Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lebih dari 109 orang menjadi korban bunuh diri massal sekte hari kiamat di Kenya.
Pemimpin sekte apokaliptik manipulatif dan memanfaatkan orang yang rentan secara mental.
Untuk mencegahnya, perlu membangun budaya berpikir kritis.
Hutan Shakahola di bagian timur Kenya menjadi kuburan massal. Di area seluas lebih-kurang 800 hektare itu ditemukan jenazah lebih dari seratus anggota sekte hari kiamat Good News International. Para korban ditemukan di perkebunan milik pendeta Paul Mackenzie Nthenge, sang pemilik gereja. Selain 109 jenazah itu, ratusan pengikut lainnya masih belum ditemukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak semua pengikut sekte meninggal saat ditemukan. Ada pula yang sedang sekarat, tapi berkukuh tidak mau diselamatkan. Mereka ingin mati lewat kelaparan untuk mencegah hari kiamat.
Nthenge dituduh memikat para pengikutnya ke peternakan di dekat kota pantai Malindi. Ia disebut menyuruh mereka berpuasa sampai mati agar dapat bertemu dengan Yesus. Nthenge berada dalam tahanan polisi sejak 14 April lalu, setelah polisi menggerebek properti tersebut. Dia kini menunggu persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi juga menangkap pendeta lainnya, Ezekiel Odero. Dokumen polisi yang dipresentasikan di pengadilan menyatakan ada sejumlah korban yang merupakan pengikut sekte Odero antara 2022 dan 2023. Jenazah mereka disebut dipindahkan ke hutan Shakahola. Polisi menjerat kedua pendeta itu dengan pasal berlapis, termasuk pasal pembunuhan, pembantuan bunuh diri, penculikan, dan kekejaman terhadap anak.
Pemimpin sekte hari kiamat Good News International Yehezkiel Ombok Odero (kiri ketiga) dikawal petugas di Mombasa, Kenya, 27 April 2023. Reuters/Stringer
Alasan Orang Mau Diminta Bunuh Diri
Pembantaian Shakahola menimbulkan tanda tanya besar. Apa yang mendorong orang-orang itu mau diajak mengakhiri hidupnya. Dicky Pelupessy, psikolog dengan spesialisasi psikologi komunitas dan bencana, mengatakan ada banyak yang faktor yang berperan, di antaranya persuasi pemimpin. Bujukan itu, dia melanjutkan, dilakukan sedemikian rupa secara terstruktur, masif, dan tidak disadari pengikutnya. "Persuasi itu yang menjadi faktor utama,” kata Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Menurut Dicky, para pemimpin sekte kerap menggunakan retorika populer untuk membujuk orang bergabung. Narasinya tak lepas dari agama, spriritualitas, dan keadilan sosial. “Biasanya, di balik sosok yang karismatik dan berwibawa, mereka manipulatif,” ujarnya.
Berdasarkan studi, Dicky melanjutkan, orang manipulatif juga memiliki kecenderungan narsistik dan egosentris. “Orang-orang yang sebetulnya berbahaya ini akhirnya menciptakan pesan yang menarik orang untuk mudah percaya,” kata dia. Sebagian juga mengaku sebagai nabi atau utusan Tuhan yang Dicky yakini sebagai delusi.
Narasi tersebut disampaikan kepada orang-orang yang rentan secara mental. “Bisa karena kemiskinan, sedang gamang, atau sedang dalam pencarian jati diri,” ujar Dicky. Para pemimpin sekte kemudian memberi janji hidup yang terjamin, memberi janji teman atau kelompok, dan langsung diiming-imingi akan mendapatkan apa yang sedang dicari. Kondisi semakin buruk ketika kemudian sang pemimpin tak sebatas mengajak individu, tapi juga keluarga dan anak-anaknya, seperti yang terjadi di Kenya.
Pakar forensik dan detektif membawa jenazah diduga anggota doktrin sekte hari kiamat Good News International di hutan Shakahola, Kilifi, Kenya, 22 April 2023. REUTERS/Stringer
Menteri Dalam Negeri Kenya, Kithure Kindiki, mengatakan sebagian besar dari 109 korban sekte apokaliptik Good News International Church merupakan anak-anak. "Diikuti perempuan. Jumlah pria lebih sedikit," kata Kindiki, Jumat, 28 April lalu. Dari laporan petugas, ada dugaan anak-anak itu tak hanya menahan lapar, tapi juga mendapat siksaan fisik yang terlihat dari luka pada jenazah.
Menurut Dicky, sekte apokaliptik merupakan fenomena gunung es. “Sekte seperti itu selalu ada. Cuma, ia terekspos ketika ada peristiwa,” ujar dia.
Bunuh diri massal mengikuti perintah pemimpin agama menimpa ratusan pengikut Sekte Kuil Rakyat. Pada 1978, dunia dikejutkan oleh bunuh diri massal yang menewaskan lebih dari 900 pengikut sekte di suatu tempat yang mereka beri nama Jonestown, di hutan di Guyana, Amerika Selatan. Sebelumnya, dengan perintah Jim Jones, pemimpin sekte yang dikenal karismatik, para anggota jemaah membunuh Leo Ryan, anggota Kongres Amerika Serikat, yang menyelidiki kegiatan Sekte Kuil Rakyat. Jim Jones menembak kepalanya setelah para pengikutnya tewas akibat menenggak racun.
Menurut Mirra Noor Milla, dosen psikologi Universitas Indonesia, orang otoriter dengan pandangan ekstrem merupakan figur yang menarik bagi mereka yang rentan. Sebab, dia melanjutkan, orang tersebut dianggap memberi kepastian, meski bagi kebanyakan orang dianggap utopis. “Pemimpin sekte biasanya memberikan guidance yang jelas dengan iming-iming tertentu,” kata Mirra. Sebagai balasannya, pengikut rela berkorban. "Meski enggak masuk akal."
#Info Perilaku 4.1.1-Para Penanti Hari Akhir
Sekte Hari Kiamat di Indonesia
Tak hanya di Kenya, sekte hari kiamat juga sempat berkembang di Indonesia. Iming-imingnya lebih-kurang sama: bertemu dengan Tuhan atau terangkat ke surga.
Majalah Tempo edisi 23 November 2003 menulis tentang gereja kiamat di Bandung. Pemimpin mereka, Mangapin Sibuea, meramalkan dunia akan berakhir pada 10 November 2003, tepatnya pada pukul 15.00 WIB. Sang pendeta menjerat hingga 238 orang. Menjelang "hari akhir" itu, mereka berkumpul di gedung tiga lantai di Desa Bale Endah, Jalan Siliwangi, di pinggiran Kota Bandung—yang disebut Pondok Nabi.
Mirip-mirip dengan sekte Good News International Church di Kenya, Mangapin meminta pengikutnya berpuasa. Pendeta yang mengaku sebagai Rasul Paulus Kedua itu membatasi anggota jemaahnya makan tiga sendok nasi dengan lauk ikan asin dan mi goreng sehari. Ketika dievakuasi, banyak penghuni Pondok Nabi yang bertubuh kurus dan berwajah pucat, termasuk ibu yang sedang menyusui. Mangapin kemudian ditangkap dengan tuduhan penodaan terhadap agama dan dihukum 5 tahun penjara.
Anjuran menjalani kehidupan sulit sebelum meraih surga akan mudah diterima bagi orang yang rentan. “Mereka bersedia melakukan itu,” kata Mirra.
Bagus Riyono, lektor Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, mengatakan pemimpin sekte apokaliptik biasanya banyak omong. “Kita bisa melihat omongannya tidak konsisten dan manipulatif."
Untuk menghindari sekte hari kiamat, Bagus melanjutkan, masyarakat perlu mengembangkan budaya berpikir kritis. Menurut dia, jika mendapati ada kerabat atau saudara yang terpapar ajaran tertentu, termasuk sekte hari kiamat, perlu segera dibantu untuk lepas. “Caranya, pancing dengan banyak pertanyaan dan bangun pemikiran kritisnya."
ILONA ESTERINA | REUTERS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo