Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 1 Mei 1956, seorang dokter di Jepang melaporkan terdapat epidemi penyakit sistem saraf pusat yang tidak diketahui. Hari itu ditandai sebagai penemuan penyakit Minamata secara resmi. Penyakit ini merupakan contoh khas dari kerusakan kesehatan terkait polusi di Jepang. Penyakit ini pertama kali ditemukan di sekitar Teluk Minamata, Prefektur Kumamoto dan lembah Sungai Agano, Prefektur Niigata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengacu healthandevironment.org, awal mula penyakit Minamata muncul karena Jepang terkontaminasi dengan merkuri dari pabrik terdekat yang memproduksi asetaldehida kimia (pipa limbah kimia Chisso Corporation) pada akhir 1950-an. Saat itu, kontaminasi tersebut terjadi di Teluk Minamata. Penyakit ini terjadi dari merkuri yang dibiotransformasikan oleh bakteri dalam air menjadi metilmerkuri atau merkuri organik. Setelah itu, merkuri ini terakumulasi secara hayati dan dibiomagnifikasi dalam otot ikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum diakui secara resmi oleh pemerintah nasional, Minamata dianggap sebagai penyakit misterius atau aneh karena tidak ada yang mengerti penyebab kematian atau kesakitan tersebut. Lalu, pada 21 April 1956, seorang gadis berusia 5 tahun dengan pasien lainnya menunjukkan gejala aneh, seperti ketidakmampuan untuk berbicara dan berjalan.
Penyakit ini semula dianggap sebagai penyakit menular dengan gejala aneh yang berkembang. Masih pada tahun sama, terdapat 45 kasus serupa yang dilaporkan dari tiga tahun lalu.
Awalnya, pencemaran tersebut ditandai dengan kucing lokal yang memakan ikan mulai mati. Kemudian, populasi lokal orang yang bergantung pada ikan juga mengalami sakit, terutama janin dan anak-anak. Bahkan, lebih dari 2.000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya mengalami luka yang melumpuhkan akibat mengonsumsi ikan tersebut.
Setelah salah satu dokter di Jepang mengidentifikasi penyakit Minamata, penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya. Lalu, pada 1968, pemerintah Jepang mengumumkan bahwa penyakit Minamata terjadi karena konsumsi ikan dan kerang yang terkontaminasi senyawa metilmerkuri dari pabrik kimia.
Penyakit ini merupakan gangguan pada sistem saraf pusat dan menunjukkan berbagai tanda serta gejala, termasuk gangguan sensorik di bagian distal empat ekstremitas, ataksia, dan kontraksi konsentris bidang visual, seperti tertulis env.go.jp.
Menurut hg-nic, gejala lain dari penyakit Minamata juga dapat terjadi dalam kondisi ringan, seperti kram, perilaku emosional aneh, kehilangan ingatan, dan bidang penglihatan menyempit. Setelah menunjukkan gejala tersebut, dalam beberapa kasus ekstrem, penderita penyakit Minamata mengalami kegilaan, kelumpuhan, koma, dan kematian. Kondisi ekstrem ini terjadi dalam beberapa minggu setelah timbulnya gejala. Bahkan, beberapa penderita penyakit ini tidak memiliki kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir karena tidak mampu berbicara.
Saat ini, penyakit Minamata tidak lagi terjadi di Jepang karena tindakan klinis dan perlindungan yang diambil setelah penemuan penyakit dengan cepat dan tepat ditangani pemerintah Jepang. Namun, setiap orang perlu menjaga dan melestarikan lingkungan untuk mencegah penyakit ini. Sebagai langkah-langkah mengatasi pencemaran lingkungan perlu upaya maksimal dengan melakukan penghapusan sedimen yang terkontaminasi dari teluk dan dasar sungai serta pemantauan tingkat metilmerkuri dalam ikan dan air limbah.
Pilihan Editor: Kisah Kehidupan Korban Racun Merkuri Minamata di Jepang