Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kontroversi Sinetron Suara Hati Istri, KOMPAKS: Hapus Tontonan Tak Mendidik

KOMPAKS mengecam keras penayangan sinetron Suara Hati Istri - Zahra di Indosiar yang melanggengkan dan memonetisasi praktik perkawinan anak.

2 Juni 2021 | 14.46 WIB

Sinetron Suara Hati Istri Zahra. Foto: dok.Indosiar
Perbesar
Sinetron Suara Hati Istri Zahra. Foto: dok.Indosiar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) mengecam keras penayangan sinetron “Suara Hati Istri” di Indosiar yang melanggengkan dan memonetisasi praktik perkawinan anak. Sinetron “Suara Hati Istri” menurut perwakilan KOMPAKS telah mempertontonkan jalan cerita, karakter, dan adegan yang mendukung dan melanggengkan praktik perkawinan anak, bahkan kekerasan seksual terhadap anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Riska Carolina dari KOMPAKS menyebut tontonan yang tidak mendidik masyarakat akan menghapus upaya masyarakat sipil memerangi kekerasan seksual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Yang paling penting karena ini melibatkan banyak pihak sehingga terjadi secara sistematis, termasuk pemerintah secara usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki sesuai UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974. Selain itu, UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan usia anak adalah sampai dengan 18 tahun," katanya.

Saat ini KOMPAKS tengah menyoroti tayangan sinetron “Suara Hati Istri - Zahra” yang mempertontonkan pemeran Zahra yang diperankan LCF yang berusia 15 tahun sebagai karakter berusia 17 tahun yang menjadi istri ketiga dari lelaki berusia 39 tahun. Ia menyatakan masyarakat masih diberikan tontonan yang sangat tidak mendidik dan menghapuskan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sipil dalam memerangi kekerasan seksual.

Pihaknya mengharapkan hal yang terjadi secara sistematis tersebut dapat berubah sehingga tidak lagi melanggengkan dan memonetisasi pernikahan anak. Selain itu. rumah produksi beserta stasiun televisi swasta diminta dapat menayangkan tayangan yang lebih beredukasi, tidak hanya sekadar menuntut pencabutan masa tayang sinetron "Suara Hati Istri - Zahra" tanpa melakukan edukasi.

"Di film tersebut pemerannya berusia 17 tahun, di mana pemeran aslinya berusia 15 tahun. Jelas itu upaya mempromosikan perkawinan anak dan monetisasi, ini sangat keji, karena mengeksploitasi anak," tegasnya.

Dia juga menegaskan perilaku berakting dengan konteks dalam sinetron tersebut tidak boleh menjadi hal yang diwajarkan. Saat ini, pihaknya akan bersurat kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika atas tayangan tersebut, juga kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan harapan pemeran anak tersebut dapat dilindungi.

Tindakan tersebut ditambah dengan promosi yang dilakukan melalui kanal Youtube, yakni penggunaan judul pemancing klik pada salah satu episodenya: “Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta! Istri Pertama & Kedua Panas? | Mega Series SHI - Zahra Episode 3”

Riska menjelaskan tayangan dan promosi dari sinetron ini telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditujukan untuk kegiatan penyelenggaraan penyiaran baik TV maupun radio di Indonesia, utamanya Pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.”

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus