Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ikut menelusuri dugaan keterlibatan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam kasus judi online. Adapun penyidik Polda Metro Jaya saat ini telah menyita barang bukti senilai Rp 150 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, penyidik sedang menunggu hasil analisis PPATK untuk melacak aliran dana ribuan rekening yang digunakan dalam operasi judi online tersebut. "Sehingga tidak tertutup kemungkinan jumlah barang bukti maupun tersangka dapat bertambah," ujar Ade Ary dalam keterangannya Sabtu, 24 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade Ary menjelaskan, analisis PPATK menjadi kunci dalam mengungkap jaringan keuangan judi online, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain di luar 24 tersangka yang telah ditangkap. Dari jumlah tersebut, 10 di antaranya adalah pegawai Komdigi.
Selain melacak aliran dana, polisi juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh para pelaku. "Penerapan tindak pidana pencucian uang dilakukan untuk menyita aset para tersangka dan mengembalikannya kepada negara," katanya.
Menurut Ade Ary, penyelidikan kasus ini dilakukan secara mendalam dan hati-hati. "Kami berkomitmen mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat, baik dari oknum internal Komdigi, para bandar, maupun pihak lainnya," ujarnya. Hasil penelusuran PPATK nanti diharapkan dapat memperluas jangkauan penyidikan sehingga semua pihak yang terlibat bisa ditindak.
Sepuluh pegawai Kementerian Komdigi yang saat ini menjadi tersangka, sebenarnya bertugas memblokir laman judi online agar tidak bisa diakses oleh masyarakat di Indonesia. “Mereka diberikan akses untuk melihat website-website judi online dan memblokirnya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi di Bekasi, Jumat, 1 November 2024. Alih-alih menjalankan tugas itu, mereka justru melindungi situs agar mendapat bayaran dari pemilik situs.
Para tersangka ini mengaku memblokir laman judi online setiap dua minggu sekali. Apabila dalam dua minggu pemilik laman tidak menyetor uang kepada tersangka Adhi Kismanto (AK), maka lamannya akan diblokir. Komplotan ini menetapkan tarif Rp 8,5 juta per situs sebagai jasa pengamanan agar tidak diblokir.