Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Berita Tempo Plus

Malas Belum Tentu Gejala Gangguan Jiwa

Perilaku malas memang bisa menjadi salah satu gejala awal gangguan kesehatan jiwa. Namun perlu pemeriksaan khusus untuk memastikan adanya tanda-tanda masalah kesehatan jiwa. Pandemi Covid-19 menambah risiko masyarakat mengalami gangguan kejiwaan. 
 
 
 

11 September 2022 | 00.00 WIB

Sering rebahan sebagi salah satu gejala gangguan jiwa tahap awal. Pexels
Perbesar
Sering rebahan sebagi salah satu gejala gangguan jiwa tahap awal. Pexels

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Beberapa hari lalu, jagat media sosial Tanah Air dihebohkan oleh unggahan seorang tenaga medis yang menyebutkan ciri-ciri gejala gangguan jiwa ringan. Konten yang dibungkus dalam sebuah video pendek itu menyebutkan gejala berupa malas mandi, gemar tiduran seharian, hingga sulit tidur pada malam hari. 
 
Unggahan di media sosial TikTok itu sudah ditonton lebih dari 2 juta warganet. Video tersebut juga sudah diunggah ulang warganet berkali-kali ke berbagai media sosial lainnya. Namun tak sedikit warganet yang risau lantaran gejala awal gangguan jiwa ringan tersebut kerap dialami. 
 
Salah satu warganet yang gundah itu adalah Galih Rahmad. Pria berusia 35 tahun itu sempat mengunggah ulang video singkat itu di akun media sosialnya. Galih menambahkan kalimat yang berisi kekhawatiran akan kebenaran dari konten tersebut. "Dari malas mandi, mageran (bermalas-malasan), sampai susah tidur itu saya alami. Saya jadi takut," kata pria yang bekerja di salah satu bank swasta itu, Kamis lalu. 

Malas mandi sebagi salah satu gejala gangguan jiwa tahap awal. Pexels

 
Menurut Galih, awalnya ia tak semalas sekarang. Tapi, sejak masa pandemi Covid-19 dan kebijakan bekerja dari rumah, perilakunya berubah. Lantaran hanya di rumah, Galih jadi malas untuk berkegiatan. "Karena hanya di kamar seharian di depan laptop, ya sudah, jadi malas segalanya. Sekarang pergi ke luar rumah saja malas."  
 
Sementara itu, gejala susah tidur sudah ia alami sejak sebelum terjadi pandemi. Terlebih jika sedang ada banyak pikiran alias sering stres. Namun, setelah melihat konten video gejala awal gangguan jiwa ringan, Galih berencana berkonsultasi ke psikolog. 
 
Adapun Farahita, perempuan berusia 34 tahun, penasaran akan kebenaran konten video gejala awal gangguan jiwa ringan tersebut. Sebab, menurut dia, perilaku malas mandi sampai susah tidur terlalu konyol. "Aneh saja. Semudah itu disimpulkan gangguan jiwa," tutur Fara, sapaannya. Warga Semarang, Jawa Tengah, itu khawatir video tersebut justru menyesatkan warganet. "Apalagi warganet di sini mudah percaya pada sebuah konten."  
 
Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, menyebutkan perilaku malas mandi hingga sering tiduran di kamar belum bisa dijadikan patokan untuk menentukan gejala awal gangguan jiwa. Sebab, menurut Nina—begitu Anna Surti Ariani biasa disapa—terdapat empat tahapan untuk menentukan status seseorang sebagai orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
 
Empat rangkaian status kejiwaan itu berupa kadar ketakutan. Tahap pertama atau fungsional, misalnya, adalah takut pada sesuatu yang memang mengancam. Namun rasa takut itu hilang setelah peristiwa selesai, dan ini merupakan perilaku adaptif untuk situasi menakutkan. 
 
Tingkat kedua adalah ketakutan yang agak tidak realistis dan berlebihan. Ketakutan itu masih ada meski peristiwa sudah berlalu sehingga memunculkan perilaku yang kurang tepat. Lanjut pada tingkat ketiga, yakni ketakutan berlebihan dan tidak realistis. Ketakutan masih ada meski peristiwa sudah berlalu, bahkan khawatir akan kejadian berikutnya, hingga berperilaku merusak untuk mengatasi ketakutan. Menurut Nina, tingkat ketiga ini termasuk kategori ODMK.
 
Adapun tahap keempat meliputi ketakutan yang sangat tidak realistis. Ketakutan tersebut tak berhenti, hingga melakukan tindakan berbahaya demi mengatasi ketakutannya. Tahap ini termasuk ODGJ.
 
