Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Guru Besar FKUI Sebut Cuaca Panas Juga Berdampak pada Layanan Kesehatan

Bukan hanya masyarakat biasa, cuaca panas juga berpotensi menghambat tenaga medis memberikan layanan kesehatan pada masyarakat.

5 Mei 2024 | 10.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi anak-anak di saat cuaca panas. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengatakan fenomena cuaca panas di Indonesia yang mulai dirasakan sejak awal Mei 2024 berpotensi menghambat tenaga medis memberikan layanan kesehatan pada masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Banyak dibicarakan tentang suhu panas di berbagai negara sekarang ini, juga mungkin akan melanda negara kita,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan cuaca panas dapat bisa bikin mudah lelah akibat kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. Hal itu juga dapat dirasakan tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) meski sedang bertugas di dalam gedung. Akibatnya, ada potensi masyarakat jadi lebih telantar dalam mengakses layanan kesehatan

Dampak lain akibat cuaca panas yakni kemungkinan lebih sering kecelakaan lalu lintas maupun  di tempat kerja. Menurutnya, dehidrasi saat cuaca panas bisa dipicu ketersediaan air bersih yang terbatas, serta makanan yang dikonsumsi tidak tercuci dengan bersih.

“Makanya terjadi berbagai penyakit akibat konsumsi makanan kotor, mulai dari diare sampai keracunan makanan,” ujarnya.

Dampak pada kesehatan
Selain dehidrasi, dampak cuaca panas bagi kesehatan yang secara umum dapat dirasakan yakni kejang otot (heat cramp), kelelahan berlebihan (heat exhaustion), bahkan serangan panas (heat stroke) dalam bentuk gangguan neurologis. Di sisi lain, fenomena ini dapat memperburuk keadaan pemilik penyakit kronis atau masalah kesehatan sebelumnya.

“Penyakit mereka dapat jadi makin memburuk kalau dilanda cuaca panas yang tinggi,” ucap Tjandra.

Ia menyarankan agar kesehatan tetap terjaga, baik tenaga kesehatan maupun masyarakat, untuk tetap tenang menghadapi situasi terkini dan menunggu informasi terkait perkembangan cuaca terkini dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di sisi lain, perlu adanya penerapan gaya hidup sehat dengan menjaga asupan gizi seimbang serta kebutuhan mineral agar tidak mudah terserang penyakit, termasuk berolahraga di sela aktivitas agar tubuh tetap bugar.

“Pastikan juga untuk tetap terhidrasi dengan minum air putih enam sampai delapan gelas sehari,” ujar mantan Direktur Penyakit Menular Asia Tenggara itu.

Sebelumnya, Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, memastikan fenomena udara panas yang melanda Indonesia beberapa hari terakhir bukan merupakan gelombang panas (heatwave) melainkan cuaca panas yang diperkirakan bakal berlangsung hingga Agustus atau September akibat adanya gerak semu matahari. BMKG menilai hal itu merupakan siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun sehingga potensi suhu panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahun.

“Peningkatan suhu itu tidak sama dengan apa yang dialami sejumlah negara Asia lain seperti Myanmar, Thailand, India, Bangladesh, Nepal, dan Cina,” katanya.

Ia pun meminta meminimalkan waktu di bawah paparan sinar matahari pukul 10.00-16.00 WIB dan mengoleskan tabir surya SPF 30+ setiap dua jam untuk melindungi permukaan kulit.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus