuh dengan kedisiplinan, determinasi yang tinggi, dan keras.

Saat memegang bola, semua pemain dalam posisi menyerang dan saat kehilangan bola, semua pemain pada posisinya masing-masing saat itu juga langsung berusaha melakukan pressing dan merebut bola dari kaki lawan sesegera mungkin.

Itu juga yang diterapkan Park Hang-seo kepada anak-anak didiknya tim Vietnam untuk membuat Timnas U-23 asuhan Indra Sjafri seperti tidak ada apa-apanya pada final sepak bola SEA Games 2019.

Pada Piala Dunia 2002, Park Hang-seo menyediakan aset kolektivitas terbaik untuk mendukung total football itu dan Guus Hiddink “tinggal” mengubah persepsi inferioritas sepak bola Asia melawan tim-tim Eropa.

Adalah Hiddink yang membuat berani Ahn Jung-Hwan dan kawan-kawan berani dan yakin memegang serta berkreasi dengan bola lebih lama di lapangan melawan musuh-musunya di Piala Dunia 2002.       

Ada banyak kritik dan suara miring tentang kemenangan Korea Selatan melawan Italia pada perpanjangan waktu perempat final Piala Dunia 2002. Byron Moreno, sang wasit dianggap sangat menguntungkan tuan rumah dengan sejumlah keputusan kontroversialnya.

Tapi, Christian Vieri dan kawan-kawan dari Italia sebenarnya juga kalang-kabut menghadapi perlawanan spartan, tak kenal menyerah, dan keras karena didukung stamina serta fisik yang memadai dari anak-anak Korea Selatan asuhan Hiddink dan Park Hang-seo.

Lantas, apakah salah satu puncak prestasi Korea Selatan yang terjadi di Piala Dunia 2002 juga akan merembes ke Timnas PSSI melalui Shin Tae-yong dan bukan Park Hang-seo?

Shin Tae-yong menggantikan Uli Stielike, bintang Real Madrid dan Jerman Barat pada Piala Dunia 1982, yang dipecat timnas Korea Selatan memasuki dua laga terakhir babak kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia pada 2017.

Shin Tae-yong mengawali karier kepelatihan sebagai asisten pelatih di klubnya semasa terakhir menjadi pemain, yaitu Brisbane Roar, pada 2005 di Liga Australia.

Shin Tae-yong memimpin Seongnam FC memenangi Liga Champions Asia 2010. Ia lantas terpilih menjadi asisten pelatih timnas Korea Selatan, Myung-bo Hong, pada 2014, sampai  Myung-bo Hong mundur pada Agustus dan kemudian digantikan Uli Stielike sebagai pelatih kepala.

Sembari menjadi asisten dari Stielike, Shin Tae-yong membawa Timnas Korea Selatan U-23 menembus perempat final Olimpiade 2016, kemudian menjuarai Piala Asia U-23, dan meloloskan tim U-20 mereka ke 16 besar Piala Dunia U-20 2017.

Selepas Piala Dunia 2018, Shin Tae-yong menganggur sampai mendapat tawaran untuk mempresentasikan potensinya sebagai pelatih Timnas Indonesia kepada PSSI.

Konon kabarnya atas saran Park Hang-seo, Shin Tae-yong lantas lebih memilih tawaran untuk menangani Timnas Indonesia senior daripada menerima lamaran klub dari Cina.

Sepak bola Korea Selatan kini mengikuti jejak produk budaya populernya, musik K-pop dan film-film serial televisi Korea, untuk menanamkan pengaruhnya di Indonesia –meski “agak terlambat”.

Tapi, jika melihat Timnas Indonesia yang sedang babak-belur bahkan sudah dipastikan tersingkir dalam kualifikasi Piala Dunia 2002, mungkin membayangkan Shin Tae-yong akan bersikap sama seperti Carlo Ancelotti yang didatangkan Everton yang lagi jadi tim medioker di Liga Primer Inggris.

Ancelotti bilang butuh waktu untuk membuat Everton bisa menapak ke zona Liga Champions, bisa musim ini atau musim depan.

Jadi jika Timnas Indonesia menjalani pertandingan keenam kualifikasi Piala Dunia 2022 pada Maret 2020 mendatang melawan Thailand, jangan sering-sering dibayangkan Shin Tae-yong sudah bisa membuat Evan Darmono cs bisa seperti Korea Selatan memukul Jerman di Piala Dunia 2018.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus