Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Kusuma Minayati Sp.KJ, mengatakan depresi adalah salah satu kondisi gangguan psikiatris yang mungkin muncul pada anak yang menjalani pengobatan kanker. Ia mengatakan mendiagnosis depresi pada anak yang sedang menjalani pengobatan kanker juga tidak mudah karena ada perubahan konsentrasi, pola tidur, perubahan nafsu makan, dan menurunnya energi yang juga disebabkan penyakit medisnya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Gangguan psikiatris pada anak bisa berbagai macam bentuknya, paling banyak dari kelompok depresi. Tapi ada juga hal-hal yang terkait n perkembangan saraf, ADHD, dan autistik,” katanya dalam webinar oleh RSCM, Jumat, 25 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi depresi anak bisa mempengaruhi kualitas hidup dan kepatuhan terhadap pengobatan yang harus dijalaninya. Selain depresi, gangguan psikiatris yang bisa muncul pada anak dengan kanker adalah kecemasan, terutama anticipatory atau perasaan khawatir sebelum suatu kejadian terjadi.
“Kecemasan anticipatory sering terjadi, yang dapat diatasi dengan intervensi perilaku, edukasi, atau obat-obatan, tergantung tingkat keparahan gejalanya,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi psikiatris lain yaitu delirium, yaitu adanya perubahan kesadaran yang kumulatif karena kondisi medis umum yang mendasari. Biasanya gejala yang muncul seperti gangguan tidur dan iritabilitas atau mudah marah. Hal itu memerlukan pengenalan dan penanganan dengan beberapa alat diagnosis serta intervensi yang mengelola gejala karena ini bagian dari kondisi medis agar ada perbaikan.
Muncul sejak awal
Gangguan psikiatris bisa muncul sejak awal ditemukan diagnosis. Anak bisa merasa stres dan cemas karena harus rutin ke rumah sakit dan bertemu dokter. Kecemasan juga bisa terjadi karena perubahan kebiasaan, seperti harus sering izin dari sekolah dan perubahan perilaku saudara kandung dan orang tua.
“Jadi saat anak membutuhkan perawatan intensif membuat ibunya lupa kakak atau adiknya, saudaranya jadi ada masalah perilaku. Itu bisa menimbulkan distress pada anak yang sedang berobat kanker,” papar Kusuma.
Di sisi lain, perjalanan kemoterapi, pembedahan, dan radiasi juga mempengaruhi keterampilan hidup dan anak yang masih dalam tumbuh kembang harus mengejar poin perkembangan yang tertinggal dan bisa membuat anak stres. Karena itu diperlukan kedekatan orang tua dan anak agar bisa memberikan pemahaman dan kenyamanan sesuai perkembangan usia dengan komunikasi yang baik agar anak bisa memahami apa yang sedang terjadi dengan dirinya.
“Anak memang tidak mudah mengungkapkan apa yang dia rasa. Kita bisa menggunakan teknik-teknik yang dekat dengan keseharian anak, misalnya sambil bermain. Jadi misalnya kita bisa menunjukkan gambar untuk menunjukkan rasa nyerinya kayak apa sih,” kata Kusuma.
Pilihan Editor: Alasan Pasien Kanker Lansia Tak Dianjurkan Pengobatan Kemoterapi