DENGAN gesit Sudwikatmono menarik tali timba, dikerumuni sejumlah orang termasuk istrinya. Ketika ember timba yang penuh air itu sampai, ia membasuh mukanya. "Waduh, segarnya," kata Dwi, pengusaha berbagai macam, antara lain Studio 1 sampai 4 -- itu bioskop baru di Jakarta. Di kompleks sumur itulah, Selasa pekan lalu di Wuryantoro, Wonogiri, diresmikan padepokan. "Sumur ini menyimpan kenangan indah masa kecil," kata Pak Dwi. "Di dekat sumur ini, dulu, ada bilik yang dibangun oleh Pak Harto. Kami suka mandi berdua di bilik itu." Pak Harto, maksudnya Presiden Soeharto. Padepokan ini bekas rumah Raden Ngabehi Prawirowihardjo, sorang mandor tani yang terkenal dengan panggilan Mas Behi Tani. Dialah yang memperkenalkan pertaman modern di Wonogiri. Untuk menghormati jasa Mas Behi itu, putra-putrinya membangun padepokan. Dan Pak Harto memberi nama: Padepokan Pak Behi Tani Wuryantoro. Siapa putra-putri itu? Antara lain Direktur Bogasari, ya Sudwikatmono itu, anak ketujuh dari sepuluh putra-putri Mas Behi. Dan Pak Harto? Dialah salah seorang kemanakan Mas Behi. Istri Mas Behi adik kandung ayah Pak Harto. Dari kecil hingga remaja, Pak Harto tinggal di sana. Dan tutur Dwi: "Saya tidur dan bermain bola bersama-sama Pak Harto." Sayang, Mas Behi tak sempat menyaksikan padepokan seharga Rp 125 juta ini. Mandor tani itu meninggal dunia di Yogyakarta pada 1976. Bagi penduduk di situ Mas Behi dikenang karena sumur yang tak pernah kering dimusim apa pun itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini