Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Epidemiolog memperkirakan sejumlah rumah sakit bakal kolaps menangani pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Sebab, ketersediaan ranjang perawatan dan tenaga kesehatan tidak bisa mengimbangi jumlah pasien corona yang terus meningkat.
Sekitar 15 persen pasien corona dilarikan ke rumah sakit.
JAKARTA – Epidemiolog memperkirakan sejumlah rumah sakit bakal kolaps akibat Covid-19. Sebab, ketersediaan ranjang perawatan dan tenaga kesehatan tidak bisa mengimbangi jumlah pasien Covid-19 yang terus meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar penyebaran wabah dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan rumah sakit rujukan Covid-19 memiliki keterbatasan penanganan pasien, meski pengelolanya menambah kapasitas ruang perawatan. “Yang menjadi masalah adalah menambah tempat tidur isolasi tidak disertai dengan menambah dokter dan perawat,” kata dia kepada Tempo, Sabtu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketersediaan ranjang di ruang isolasi dan unit perawatan intensif (ICU) di sejumlah daerah terus menipis seiring dengan lonjakan penyebaran penyakit menular itu. Bed occupancy rate (BOR) ruang isolasi dan ICU di DKI Jakarta, dua hari lalu, masing-masing telah mencapai 89 persen dan 81 persen.
Menipisnya ketersediaan ranjang perawatan bagi pasien corona juga terjadi di daerah tetangga Jakarta. Dua hari lalu, di Kabupaten Bogor, BOR mencapai 78,67 persen, sedangkan di Kota Bogor 64,91 persen, Kabupaten Bekasi 81,15 persen, Kota Bekasi 87,45 persen, dan Depok 86,14 persen. Tingkat keterisian tempat tidur itu telah melebihi ambang batas aman yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 60 persen.
Sejumlah dokter dan perawat, Dicky melanjutkan, juga tengah menjalani isolasi karena terinfeksi Covid-19. Walhasil, jumlah tenaga kesehatan yang menangani wabah semakin tipis, sementara pasien terus bertambah. “Jadi, kolapsnya rumah sakit ini karena sumber daya manusianya berkurang jauh,” ujarnya.
Menurut dia, dari jumlah keseluruhan orang yang terinfeksi virus corona, sekitar 20 persennya dilarikan ke rumah sakit. Contohnya, jika ada 100 ribu orang yang terjangkit virus corona, sebanyak 20 ribu orang perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Pasien Covid-19 memasuki bus sekolah untuk menuju Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran di Puskesmas Menteng, Jakarta, 20 Juni 2021. ANTARA/Galih Pradipta
Dicky menyarankan agar pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga karantina wilayah atau lockdown. Tujuannya, mencegah penularan Covid-19 sehingga jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit juga berkurang. “Itu yang sangat penting dilakukan saat ini, selain mempercepat vaksinasi dan meningkatkan testing, tracing, dan treatment (3T),” katanya.
Hal serupa disampaikan oleh Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane. Menurut dia, rumah sakit di zona merah atau daerah risiko tinggi penularan Covid-19 bisa kolaps dalam dua pekan hingga satu bulan ke depan jika penyebaran virus corona terus meningkat.
Berdasarkan kalkulasinya, dari 10 ribu kasus Covid-19, 15 persennya akan membutuhkan penanganan di rumah sakit. Sebanyak 10 persen bergejala sedang dan 5 persen lainnya dalam kondisi berat hingga kritis. Jumlah pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit itu akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya penyebaran wabah.
Jadi, jika misalnya setiap hari terdapat pertambahan kasus positif Covid-19 rerata 10 ribu, dalam 10 hari jumlah pasien corona yang masuk rumah sakit bisa mencapai 15 ribu orang. “Mau sampai kapan nambah tempat tidur? Tidak terkejar (antara pasien yang butuh perawatan dan ketersediaan ranjang),” ujar Masdalina.
Menurut dia, rumah sakit harus selektif dalam menangani pasien Covid-19. Pasien tanpa gejala atau asimtomatik dan bergejala ringan bisa menjalani isolasi di rumah atau tempat karantina komunal seperti wisma. Rumah sakit hanya diperuntukkan bagi pasien corona dengan kondisi berat dan kritis.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito menyatakan pemerintah memastikan ketersediaan tempat tidur rumah sakit, alat kesehatan, dan tempat karantina terkendali untuk menghadapi lonjakan penularan Covid-19. Caranya, dengan mengkonversi 30-40 persen tempat tidur pasien penyakit lain ke ranjang pasien corona. “Hal ini sedang dilakukan,” kata dia, beberapa hari lalu.
Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil berupaya meningkatkan kapasitas ranjang perawatan bagi pasien Covid-19 hingga 2.400 tempat tidur. Penambahan itu berasal dari konversi bangsal perawatan penyakit lain di sejumlah rumah sakit ke ranjang pasien Covid-19. Apalagi, sejumlah rumah sakit baru menyediakan 20 persen dari seluruh ranjang perawatannya untuk pengobatan pasien corona.
Keluarga pasien melihat layar informasi tingkat keterisian atau BOR instalasi Covid-19 di IGD RS Al Ihsan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 19 Juni 2021. TEMPO/Prima Mulia
“Sekarang kebijakannya (konversi ke ranjang pasien Covid-19) dinaikkan ke 30 persen,” ujar Ridwan, dua hari lalu. Jika masih kurang, ia melanjutkan, konversi ranjang pasien corona akan dinaikkan menjadi 40 persen. Adapun di Jawa Barat, tingkat keterisian ranjang perawatan bagi pasien Covid-19 hingga dua hari lalu mencapai 81,96 persen.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mengoptimalkan peran puskesmas. Rumah sakit nantinya digunakan untuk merawat pasien Covid-19 bergejala sedang, berat, hingga kritis. “Kami maksimalkan pengkondisian di puskesmas di desa dan kelurahan masing-masing sebelum memutuskan dibawa ke rumah sakit,” katanya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta warga Ibu Kota berdiam di rumah saja agar terhindar dari penularan Covid-19. Apalagi kini ketersediaan ranjang perawatan bagi pasien corona di rumah sakit makin tipis. “Hindari bepergian yang tidak perlu,” ujar dia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia, akan meningkatkan kapasitas tempat tidur rumah sakit agar pasien Covid-19 bisa ditangani. Namun perawatan pasien non-corona juga tidak boleh telantar karena ranjang perawatan habis digunakan oleh pasien Covid-19. “Meski DKI Jakarta punya banyak rumah sakit, kapasitasnya akan ada batasnya dan tidak mungkin semua hanya untuk Covid-19,” katanya.
AHMAD FIKRI (BANDUNG) | GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo