Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Belajar Otodidak, Penata Rias Semakin Menjamur

Keberadaan seniman perias semakin hari semakin banyak. Profesi make-up artist alias seniman perias ini sedang menjadi idaman anak muda

10 September 2017 | 20.18 WIB

Hitomi Komaki menerapkan make-up pada topeng Lulu Hashimoto  di Tokyo, Jepang, 23 Agustus 2017. Saat ini Lulu populer di kalangan penggemar subkultur Jepang. REUTERS/Kim Kyung -Hoon
Perbesar
Hitomi Komaki menerapkan make-up pada topeng Lulu Hashimoto di Tokyo, Jepang, 23 Agustus 2017. Saat ini Lulu populer di kalangan penggemar subkultur Jepang. REUTERS/Kim Kyung -Hoon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan seniman perias semakin hari semakin banyak. Profesi yang lebih akrab disebut make-up artist alias seniman perias ini sedang menjadi idaman baru anak-anak muda. Buktinya, ketika kita mengetik hashtag #muajakarta di kotak pencarian Instagram, terlihat 2,19 juta foto yang telah diunggah oleh akun-akun perias. Belum di kota-kota besar lainnya. Foto di Instagram dengan hashtag #muasurabaya, misalnya, berjumlah 1,06 juta buah dan #muabandung 794 ribu.

Zaman sekarang, menjadi perias memang tidak sulit. Ilmu merias bisa didapatkan dari internet. Kemudahan inilah yang dimanfaatkan oleh anak-anak muda untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang merias secara otodidak. Lewat YouTube, para perias bisa mencari pelajaran mengenai merias sebanyak mungkin. Tak seperti dulu, anak-anak muda saat ini tidak perlu mengenyam pendidikan di sekolah tata rias yang berbiaya selangit. Baca: Bisnis Menjanjikan, Martha Tilaar Wadahi Penata Rias Artis

Listya Nursyfa salah satunya. Wanita 24 tahun ini tidak pernah bersekolah di bidang tata rias sebelum memutuskan menekuni profesi perias pada pertengahan 2016. Bagi perempuan kelahiran Bekasi tersebut, merias adalah hobinya sejak SMA. Saat lulus, Listya ingin melanjutkan kuliah di Jurusan Tata Rias Universitas Negeri Jakarta. Namun, apa daya, ibunya tidak mengizinkan. "Menurut beliau, kalau mau terjamin ya harus kerja kantoran. Karena itu, aku kuliah di Jurusan Administrasi Perkantoran Universitas Indonesia," katanya kepada Tempo.

Tak adanya restu dari orang tua tidak menyurutkan Listya untuk menimba ilmu merias. Secara otodidak, dia mengasah kemampuannya merias. Berbagai pelajaran merias di YouTube ia lahap. Gatal ingin mengetahui hasilnya, dia mengaplikasikan teknik-teknik rias dari YouTube ke wajah kakak perempuannya. "Justru kalau otodidak itu lebih belajar. Dari pengalaman sendiri, kita bisa mengatasi persoalan. Misalnya, kalau riasan pecah, kita tahu apa yang harus dilakukan," ujar Listya.

Saat ini, pesanan yang datang kepada Listya tak pernah berhenti. Untuk tiga bulan ke depan, akhir pekan Listya sudah terisi dengan jadwal merias. Setiap bulan minimal 30 pelanggan memakai jasanya, baik untuk acara wisuda, ulang tahun, pertunangan, maupun pernikahan. Tarifnya paling rendah Rp 400 ribu per orang. Pekerjaan di sebuah perusahaan swasta pun akhirnya ditinggalkan. Ia memilih menjadi perias profesional.

Berbeda dengan Listya yang menjadikan perias sebagai profesi utamanya, Astrid Nur Anisah menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan. Perempuan 25 tahun tersebut sehari-hari berprofesi sebagai dokter gigi. Namun, karena merias adalah hobinya, profesi sebagai dokter gigi ia jalani berbarengan dengan pekerjaannya sebagai perias. "Sejak kuliah aku menjalani dua profesi ini beriringan. Alhamdulillah, bisa lulus tepat waktu," katanya.

Astrid mempelajari ilmu merias juga secara otodidak. Panutan dia adalah ibunya yang sebagai pekerja kantoran mesti merias diri setiap pagi. Untuk menambah pengetahuan, dia rutin menonton berbagai tutorial merias di YouTube. Namun ia merasa tak cukup menggali ilmu lewat itu saja. Belakangan, wanita yang berdomisili di Surabaya ini rajin mengikuti kursus merias. "Aku mengambil beberapa kelas privat sama perias profesional yang gayanya aku suka banget, seperti Marlene Hariman, Irwan Riady, Adi Adrian, dan Bubah Alfian," ujar Astrid. Dia memasang tarif rias termurah Rp 700 ribu per orang. Mayoritas pelanggan Astrid berusia 18-30 tahun. Karena pada hari biasa berpraktik sebagai dokter gigi, Astrid hanya menerima pekerjaan merias pada hari libur. Baca: Ini Asal Usul Bridal Shower

Perias profesional, Aldo Akira, membagikan resep kepada perias yang baru terjun di dunia tata rias. Yang utama, menurut pria 36 tahun ini, adalah kemauan yang kuat untuk menjadi profesional. "Mesti dari hati, bukan hanya karena lagi tren dan hanya gaya-gayaan," ujarnya.

Seorang perias pun, kata Aldo, tidak boleh berhenti mempelajari tren terbaru. Menurut Aldo, ilmu merias bisa didapat di mana saja. Bisa dari menempuh pendidikan formal di bidang tata rias atau mempelajari ilmu ini secara informal. Jika terkendala dengan biaya sekolah atau kursus, Aldo menyarankan agar pendatang baru belajar dari perias senior. "Jangan lupa, fokusnya ke mana. Mau semua jenis rias diambil atau khusus pernikahan saja, misalnya," kata ayah satu anak ini.

ANGELINA ANJAR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mitra Tarigan

Mitra Tarigan

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro serta John Doherty Asia Pacific Journalism Internships Program di Melbourne, Australia, pada 2019. Saat ini fokus menulis isu kesehatan dan gaya hidup serta humaniora

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus