Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mendorong Rancangan Undang-undang Perkoperasian segera disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. RUU ini akan menjadi perubahan ketiga dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan saat ini jumlah koperasi aktif di Indonesia mencapai 130 ribu. Adapun anggotanya sebanyak 29 juta orang dan volume usaha Rp197 triliun dan aset Rp281 triliun. "Data tersebut memperlihatkan produktivitas yang masih rendah, aset yang besar tidak selaras dengan volume usaha karena sebagian masih status recovery pasca pandemi," ujarnya dalam Forum Redaktur 'Urgensi RUU Koperasi Dalam Menghadapi Perubahan Ekonomi, yang disiarkan di YouTube Tempodotco, Rabu, 25 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mendorong DPR segera mengesahkan RUU Perkoperasian. "Sehingga pada akhir 2023, kami memiliki undang-undang yang baru,” kata Teten.
Saat ini jumlah koperasi di Indonesia didominasi usaha simpan pinjam mencapai 66 persen. "Hal itu berbeda dengan kondisi koperasi di dunia, yang 54 persen disumbang oleh koperasi sektor riil,” ucap Teten.
Sebagian besar atau 80 persen koperasi di Indonesia tergolong skala mikro, yang mereka memiliki keterbatasan dalam sumber daya produksi seperti modal, SDM, keahlian teknologi, akses pasar dan lainnya. Revisi Undang-undang Perkoperasian, menurut Teten, adalah salah satu untuk memajukan koperasi di Indonesia.
Dia menjelaskan, dalam revisi undang-undang, koperasi sektor riil diberikan perhatian khusus dengan berbagai fasilitasi dan insentif. Koperasi sektor riil dapat menyelenggarakan pengadaan bersama, produksi bersama dan pemasaran bersama. Kemudian pengelolaan hak atas kekayaan intelektual, kontrak usaha untuk kepastian pasar produk anggota, hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah, pengembangan usaha berbasis rantai pasok, serta adopsi dan inovasi teknologi.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi, mengatakan ada dua hal yang difokuskan dalan RUU Perkoperasian ini. Pertama, mendorong koperasi mendapatkan satu kesempatan yang sama untuk bergerak di seluruh sektor lapangan usaha. “Kami ingin koperasi sebagai sebuah gerakan ekonomi rakyat mendapatkan kesempatan yang sama," ujarnya.
Kedua, membangun satu ekosistem kelembagaan koperasi yang lebih kuat dan kokoh. "Dua inilah yang kami dorong di dalam RUU Perkoperasian, diharapkan dapat membawa perubahan signifikan bagi keberadaan koperasi ke depan," ujarnya.
Adapun, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina Chandranegara, mengatakan ada tiga hal yang perlu dicermati. Pertama, RUU Koperasi ini punya tujuan utamanya adalah perbaikan tata kelola perkoperasian. Dalam kurun 20 tahun kegiatan ekonomi itu sudah berkembang tapi koperasi masih berwajah yang tradisional. “Akibatnya intensitas koperasi ini mengalami ketertinggalan dalam hal tata kelola," tuturnya.
Kedua, konektivitas antara koperasi dengan berbagai macam bidang usaha lainnya. "UU ini membuka koneksi. Jadi bentuk perbaikan kesempatan dan koneksi antar semua sumber daya ekonomi lainnya," ujarnya.
Ketiga, akuntabilitas dan transparansi. Koperasi tidak hanya diberikan kemudahan, tidak hanya diberikan perbaikan tata kelola, diberikan intensif fiskal dan nonfiskal. “Tapi juga perlu mendapatkan bentuk pertanggungjawaban, transparasi, dan akuntabilitas," kata Ibnu.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, RUU Perkoperrasian lebih komprehensif dibandingkan sebelumnya. Sebab, meletakan kapasitas anggotanya, bukan pada pengurus.
"Itu yang penting. Karena persoalan di publik itu adalah pemikiran pengurus itu seolah-olah paling berkuasa. RUU lebih banyak anggota yang punya kapasitas, kreativitas, dan inovasi," kata Trubus.
Kedua, UU ini sudah mengantisipasi perkembangan teknologi khusunya digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI) yang akan berkembang ke depan. "Sehingga nantinya hal-hal yang terkait dengan simpan pinjam yang selama ini dipandang sebagai bentuk kapitalisme, sudah ditiadakan. Artinya sudah betul-betul kekuatan kekeluargaannya. Karena kunci di sini adalah masalah kepemilikan dan kebersamaan," ucap dia.
Ketiga, tata kelolanya jauh lebih transparan. "Ini peluang bagi generasi Z untuk tertarik pada koperasi, kalau RUU ini benar-bernar diketok, artinya diberlakukan sehingga nanti implementasinya ke depan menjadi daya tarik sendiri bagi gen Z," ujarnya.
Keempat, dalam RUU ini masalah sanksi ditonjolkan karena dalam undang-undang sekarang tidak ada. "Yang paling kunci di RUU ini adalah substansinya lebih menekankan pada partisipasi publiknya dan anggota tidak hanya menjadi subjek tapi juga menjadi objek. Saya rasa RUU ini cukup strategis untuk itu," kata Trubus.