Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

30 April 2024 | 17.39 WIB

Penutupan akses jalan di depan kantor BRIN di Jalan Raya Serpong-Parung gagal dilakukan, Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Perbesar
Penutupan akses jalan di depan kantor BRIN di Jalan Raya Serpong-Parung gagal dilakukan, Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang - Pensiunan peneliti atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong mengatakan permintaan pengosongan aset rumah dinas Puspitek sudah ada sejak 2017. Namun permintaan itu mendapat penolakan dari para penghuni sehingga pengosongan rumah dinas batal dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Persatuan Pioner Penghuni Rumah Dinas Puspitek Achiar Oemry mengatakan mereka menolak pengosongan saat itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Pengosongan aset rumah 2017 juga dulu sempat dapat seperti ini dan itu sekali waktu zaman Menteri M Nasir itu. Satu bulan kami harus keluar, tapi kemudian kita demo karena tidak ada kejelasan," ujarnya pada TEMPO, Senin 30 April 2024.

Pada saat itu, kata dia, pengosongan dilakukan untuk mewujudkan keinginan BRIN yang akan membuat akses jalan provinsi baru atau yang saat ini dikenal dengan jalan Lingkar Luar BRIN. 

"Waktu itu mereka ingin mengusir kita yang pensiunan keluar mereka waktu itu mau bikin jalan Provinsi itu. Kita disuruh keluar supaya tidak ada yang menentang. Tapi pada saat yang sama kalau jalan lingkar itu diwujudkan, artinya ada sekitar 50 rumah yang harus dirobohkan," ujarnya.

Ada pula alasan lain, yaitu rumah dinas akan ditempati oleh pegawai aktif. Namun para penghuni tidak percaya. 

"Itu logikanya kan kita keluar karena untuk pegawai baru punya rumah, tapi pada saat yang sama 50 rumah diruntuhkan. logikanya enggak bener kan, enggak jadi kan. Jalan lingkarnya hanya sepotong kan," ujarnya. 

Bahkan dirinya mempertanyakan legalitas pembangunan jalan Lingkar Baru BRIN yang saat ini sudah digunakan untuk umum. 

"Jalan itu dibikin di atas tanah Puspitek, tanah negara. Tanah itu belum dialihfungsikan tanah negara menjadi tanah apalah gitu dan itu yang diteruskan kemudian jadi jalan lingkar dan 50 rumah ini sudah dibongkar," kata dia. 

Mengisi Rumah Dinas Atas Permintaan Negara

Kata Achiar, mereka tinggal di rumah dinas Puspitek tersebut juga bukan atas dasar keinginan pribad, melainkan atas perintah negara di era Menristek BJ Habibie.  

"Kita begini sejak teman teman kita sudah mulai masuk tahun 1982. Itu kan kita diperintahkan untuk pindah oleh instansi masing masing. Waktu itu kalau menolak untuk pindah, pilihannya dia berhenti jadi PNS," kata Achiar. 

Menurut dia, pada saat itu para peneliti dikerahkan untuk mendukung proyek Menteri Habibie. "Kita yang pindah yah ikhlas lah untuk pindah ke Puspitek ini, dari Jogja, Lampung dan mana-mana untuk mengisi lab-lab yang ada di kawasan komplek sini," ujarnya.

Pada masa itu, kata Achiar, BJ Habibie meminta para peneliti untuk tinggal di fasilitas negara yang memang sudah disiapkan. Perumahan di Puspitek Serpong disediakan untuk mendukung para peneliti dalam menjalankan tugasnya. 

"Pada saat itu pak Habibie kan dia datang itu, jadi kita pindah. Dia selalu datang, dia bilang, 'Silakan kalian tinggal di sini seumur hidup kalian lah,' kira-kira gitu bahasanya," kata Achiar menirukan pesan BJ Habibie saat itu.

Pemerintah menyiapkan rumah bagi para peneliti karena lokasi Puspitek Serpong yang saat itu sepi dan terpencil. 

"Daerah Puspitek ini kan dulu terpencil, jauh dari mana mana kan yah. Kalau rumah enggak ada nggak mungkin mau, ke mana kita tinggal kan. Memang tidak ada perjanjian tertulis tapi ada SIP (surat izin penghunian) dikeluarkan," kata dia.

Namun dia tidak memiliki surat resmi atau bukti atas pernyataan dari BJ Habibie tersebut. 

"Memang tidak ada batas dan tidak ada notulen, jadi itu statusnya masih rumah proyek. Karena sampai sekarang pun itu tidak pernah ada data teknis kalau rumah-rumah yang katanya aset negara itu kan golongan 1 nomor 2 dan 3 itu harus melalui kajian teknis yang dilakukan oleh PUPR, dan kajian teknis itu kan harus ada dokumen yang disampaikan. itu sampai sekarang belum pernah ada," ujarnya. 

Menurut Achiar, BRIN hanya mengklaim bahwa rumah dinas yang ditempati para pensiunan Puspitek sebagai rumah negara golongan 1,2 dan 3.

"Itu hanya klaim sepihak saja, tidak ada dasar dokumen atau aturannya. Jadi itu salah satu kelemahan,  lalu menurut peraturan PNS yang tinggal di satu rumah negara 10 tahun berturut-turut itu berhak rumah tersebut statusnya dialihkan golongan 3 dan kemudian bisa dicicil, tapi kita tidak bisa lakukan karena statusnya aja tidak ada," ujarnya.

Wakil penghuni rumah dinas Puspitek itu heran dengan klaim BRIN yang menyatakan jika rumah negara tersebut merupakan rumah negara golongan satu. Orang yang sudah tinggal selama 40 tahun lebih di rumah dinas Puspitek ini mengatakan membayar berbagai macam dari kantong pribadinya. 

"Saya aja sudah 40 tahun lebih sejak tahun 85 dan yang lain itu juga begitu, artinya hak hak kita juga tidak ada karena status rumah tidak jelas karena semua juga kita bayar sendiri. Kalau memang BRIN atau sebelumnya Puspitek mengatakan rumah ini adalah rumah golongan satu seharusnya kita mustinya tidak bayar apa-apa fasilitas negara jadi harusnya kita hanya bawa koper saja," sebutnya. 

Achiar mengatakan, perbaikan rumah itu tidak pernah ada dari pemerintah. Padahal menurut aturan, aset yang dibangun itu jika sudah 30 tahun berturut-turut itu nilainya sudah jadi nol.

"Jadi banyak aturan yang tidak dipenuhi BRIN selama ini,  seperti bayar listrik, air dan perbaikan rumah. Kita pernah ditarik tagihan itu, air sampah dan keamanan itu setiap bulan kita bayar. Tiba-tiba sekarang dihentikan selama BRIN Handoko ini," ujarnya.

MUHAMMAD IQBAL

Pilihan Editor: Kasus TPPU Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang, Polisi Hitung Kerugian Negara

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus