Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta, Kamis, 15 September 2022. Banyak pertanyaan kritis dari mahasiswa yang berujung pada bagaimana cara berkontribusi di sejumlah sektor di masyarakat, yang terlontar dalam acara Bootcamp, salah satu rangkaian Youth Virtual Conference 2022. Salah satunya, “Di kita ada banyak masalah terkait sosio-kultural, seperti banyak perempuan yang dilarang melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi, bagaimana kita anak muda bisa memiliki insentif untuk bisa berkontribusi bagi kawan-kawan yang termarjinalkan seperti ini?” kata Stephani Febiola, salah satu partisipan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stephani adalah salah satu partisipan dari Youth Virtual Conference, yang tahun ini adalah tahun kedua penyelenggaraan, dengan tagar #WeFightFor #AsaIndonesia2045. Perbedaan signifikan dari tahun sebelumnya, para mahasiswa diseleksi melalui penulisan esai lewat lima tema besar: Pembangunan Berkelanjutan, Memperluas Ruang Sipil, Pemberdayaan Perempuan, Energi Bersih dan Terbarukan dan Menjaga Kawasan Hutan dan Lahan. Dan hasilnya, terpilih sebanyak 50 orang mahasiswa yang mengikuti rangkaian Bootcamp (10-11 September 2022), lalu dilanjutkan Konferensi (18 September 2022) dengan lebih banyak partisipan yakni lebih dari 200 mahasiswa, dan Townhall-forum mahasiswa bersama dengan seorang menteri (Oktober 2022).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bagaimana cara kita supaya lebih bisa inklusif, kita bisa mulai dari diri kita sendiri, dari lingkungan terkecil, contohnya ada 50 peserta youth, yang saya yakin sangat terseleksi, karena sudah berhasil menyelesaikan esai. Saya yakin ini sangat tidak mudah, hanya bisa dicapai oleh anak muda di atas rata-rata, karena menuangkan pemikiran ke dalam tulisan itu tidak mudah,” ucap Imelda Usnadibrata, C20 Coordinator for Education, Digitalization&Civic Space Working Group, salah satu narasumber Bootcamp.
Mengapa anak muda dipandang sangat strategis? Diah Satyani Saminarsih, Founder&CEO CISDI mengatakan, “Kita harus bekerja bersama dengan kaum muda agar organisasi kita selalu relevan. Ingat pembangunan berkelanjutan dikerjakan saat ini untuk masa depan.” Dan menurut dia, peran pemuda sangat penting untuk seluruh pemangku kepentingan selalu melihat ke depan, selalu berinovasi dan berkolaborasi.
Bila melihat persentase anak muda dari total populasi dunia saat ini, yang diperkirakan mencapai 7,5 miliar penduduk, maka 16 persen atau sekitar 1,2 miliar penduduk merupakan orang muda berusia antara 15 hingga 24 tahun. Semakin banyak anak muda di rentang umur tersebut yang menuangkan pemikiran kritisnya dan bergerak mencari wadah untuk berkontribusi, dan YVC hadir sebagai sebuah platform untuk mendekatkan anak muda berdialog dengan berbagai tokoh yang berkompeten di sejumlah isu. Salah satu hasil nantinya adalah manifesto, yang akan disuarakan di forum besar Townhall.
“YVC 2021 #UntukmuBumiku sukses menginspirasi 223 orang muda, yang akhirnya melahirkan ‘Manifesto Orang Muda Indonesia untuk Perubahan Iklim’ di mana para pemuda Indonesia ini menyuarakan aspirasi dan komitmen terhadap diri sendiri untuk ambil bagian dalam restorasi lingkungan, serta mengambil langkah antisipasi dan pencegahan dampak sosial-ekonomi perubahan ilkim di masa depan,” ujar Analia Shasanti, anggota aktif Ecologicalive.
Ecologicalive merupakan komunitas yang terbentuk pascakegiatan YVC 2021, di mana anak-anak muda melihat pentingnya berkolaborasi untuk mewujudkan manifesto yang sudah mereka hasilkan. Melalui wadah ini, mereka bisa bertukar informasi dan berkolaborasi dengan lebih banyak komunitas yang bergerak di berbagai isu, khususnya isu sosial-lingkungan.
Banyak wadah yang bisa digunakan anak muda untuk berjejaring dan menimba ilmu, selain YVC. Organisasi gerakan lingkungan hidup WALHI memiliki Green Student Movement yang sudah dilakukan sejak tahun 2000-an. Lewat gerakan ini, organisasi berusaha mendekatkan isu lingkungan agar dipahami anak muda di berbagai wilayah di Indonesia. Dan sekarang, Uslani Chaus, Kepala Divisi Perlindungan dan Pengembangan WKR EkNas WALHI, menyebutkan, “Akademi Ekologi adalah salah satu model yang sedang disiapkan oleh WALHI untuk mendidik orang muda di Indonesia memahami persoalan lingkungan, HAM dan krisis iklim, dengan harapan semakin banyak orang muda bersuara dan mengambil tindakan untuk keadilan ekologis dan keadilan iklim di Indonesia.”
Kontribusi anak muda bisa sangat beragam. Di dunia bisnis, misalnya, Partner Equatora Capital/Supernova Ecosystem, Inez Stefanie menegaskan bahwa Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan lensa dan kerangka kerja yang digunakan pelaku bisnis dalam mengembangkan bisnisnya. Sebagai informasi, SDGs adalah rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan melindungi lingkungan, berisi 17 tujuan dan 169 target yang harus dicapai pada 2030.
Lantas bagaimana anak muda bisa melakukan bisnis yang berkelanjutan? Mengacu pada pemikiran radikal John Elkington yang disebut dengan Green Swans atau Angsa Hijau, di mana berbisnis bukan hanya untuk cuan semata. Dalam berbisnis, misalnya, tidak boleh merampas sumber daya dan masa depan masyarakat untuk kepentingan hari ini saja. Aspek pekerja pun harus diperhatikan, seperti upah yang adil, memberikan keterampilan, lalu menghemat produksi dengan tidak membeli secara eceran demi meminimalisir sampah produksi. “Sekecil apa pun kontribusi yang kita harapkan, sebenarnya kita merupakan bagian dari picture yang lebih besar, karena kita hidup di bumi kita ini,” ujar Inez.
Secara sektoral, anak muda bisa berkontribusi lebih lagi dalam pengembangan energi bersih dan terbarukan. Tantangannya memang besar, di mana energi fosil masih mendominasi bauran energi nasional. Kendala lainnya, belum ada peraturan komprehensif untuk memayungi proses transisi energi. Meski demikian, Idoan Marciano, Konsultan Transportasi LIstrik, menyebutkan, di tahun 2025, pemerintah memasang target 23% bauran energi terbarukan dari energi primer. “Tenaga surya potensinya sangat tinggi di Indonesia, berdasarkan hasil analisa. Dan secara ekonomis sudah mulai bersaing dibandingkan energi fossil. Secara kekonomian sudah kompetitif,” kata Idoan, menegaskan rasa optimis terhadap pengembangan energi bersih dan terbarukan, di mana anak muda bisa berkontribusi banyak.