Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu cara mencegah terjadinya defisiensi vitamin D adalah dengan mendapatkan asupan sinar matahari yang cukup bagi kulit. Meskipun begitu, di Indonesia, negara yang sangat kaya akan sinar matahari, defisiensi vitamin D tetap rentan terjadi pada masyarkatnya. Mengapa demikian?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia adalah salah satu negara tropis yang terletak di dekat garis ekuator. Hal ini menjadikan matahari sebagai pusat tata surya sering mampir ke Indonesia. Ketika matahari berada di garis ekuator, suhu di sekitarnya pun kian meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari penelitian berjudul Vitamin D sebagai Pencegahan Penyakit Degeneratif hingga Keganasan: Tinjauan Pustaka yang terbit di Jurnal Medula, studi yang dilakukan di Bekasi dan Jakarta mengenai defisiensi vitamin D mengemukakan bahwa terdapat prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 50 persen pada wanita usia 45-55 tahun.
Penelitian yang dirilis pada 2019 itu membuktikan bahwa kedekatan tempat tinggal dengan garis ekuator tidak menjanjikan terbebas dari defisiensi vitamin D. Adapun status sebagai negara tropis sejalan dengan kemungkinan masyarakatnya kekurangan vitamin D.
Kurangnya paparan sinar matahari memang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya defisiensi vitamin D. Lalu bagaimana bisa orang Indonesia kekurangan vitamin D?
Penyebab Defisiensi Vitamin D
Masih dikutip dari sumber yang sama, berikut adalah faktor-faktor penyebab masyarakat Indonesia masih mengalami defisiensi vitamin D:
1. Penggunaan tabir surya
Tabir surya adalah produk perawatan kulit yang dapat menyerap UVA dan UVB. Akibatnya, radiasi UVB ke dalam kulit jadi terhambat dan menghalangi proses perubahan 7-dehidrokolesterol untuk menjadi vitamin D yang lebih aktif. Diketahui bahwa tabir surya menangkal proses tersebut hingga 98 persen.
2. Pigmentasi kulit
Semakin gelap warnanya, maka semakin tinggi pula kadar melanin pada kulit. Melanin adalah zat yang sama fungsinya dengan tabir surya, yakni menghambat radiasi UVB. Karena itu, orang-orang berkulit gelap membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terpapar sinar matahari agar bisa memperoleh vitamin D secara maksimal.
3. Pakaian tertutup
Di Indonesia, mayoritas orang khususnya wanita, menutup bagian-bagian tubuhnya dengan pakaian serba panjang karena alasan kesopanan. Hal ini sebenarnya membuat bagian-bagian kulit yang tertutup pakaian sulit mendapat radiasi sinar UVB. Akibatnya, kadar vitamin D yang terkandung pada bagian tersebut pun berbeda dengan bagian yang terpapar matahari secara langsung.
Penelitian yang telah disebutkan sebelumnya juga menjelaskan bahwa dibutuhkan minimal 20 persen bagian tubuh untuk terpapar matahari, sehingga vitamin D dalam tubuh tercukupi.
4. Memiliki gangguan pada ginjal
Ginjal yang mengalami kerusakan akan menghambat proses metabolisme vitamin D. Hal ini karena ginjal adalah organ yang berperan penting dalam pembentukan vitamin D.
Pasien gangguan ginjal kronik dapat semakin kekurangan vitamin D sebab mereka membutuhkan hemodialisis. Alat ini akan menyebabkan pasien mengalami ketidakmampuan mencukupi 1,25-dihidroksivitamin D. Efeknya adalah menghambat hormon paratiroid.
5. Obesitas
Orang yang memiliki berat badan berlebih atau obesitas lebih condong memiliki kadar serum vitamin D3 yang lebih rendah ketimbang yang berbobot ideal. Jumlah vitamin D yang didapatkan orang obesitas dari makanan dan sintesis kulit akan berkurang pada saat melakukan produksi.
Hal ini terjadi karena banyaknya vitamin D yang tidak dapat dilepaskan ke sirkulasi sebab adanya penurunan bioavailabilitas. Maka dari itu, menjaga berat badan agar tetap normal menjadi penting untuk menghindari terjadinya diferensiasi vitamin D.
PUTRI SAFIRA PITALOKA