Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mikrosefali adalah suatu kondisi di mana kepala bayi lebih kecil daripada anak-anak lain pada usia yang sama. Kondisi ini mungkin hadir saat bayi lahir. Mengutip Cleveland Clinic, mikrosefali terbilang kondisi yang langka, yakni hanya terjadi pada 2-12 bayi per 10.000 kelahiran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengutip Healthline, mikrosefali dapat didiagnosis sebelum lahir dengan menggunakan ultrasonografi prenatal. Untuk membuat diagnosis saat bayi masih dalam kandungan, USG harus dilakukan pada akhir trimester kedua atau pada trimester ketiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Setelah bayi lahir, mikrosefali dapat didiagnosis dengan mengukur lingkar kepala bayi dan membandingkannya dengan ukuran kepala normal bayi baru lahir. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan mendapatkan riwayat prenatal dan kelahiran anak secara lengkap. Dokter akan bertanya kepada orang tua tentang perkembangan anak, seperti merangkak dan berjalan karena mikrosefali kerap disertai dengan cacat intelektual.
Mengutip Mayo Clinic, mikrosefali biasanya merupakan dampak dari masalah perkembangan otak yang dapat terjadi di dalam kandungan atau selama masa bayi. Mikrosefali bisa juga bersifat genetik. Penyebab lain mikrosefali lainnya dapat termasuk:
1. Craniosynostosis
Sekering awal sendi (jahitan) antara lempeng tulang yang membentuk tengkorak bayi membuat otak tidak tumbuh. Mengobati craniosynostosis biasanya berarti bayi membutuhkan pembedahan untuk memisahkan tulang yang menyatu. Operasi ini mengurangi tekanan pada otak, memberikan ruang yang cukup untuk tumbuh dan berkembang.
2. Perubahan genetik
Seperti down syndrome dan sejumlah kondisi serupa lainnya.
3. Penurunan oksigen ke otak janin (anoksia serebral)
Komplikasi tertentu dari kehamilan atau persalinan dapat mengganggu pengiriman oksigen ke otak bayi.
4. Infeksi ditularkan ke janin selama kehamilan
Ini termasuk toksoplasmosis, cytomegalovirus, campak Jerman (rubella), cacar air (varicella) dan virus Zika.
4. Paparan obat-obatan, alkohol atau bahan kimia beracun tertentu di dalam kandungan
Semua ini dapat mempengaruhi perkembangan otak janin selama kehamilan.
5. Malnutrisi parah
Tidak mendapatkan nutrisi yang cukup selama kehamilan dapat merusak perkembangan otak janin.
6. Fenilketonuria yang tidak terkontrol, juga dikenal sebagai PKU, pada ibu
PKU menghambat kemampuan ibu untuk memecah asam amino fenilalanin dan dapat mempengaruhi perkembangan otak janin selama kehamilan.
HATTA MUARABAGJA