Walhasil, Nina menyebutkan perilaku susah tidur terlalu luas untuk dibagi dalam empat tahapan tersebut. Sebagai contoh, susah tidur karena masalah pekerjaan. Hal itu masih dianggap wajar alias adaptif. "Sama sekali bukan gangguan kejiwaan atau wajar terjadi," kata Nina ketika dihubungi pada Jumat pekan lalu. 
 
Selanjutnya, jika sulit tidur karena harus melakukan ritual khusus, seperti membersihkan diri hingga memakai masker wajah, hal itu bisa jadi masuk tahap kedua. Lagi-lagi belum masuk masalah kejiwaan.
 
Namun, jika sulit tidur terjadi terus-menerus hingga mengganggu kehidupan, hal itu masuk tahap ketiga atau ODMK. Paling parah jika sulit tidur berlebihan sampai tak mempan minum obat tidur dan justru melakukan hal yang berbahaya, hal itu masuk tahap keempat atau ODGJ. "Untuk menentukan seseorang ODMK atau ODGJ tidak bisa dilakukan mandiri. Butuh pemeriksa ahli," kata Nina. 

Gejala gangguan jiwa tahap awal. Pexels

 
Sependapat dengan Nina, psikolog klinis sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Mellia Christia, meminta masyarakat tak mudah risau oleh video gejala gangguan kesehatan jiwa yang viral di media sosial itu. Menurut Mellia, memastikan seseorang mengalami gangguan jiwa tak semudah membalikkan telapak tangan. 
 
Butuh bantuan psikolog untuk menganalisis serta menyimpulkan seseorang mengalami gangguan dan masalah kejiwaan. Mellia mengatakan perlu pemeriksaan mendalam, seperti asesmen, wawancara, serta tes psikologi, untuk memastikan ada-tidaknya gejala gangguan jiwa pada seseorang. "Bahkan wawancara harus dilakukan terhadap keluarga, rekan kerja, dan orang terdekat. Jadi, perlu juga dilihat dari berbagai sudut pandang," tutur Mellia ketika dihubungi pada Kamis pekan lalu. 
 
Mellia mengatakan perilaku malas mandi, doyan bermalas-malasan, hingga sulit tidur memang termasuk gejala awal gangguan jiwa. Namun tak berarti masyarakat mudah menyimpulkan seseorang mengalami gejala awal gangguan jiwa ringan dengan sebatas mencocokkan kebiasaan-kebiasaan tersebut. 
 
Jadi, perilaku malas mandi hingga rebah-rebahan terlalu dini untuk dikaitkan dengan gejala awal gangguan kejiwaan. Sebab, gejala gangguan jiwa lazimnya berjalan dalam kurun waktu yang lama. Minimal dalam waktu enam bulan terakhir. Selain itu, perlu dilihat perilaku tersebut terus-menerus dilakukan atau hanya pada waktu tertentu. "Jadi, bukan baru sekali-dua kali malas mandi dan susah tidur lalu dikatakan gejala gangguan kejiwaan." 
 
Namun Mellia meminta masyarakat tak begitu saja menganggap enteng perilaku malas tersebut. Sebab, jika perilaku malas sudah mengganggu kegiatan sehari-hari,  sebaiknya berkonsultasi kepada psikolog klinis atau psikiater.
 
Menurut Mellia, sejatinya pandemi Covid-19 ikut andil mendorong risiko gangguan kesehatan mental. Sebab, pandemi seketika mengubah pola hidup masyarakat. Belum lagi stres terhadap ancaman virus, membuat banyak orang mengalami kecemasan berlebihan. "Kematian orang yang dikenal karena Covid-19 juga menciptakan stres yang tinggi," ujarnya.
 
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan juga menyebutkan pandemi Covid-19 menambah risiko masalah kesehatan jiwa. Selain ancaman jangkitan virus, rupanya kebijakan pembatasan jarak fisik, isolasi, hingga ketidakpastian selesainya pandemi memunculkan kecemasan serta tekanan mental masyarakat. Padahal sebelum masa pandemi pun kondisi gangguan kesehatan jiwa masyarakat Indonesia cukup mengkhawatirkan. 
 
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,  lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. 
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Celestinus Eigya Munthe, pada Oktober tahun lalu menjelaskan Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk. Artinya, sekitar 20 persen populasi di Indonesia berpotensi mengalami masalah gangguan kejiwaan. “Ini masalah yang sangat tinggi karena 20 persen dari 250 juta jiwa secara keseluruhan berpotensi mengalami masalah kesehatan jiwa.”  
 
INDRA WIJAYA
 
 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus