Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Survei Cloudflare Ungkap 65 Persen Perusahaan Korban Ransomware Rela Bayar Tebusan

Cloudflare mengungkapkan 65 persen organisasi sasaran pemerasan via perangkat digital rela bayar tebusan. Efek ketahanan digital yang lemah.

20 September 2024 | 21.21 WIB

Cara Setting DNS Cloudflare. Foto: Canva
Perbesar
Cara Setting DNS Cloudflare. Foto: Canva

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Survei terbaru Cloudflare mengungkapkan bahwa 65 persen dari jumlah organisasi yang menjadi sasaran pemerasan via perangkat digital rela membayar uang tebusan. Dalam laporan berjudul ‘Menavigasi Lanskap Baru Keamanan: Survei Kesiapan Keamanan Siber Asia Pasifik’, entitas penyedia cloud itu membahas antisipasi serangan siber oleh organisasi di Asia Pasifik, langkah untuk mengantisipasi pelanggaran data, serta dampak kecerdasan buatan atau AI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wakil Presiden Cloudflare di Asia Tenggara, Kenneth Lai, mengatakan dampak insiden keamanan siber dan pelanggaran data tidak bisa disangkal. “Pimpinan keamanan siber terjebak antara regulasi yang semakin ketat dan sumber daya yang menyusut,” katanya, dikutip dari siaran resmi Cloudflare, Selasa, 17 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Survei Cloudflare diikuti 3.844 individu pimpinan atau setidaknya pengambil keputusan keamanan siber dari berbagai perusahaan, baik skala kecil maupun besar. Respondennya dipilih dari 14 negara, Para responden tersebut berasal dari berbagai jenis industri, mulai dari energi, teknik dan otomotif, layanan keuangan, game, pemerintahan, kesehatan, manufaktur, pariwisata, dan sebagainya.  

Menurut Kenneth, lingkungan yang memegang fungsi teknologi informasi (IT) menghadapi ancaman tanpa henti. Di satu sisi, tim IT juga cenderung harus bekerja ekstra meski kekurangan tenaga ahli. Dalam iklim ancaman siber. Cloudflare menilai pimpinan keamanan siber harus terus mengevaluasi tenaga ahli, anggaran, dan strategi agar bisa melindungi organisasinya.  

Merujuk hasil survei Cloudflare, kekhawatiran terhadap ransomware, atau yang disebut sebagai perangkat pemeras, terus meningkat di Indonesia. Sebanyak 65 persen dari organisasi sasaran ransomware selama dua tahun terakhir akhirnya membayar tebusan, padahal mayoritas dari mereka sebelumnya menyatakan tidak akan melakukan hal itu.  

“Mempertahankan diri dari serangan siber tetap menjadi prioritas,” tutur Kenneth. “Sebanyak 93 persen responden mengungkapkan bahwa 10 persen lebih anggaran TI mereka telah dikeluarkan untuk keamanan siber.”

 

Organisasi Bisa Diserang Berkali-kali

Sistem Remote Desktop Protocol (RDP) atau Virtual Private Network (VPN) menjadi pintu masuk peretas yang paling umum, terbukti dalam 65 persen kasus yang disurvei oleh Cloudflare. Ada juga temuan soal 40 persen responden yang mengalami pelanggaran data dalam kurun waktu setahun terakhir. Sebanyak 38 persen dari korban ransomware ini bahkan sudah diserang hingga lebih dari 11 kali.

Dalam laporan Cloudflare, jenis industri yang paling banyak mengalami pelanggaran data adalah bisnis perjalanan, disusul pariwisata, perhotelan, pendidikan, pemerintahan, kemudian informasi dan teknologi. Pelaku paling sering menargetkan data pelanggan, data keuangan, kemudian kredensial akses pengguna.

Yohanes Paskalis

Yohanes Paskalis

Mulai ditempa di Tempo sebagai calon reporter sejak Agustus 2015. Berpengalaman menulis isu ekonomi, nasional, dan metropolitan di Tempo.co, sebelum bertugas di desk Ekonomi dan Bisnis Koran Tempo sejak Desember 2017. Selain artikel reguler, turut mengisi rubrik cerita bisnis rintisan atau startup yang terbit pada edisi akhir pekan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus