Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Anne Bouverot menjadi sosok sentral dalam AI Action Summit yang digelar di Paris, Prancis, sepekan terakhir.
Utusan Khusus Presiden Prancis untuk AI Action Summit itu menjelaskan besarnya peluang bagi setiap negara jika AI inklusif.
AI dianggap bukan sebagai ancaman bagi pekerjaan manusia, melainkan alat untuk mengoptimalkan produktivitas.
PENYELENGGARAAN Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Aksi untuk Kecerdasan Buatan atau AI Action Summit di Paris, Prancis, 10-11 Februari 2025, tidak bisa dilepaskan dari sosok Anne Bouverot. Perempuan 59 tahun ini bukan sosok asing di dunia kecerdasan buatan. Bouverot menempuh pendidikan tinggi di Ecole Normale Supérieure di Paris, meraih gelar Master of Science dalam ilmu komputer pada 1985 serta gelar PhD di bidang kecerdasan buatan enam tahun kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kariernya di bidang teknologi dimulai pada awal 1990-an sebagai manajer proyek teknologi informasi di Telmex, Meksiko. Pada 2011, Bouverot diangkat sebagai chief executive officer dan anggota Dewan Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi global operator seluler. Selama masa jabatannya, ia mendorong inisiatif untuk meningkatkan keterlibatan perempuan di industri seluler dan teknologi melalui program "Connected Women". Ia juga memainkan peran kunci dalam penyelenggaraan Mobile World Congress di Barcelona, Spanyol, salah satu konferensi teknologi terbesar di dunia hingga saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2015, ia menjadi Chair dan CEO Morpho—yang kemudian berganti nama menjadi Safran Identity & Security, sebuah perusahaan di bidang biometrik serta keamanan digital. Tiga tahun kemudian, Bouverot mendirikan Yayasan Abeona bersama koleganya, Tanya Perelmuter. Yayasan ini berfokus pada pengembangan artificial intelligence yang bertanggung jawab dan dampaknya terhadap keadilan sosial. Salah satu inisiatifnya adalah peluncuran kursus daring "DestinationAI" yang telah diikuti oleh lebih dari 300 ribu orang.
Pada Maret 2024, Bouverot bersama ekonom Philippe Aghion menyampaikan laporan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang bagaimana AI dapat menjadi pendorong utama ekonomi sebuah negara. Tak lama setelah itu, Macron menunjuk dia untuk mengorganisasi AI Action Summit.
Berikut ini petikan wawancara pers dengan Anne Bouverot pada Kamis, 6 Februari 2025, sebelum pelaksanaan KTT Aksi untuk Kecerdasan Buatan. Dalam wawancara yang diikuti oleh Wahyu Dhyatmika dari Tempo ini, Bouverot menjelaskan latar belakang Prancis menggelar KTT dan keresahan utama yang ingin dijawab oleh konferensi tersebut.
Anne Bouverot, Utusan Khusus Presiden Prancis Emmanuel Macron, saat membuka KTT Kecerdasan Buatan atau AI Action Summit di Paris, Prancis, Senin, 10 Februari 2025. Philemon Henry/MEAE
Apa yang membedakan AI Action Summit kali ini dengan dua konferensi sebelumnya tentang AI di Inggris dan Korea?
Pada KTT Aksi untuk Kecerdasan Buatan kali ini, kami ingin menekankan pada tema inklusivitas. Pada dua KTT terdahulu, hanya sedikit negara yang terlibat. Kali ini hampir 100 negara telah diundang dan memastikan akan mengirim delegasi. Jadi, secara skala, KTT ini jauh lebih besar dan lebih banyak perwakilan negara-negara Selatan. Tidak ada negara yang mau menjadi konsumen teknologi AI semata. Karena itu, kita harus memastikan teknologi ini tidak dimonopoli satu-dua pihak saja.
Keberagaman peserta KTT ini tidak hanya dari asal negaranya, tapi juga dari latar belakangnya. Tidak hanya dari pemerintah, tapi juga dari sektor bisnis, masyarakat sipil, akademikus, dan media.
Sebelum penyelenggaraan KTT, Paris juga menggelar AI Science and Cultural Week yang membahas aspek akademik serta peran kebudayaan dan kesenian dalam teknologi AI. Apa alasannya?
