Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah petani Kabupaten Lebak, Provinsi Banten mengeluhkan anjloknya harga karet dari Rp 9.000 menjadi Rp 4.300 per kilogram sejak setahun terakhir. "Semua pohon karet seluas satu hektare itu ditebang untuk dijadikan bahan palet kayu, karena produksi perkebunan karet tidak menjadikan andalan ekonomi," kata petani karet warga Sindangwangi Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak, H Sukatma, 55 tahun, Sabtu, 12 September 2020.
Para petani di wilayahnya kini membiarkan kebun karet begitu saja. Banyak yang menebangi pohonnya, juga ada yang dijadikan lokasi wisata. Perkebunan karet dulu yang mampu mensejahterakan kehidupan petani dengan pendapatan ekonomi, sekarang sudah tidak bisa diandalkan karena tidak sebanding dengan biaya produksi dengan anjloknya harga di pasaran itu.
Biasanya, dia bisa mendapatkan Rp 8 juta per bulan dengan harga getah karet Rp 10 ribu per kilogram. “Kini habis untuk biaya tenaga kerja pengambil getah."
Begitu juga Sukri, 60 tahun, petani warga Sajira Kabupaten Lebak yang memberhentikan para tenaga kerja pengambil getah karet sejak harga karet anjlok.
Perkebunan karet miliknya seluas satu hektare itu tidak dirawat, usia pohonnya sudah tua dan produksi berkurang. "Saya sekarang menggeluti usaha pertanian pangan dan hortikultura setelah harga karet anjlok."
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Kadarina mengatakan saat ini jumlah perkebunan karet milik masyarakat seluas 11.200 hektare. Sebagian besar pohon di perkebunan karet itu sudah tua sehingga produksinya berkurang juga ditambah di pasaran harga karet anjlok. "Kami berharap ke depan harga karet kembali naik sehingga kembali menjadikan andalan ekonomi petani."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini