Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mengenal Smiling Depression Beserta Penyebab dan Gejala

Smiling depression adalah istilah untuk orang yang hidup dengan depresi di dalam namun tampak selalu tersenyum, aktif, dan sangat bahagia.

16 Desember 2022 | 20.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi wanita depresi. (Pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bunuh diri sebenarnya bukan penyakit mental. Potensi serius ini muncul akibat gangguan kesehatan mental yang tidak terobati. Depresi sering dikaitkan dengan kesedihan, kelesuan, dan keputusasaan. Ada juga kondisi yang disebut smiling depression atau depresi tersenyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir dari Healthline, smiling depression adalah istilah untuk orang yang hidup dengan depresi di dalam namun tampak selalu tersenyum, aktif, dan sangat bahagia, bahkan mungkin disebut normal atau sempurna oleh beberapa orang. Padahal, kondisi ini masuk ke dalam kategori gangguan depresi mayor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang yang mengalami depresi tersenyum dari luar tampak bahagia atau puas di mata orang lain. Namun di dalam, mereka akan mengalami gejala depresi yang sangat tidak nyaman. Berbeda dengan beberapa orang yang mengalami depresi dan dapat diketahui dari beberapa gejala seperti perubahan nafsu makan, berat badan, tidur, kelelahan atau kelesuan, perasaan putus asa, kurang harga diri, harga diri rendah, serta kehilangan minat atau kesenangan dalam melakukan hal-hal yang pernah dinikmati.  

Penderita smiling depression mungkin mengalami beberapa atau semua hal di atas tetapi di depan umum mereka tetap terlihat aktif, punya pekerjaan tetap, punya kehidupan sosial dan keluarga yang harmonis, selalu ceria, optimis, dan umumnya bahagia. Hal yang mendorong mereka terus berpura-pura bahagia karena merasa jika menunjukkan tanda-tanda depresi atau mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, itu akan menjadi tanda kelemahan dan bisa membebani siapa pun hingga berujung dunia akan lebih baik tanpanya. 

Karena itu, risiko bunuh diri penderita smiling depression cenderung lebih tinggi karena orang dengan depresi berat terkadang merasa ingin bunuh diri tetapi tidak memiliki energi untuk bertindak atas pemikiran ini. Sementara, orang dengan smiling depression lebih memiliki energi sehingga bisa menindaklanjuti niatnya. Berikut penyebab orang mengalami smiling depression.

Perubahan hidup yang besar 
Seperti jenis depresi lain, smiling depression dapat dipicu situasi kegagalan, mulai dari pekerjaan atau hubungan.  

Penghakiman 
Secara budaya, orang mungkin menghadapi dan mengalami depresi secara berbeda, termasuk merasakan lebih banyak gejala somatik (fisik) daripada gejala emosional. Para peneliti percaya perbedaan ini mungkin ada hubungannya dengan pemikiran yang berorientasi internal versus eksternal. Jika pemikiran berorientasi eksternal, Anda mungkin tidak fokus pada keadaan emosional batin tetapi mungkin mengalami lebih banyak gejala fisik.

Di beberapa budaya atau keluarga, tingkat stigma yang lebih tinggi juga dapat berdampak. Misalnya, mengungkapkan emosi dapat dilihat sebagai meminta perhatian atau menunjukkan kelemahan atau kemalasan. Jika orang mengatakan, "Lupakan saja" atau "Kamu tidak berusaha cukup keras" untuk merasa lebih baik, kemungkinan besar Anda tidak akan mengungkapkan emosi ini di masa depan. Hal ini terutama berlaku untuk pria yang memiliki sifat maskulinitas sehingga pemikiran pria sejati jangan menangis menjadikan kecil kemungkinannya untuk mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental. Orang yang merasa akan dihakimi karena gejala depresi akan lebih cenderung berpura-pura dan menyimpannya untuk diri mereka sendiri. 

Media sosial 
Dikutip dari Medical News Today, sebanyak 69 persen populasi di Amerika Serikat menggunakan media sosial, tersedot atas realita yang dibangun di sana dan merasa gagal atas hidup sendiri.  

Ekspektasi 
Kita semua terkadang memiliki harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri untuk menjadi lebih baik atau lebih kuat. Orang juga dipengaruhi ekspektasi luar, mulai dari dari rekan kerja, orang tua, saudara kandung, anak, atau teman. Jika memiliki harapan yang tidak realistis untuk diri sendiri demi memikirkan harapan dari orang lain, kemungkinan ia akan menyembunyikan perasaan jika tampaknya tidak memenuhi harapan tersebut. Penganut perfeksionisme mungkin lebih berisiko karena standar sangat tinggi yang mereka pegang. 

Mendiagnosa smiling depression 
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), smiling depression muncul dengan gejala antitesis (bertentangan) dengan gejala depresi biasa. Hal ini dapat mempersulit proses diagnosa. Kesulitan lain dalam mendiagnosis smiling depression adalah banyak orang bahkan mungkin tidak tahu mereka depresi atau tidak mencari bantuan.

Biasanya, penderita harus sadar mereka membutuhkan profesional kesehatan mental seperti psikiater dan mulai memikirkan terkait gejala yang hampir dirasakan sepanjang hari dalam dua minggu. Adapun, gejala-gejala ini dapat dilihat dari cara berpikir dan menangani aktivitas sehari-hari, seperti tidur, makan, dan bekerja. 

Pengobatan 
Mengobati depresi jenis ini serupa dengan pengobatan tradisional lain untuk gangguan depresi mayor yang meliputi obat -obatan, psikoterapi, dan perubahan gaya hidup. Langkah terpenting dalam menemukan pengobatan untuk smiling depression adalah membuka diri terhadap orang di sekitar, bisa profesional, teman, atau anggota keluarga. Berbicara dengan profesional dapat sangat membantu gejala depresi karena profesional dapat membantu menemukan strategi yang dipersonalisasi untuk mengatasi dan taktik untuk proses berpikir negatif. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus