Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua pekan terakhir, Tempo berkesempatan melakukan review God of War. Seri terbaru game ini akan dirilis pada 20 April mendatang. Beruntung, Tempo mendapatkan kesempatan awal untuk menjajal game PlayStation 4 ini secara ekslusif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di seri terbaru ini, tidak ada lagi misi balas dendam bagi Sang Dewa Perang. Mantan pejuang Sparta itu hanya punya satu tujuan: mengantarkan abu istrinya ke puncak gunung tertinggi bersama Atreus, putranya. Di perjalanan, mereka harus menghadapi monster yang diadaptasi dari mitologi Nordik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adegan dari game PlayStation 4 God of War. (Screenshot)
Atreus (Sunny Suljic) bergetar. Nafasnya terengah-engah, bidikan busur panahnya kacau. Ia tak yakin anak panah yang akan ia lepas bisa menyasar targetnya dengan tepat. Padahal, targetnya besar, seekor rusa gunung dengan mata dan tanduk sebiru langit.
Kratos (Christopher Judge) sadar putranya itu membutuhkan bantuan. Sambil menaruh tangannya di bahu kiri Atreus, sosok dengan tubuh kekar dan kulit pucat itu mencoba menenangkan putranya. "Ikuti aba-abaku. Lepaskan anak panahnya saat aku berkata 'tembak'," ujar Kratos. Atreus, yang masih anak-anak, hanya bisa menurut.
Menarik nafas panjang di tengah dinginnya gunung salju Midgard, Atreus membetulkan bidikannya. Kali ini, dengan bantuan Kratos, hasilnya lebih akurat. Arah anak panah terkunci tepat ke arah leher rusa yang dituju. Jika tembakannya jitu, rusa itu bisa mati dengan sekali serang.
"Tembak!" teriak Kratos lantang. Atreus, tanpa pikir panjang, langsung melepaskan anak panah dari busurnya. Dalam sekejap, anak panah Atreus menusuk masuk ke leher rusa. Rusa itu langsung terkapar, tak berdaya untuk bangkit lagi dengan darah membasahi bulu abu-abunya. "Aku berhasil ayah!", teriak Atreus antusias.
Baca juga: God of War: Babak Baru Sang Dewa Perang
Adegan dari game PlayStation 4 God of War. Kredit: Sony Interactive Entertainment
Berubah Fokus Game
Hubungan bapak-anak antara Kratos dan Atreus menjadi fokus utama dari God of War (2018), seri terbaru dari franchise bernama sama yang dikembangkan oleh Santa Monica Studio dan Sony Computer Entertainment untuk console Play Station 4 (PS4). Bedanya, dibandingkan seri-seri sebelumnya, God of War kali ini diposisikan lebih sebagai sebuah soft-reboot dibandingkan sebuah sequel.
Jika gamer menilik seri-seri God of War sebelumnya, wajar jika pengembang memutuskan untuk merombak seri yang sudah menyumbangkan jutaan dollar tersebut. Delapan seri sebelumnya nyaris tidak memiliki perubahan yang berarti satu sama lain selain grafis. Garis besar narasinya pun cenderung sama, tentang kemarahan dan balas dendam Kratos. Walhasil, jika dipertahankan pada seri terbaru, akan memberi kesan Sony dan Santa Monica kehilangan daya kreativitasnya.
God of War terbaru membuang jauh-jauh peninggalan seri-seri sebelumnya. Dari segi karakter, misalnya, tak ada lagi Kratos yang menikmati orgy di sela-sela misi pembantaian dewa-dewa Yunani seperti Zeus, Poseidon, dan Hades. Kratos yang sekarang lebih tenang, lebih kalem, namun tetap bisa mengamuk jika dibutuhkan. Ia tak lagi menjadi agen kekacauan, melainkan seorang single parent yang menjauhi peradaban dengan "mengisolir" dirinya dan Atreus di pegunungan salju.
Segi ceritanya pun berubah banyak. Tak ada lagi kisah balas dendam terhadap dewa-dewa Yunani. God of War terbaru berkisah tentang petualangan Kratos melanglang Nine Realms, dunia yang dikuasai dewa-dewa Nordic, sembari mendidik Atreus agar tak berakhir seperti dirinya. Misi mereka sederhana, mencari puncak tertinggi di Nine Realms untuk menabur abu jenazah mendiang istri Kratos atau ibu Atreus, Faye. Petualangan itu permintaan terakhir Faye sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Petualangan yang sederhana itu mendadak menjadi kompleks ketika Kratos dan Atreus mulai menghadapi monster-monster aneh bin ajaib dari mitologi Nordic seperti ular raksasa dengan tubuh sepanjang lingkar dunia bernama Jormungandr hingga gabungan macan dan walrus yang bisa meludahkan racun bernama Tatzelwurm. Apalagi, ketika dewa-dewa Nordic seperti Odin mulai mengganggu Kratos dengan dalih takut ia berulah lagi. Tanpa mereka sadari, mereka berurusan dengan pria yang salah.