Sejak Rabu dan Kamis, kami mengadakan diskusi akademik di kampus tentang dampak serta perkembangan terbaru AI. Lalu, pada Sabtu dan Minggu ada Festival Kebudayaan AI, tempat kita akan melihat bagaimana AI mempengaruhi seni serta budaya.
Sepanjang pekan ini, ada berbagai panel, lokakarya, dan pertemuan bilateral dengan multi-stakeholders. Setelah penutupan KTT, pada 11 Februari kami mengadakan sesi khusus untuk entrepreneur dan pebisnis untuk mempertemukan investor dan startup AI guna membahas peluang kerja sama.
Total ada 100 acara (side events) yang diadakan sebelum dan sesudah KTT. Beberapa di antaranya membahas hubungan AI dengan perubahan iklim, dampak AI terhadap demokrasi di perkotaan, serta pengaruh AI terhadap lingkungan karena kebutuhan energi komputasi yang meningkat pesat.
Apa harapan utama Prancis dari AI Action Summit ini?
Kami ingin mengubah narasi AI dari yang sebelumnya hanya berfokus pada risiko—seperti yang dibahas dalam AI Safety Summit pada 2023 di Bletchley Park, Inggris—menjadi aksi konkret. AI adalah alat yang bisa diarahkan ke mana saja, bergantung pada bagaimana kita menggunakannya.
Untuk itu, salah satu bagian penting dalam KTT ini adalah presentasi proyek-proyek AI yang memenangi kompetisi global yang diadakan Paris Peace Forum, sebuah lembaga nirlaba yang berfokus pada diplomasi publik untuk mengatasi tantangan global. Dari total 50 pemenang, ada proyek AI untuk kesehatan, perubahan iklim, energi terbarukan, dan lainnya.
Kita tahu narasi publik tentang AI selama ini didominasi isu kompetisi Amerika Serikat versus Cina. Bagaimana AI Action Summit ini ingin menggeser persepsi bahwa teknologi AI hanya dikuasai negara tertentu?
Jelas kami ingin menunjukkan bahwa AI tidak hanya bisa berkembang di AS dan Cina. Banyak inisiatif open source yang memungkinkan pengembangan AI dengan konteks dan bahasa lokal. Ini sudah dibuktikan oleh DeepSeek yang berhasil membuat generative AI yang lebih murah dan lebih inklusif.
Aplikasi DeepSeek di layar di telepon pintar. REUTERS/Florence Lo
Bagaimana KTT ini juga bisa mendorong investasi teknologi AI di negara-negara berkembang?
KTT ini membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk membangun ekosistem AI mereka sendiri, baik melalui kemitraan maupun investasi infrastruktur. Pengembangan teknologi AI tidak melulu soal kapasitas finansial dan ketersediaan tenaga komputasi. Ada variabel data dan energi terbarukan, juga sumber daya manusia untuk programmer, yang bisa dikontribusikan oleh negara berkembang.
Apa isi penting Deklarasi Paris yang akan diumumkan pada akhir KTT ini?
Pada kesepakatan final, para kepala negara akan menyepakati nilai dan niat bersama untuk pengembangan AI yang berkelanjutan serta inklusif demi kepentingan publik. Ini termasuk soal upaya pendanaan bersama dan pendirian Koalisi Global untuk AI yang ramah lingkungan.
Kami ingin memicu percakapan global yang lebih luas tentang AI. Selama ini narasi AI masih didominasi oleh ketimpangan teknologi. Padahal banyak peluang berkembang, termasuk di Eropa dengan startup-startup AI yang inovatif.
Apa pesan utama AI Summit ini untuk generasi muda?
AI akan terus berkembang, dan kita semua harus beradaptasi. Karena itu, penting untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan. Inklusivitas juga berarti AI tidak hanya dimonopoli perusahaan raksasa, tapi juga dapat diakses oleh lebih banyak orang.
Beberapa orang khawatir AI bisa menyebabkan lonjakan pengangguran. Apa pendapat Anda?
Kekhawatiran itu wajar, tapi tidak sepenuhnya benar. AI bukanlah ancaman bagi pekerjaan manusia, melainkan alat yang bisa kita arahkan untuk mengoptimalkan produktivitas kita. Justru, dengan tata kelola global yang baik, AI bisa membawa kemajuan bersama.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo