Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui SDGs Summit di New York, 18 September 2023 silam, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan baru 15 persen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs yang tercapai secara global. Kendati demikian, Indonesia menjadi negara dengan kemajuan pencapaian target SDGs paling baik. Di tingkat global, Sustainable Development Report 2023 menunjukkan Indonesia berada di peringkat 75 dunia, melonjak dari posisi 102 pada empat tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skor Indonesia juga meningkat dari 64,2 pada 2019 menjadi 70,2 pada 2023. Posisi indonesia kini berada di peringkat ke-4 untuk kawasan ASEAN. Sedangkan dari evaluasi di tingkat nasional, laporan Kementerian PPN/ Bappenas menunjukkan bahwa capaian SDGs Nasional pada 2022 sebanyak 76 persen indikator SDGs di Indonesia telah tercapai dan mengalami kemajuan. Dengan rincian: 62 persen target atas 138 indikator tercapai, dan 14 persen target atas 31 indikator akan tercapai. “Capaian indikator SDGs Indonesia mencapai 62 persen dari total target yang dapat dievaluasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak mengherankan Indonesia dianggap paling progresif capaian SDGsnya pada kategori negara denganpendapatan menengah atas,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa, belum lama ini. Sebagaimana diketahui, SDGs terdiri dari 17 tujuan yang terbagi menjadi 169 target dan 289 indikator.
Menteri PPN/Kepala Bappenas memimpin Delegasi RI dalam UN High-Level Political Forum on Sustainable Development 2023 di New York (17/7) di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York.
Secara ringkas, semua tujuan ini dikelompokkan dalam empat pilar yaitu Pembangunan Sosial, Pembangunan Ekonomi, Pembangunan Lingkungan, serta Pembangunan Hukum dan Tata Kelola. Pilar Pembangunan Sosial berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem dari 3,5 persen di 2021 menjadi 2,5 persen di 2022. Kemudian kualitas konsumsi pangan meningkat dari 87,2 pada 2021 menjadi 92,9 di tahun berikutnya.
Demikian pula untuk cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional naik dari 86,96 persen di 2021 menjadi 91,77 persen di 2022. Pilar Pembangunan Ekonomi terjadi penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka dari 6,49 persen pada 2021 menjadi 5,86 persen di 2022.
Kemudian Pilar Pembangunan Lingkungan terjadi peningkatan kualitas udara pada 2021 sebesar 87,36 menjadi 88,06 di 2022. Sementara potensi penurunan gas rumah kaca juga membaik, dari 26,02 persen di 2021 menjdi 27,65 persen di 2022. Sementara itu, Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola terjadi peningkatan signifikan pada jumlah orang miskin yang menerima bantuan hukum.
Pada sisi Ligitasi (penyelesaian perkara melalui pengadilan) naik dari 81 persen di 2021 ke 84,91 persen di 2022, sedangkan nonLigitasi dari 82 persen di 2021 menjadi 82,18 persen di 2022. Demikian pula jumlah korban perdagangan anak menurun dari 0,511 di 2021 menjadi 0,274 per 100.000 penduduk. Sedangkan korban perempuan dewasa juga berkurang dari 0,283 di 2021 menjadi 0,261 per 100.000 penduduk di 2022. Kendati demikian, Indonesia tidak bisa berpuas diri.
Masih ada 24 persen atau 55 indikator yang memerlukan perhatian khusus, termasuk melaksanakan percepatan program agar kembali pada jalurnya menuju target 2030. Salah satu tantangan yang mengemuka, setelah imbas pandemi Covid-19, adalah kebutuhan pendanaan yang meningkat dari Rp 67.000 triliun saat sebelum pandemi menjadi Rp 122.000 triliun. Dibutuhkan sinergi berbagai pihak dalam mengatasi kesenjangan pembiayaan untuk mencapai SDGs di Indonesia.
Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga dalam menutupi kesenjangan pembiayaan ini, sebagaimana yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres tersebut mendorong berbagai cara meraih pendanaan yang inovatif, dan melibatkan multipihak. Antara lain melalui pembiayaan publik, SDGs Bond, taksonomi hijau, dan sebagainya. “Berbagai strategi transformasi ini memerlukan kolaborasi dan sinergi seluruh pihak, untuk mempercepat pencapaian target-target Agenda 2030, dan tentunya dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas di tahun 2045,” tutur Monoarfa.