Adegan dari game PlayStation 4 God of War. Kredit: Sony Interactive Entertainment
Gameplay Lebih Kompleks
Perubahan terbesar God of War terasa ketika ceritanya semakin kompleks, yaitu gameplaynya. God of War terbaru mengganti gameplay hack and slash yang menonjolkan keleluasaan menebas musuh dengan gameplay yang lebih menekankan pada kemampuan menangkis, menghindar, dan kemudian menyerang balik.
Perubahan gameplay itu tampak dari senjata yang sekarang digunakan Kratos. Kratos, kali ini, tak lagi mengandalkan pedang berantai seperti game-game sebelumnya, namun mengandalkan kapak Leviathan dan sebuah perisai. Dengan keduanya, gamer dipaksa untuk bermain jarak dekat yang lebih rentan akan serangan musuh. Walhasil, unsur menangkis, meghindar, dan menyerang balik menjadi krusial.
Jika gamer memainkan God of War terbaru ini dengan gaya bermain seri-seri sebelumnya, dijamin akan lebih banyak kalah dibandingkan menangnya. Musuh-musuh di God of War terbaru lebih canggih. Mereka tak lagi menyerang secara serampangan, namun lebih terkoordinir. Sederhananya, God of War terbaru lebih menantang dan mengasyikkan dibandingkan game-game sebelumnya.
Sebagai contoh, apabila Kratos bertarung di medan berundak, maka pasukan musuh akan terbagi menjadi dua kelompok yaitu penyerang jarak dekat dan jarak jauh. Walhasil, gamer harus jago-jagonya menghabisi musuh terdekat dengan cepat sembari menghindari bombardir dari penyerang jarak jauh. Namun, jangan meremehkan para penyerang jarak dekat juga karena tidak semua serangan mereka bisa ditangkis. Bahkan, mereka bisa menyerang tiba-tiba dari sudut-sudut yang tidak diperkirakan.
Melawan kroco-kroco itu makin menantang dengan sudut pandang kamera baru. Seri-seri sebelumnya menggunakan sudut pandang orang ketiga dengan kamera yang menyorot Kratos dari jauh sehingga letak musuh pun gampang diketahui. Sementara God of War terbaru ini menggunakan sudut pandang over the shoulder alias kamera menyorot Kratos dari belakang pundaknya. Walhasil, walaupun Kratos bisa bergerak 360 derajat, sudut pandang utamanya terbatas pada 180 derajat di depannya saja.
Untungnya, tantangan yang meningkat itu diimbangi dengan kecerdasan buatan (AI) Atreus yang apik. Apabila Kratos berhadapan dengan musuh yang kuat, Atreus secara otomatis akan mencari cara untuk memecah perhatian musuh tersebut atau melumpuhkannya demi Kratos. Sementara itu, misalkan Kratos diserbu beramai-ramai, maka Atreus akan agresif memanah.
Adegan dari game PlayStation 4 God of War. Kredit: Sony Interactive Entertainment
Grafis Sangat Memukau
Perubahan-perubahan besar yang dijabarkan barusan makin komplit dengan grafis memukau. Semua terlihat begitu detail di God of War, mulai dari bulu-bulu di pakaian Kratos hingga kerutan-kerutan di tubuh para monster dari mitologi Nordic. Apalagi, Santa Monica memberi opsi untuk memainkan game ini dengan mode resolusi demi grafis yang makin tajam walaupun harus mengorbankan kecepatan.
Sayangnya, grafis yang memukau itu tidak diimbangi dunia yang sama memukaunya. Dunia God of War terbaru tidak terasa sebesar dan semegah game-game sebelumnya. Malah, cenderung lebih sederhana dan sempit. Hal itu diperparah dengan lingkungan yang terkadang begitu suram dan sepi tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Padahal, game ini diklaim sebagai semi open world.
Perlu ditegaskan bahwa kekurangan-kekurangan itu hanya bersifat minor. Dengan segala kelebihannya, God of War patut digadang-gadangkan sebagai calon game terbaik tahun ini. Keputusan Sony dan Santa Monica mengambil resiko perombakan berbuah hasil game yang segar secara gameplay maupun cerita.
Adegan dari game PlayStation 4 God of War. Kredit: Sony Interactive Entertainment
Simak artikel menarik lainnya tentang review God of War hanya di kanal Tekno Tempo.co.