Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS – Agus Riyadi mulai menanam dua pohon alpukat pada 2011 yang digarap dan diberdayakan di Desa Baran Gembongan, Kelurahan Baran, Kecamatan Ambarawa. Ketika berhasil memanen, orang-orang di sekitarnya tertarik untuk menjadi petani alpukat. Agus pun berperan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat alpukat, serta menyediakan informasi seputar budidaya dan perawatan tanaman.
Hasilnya terdapat 20 petani alpukat di wilayahnya. Para petani terkenal mampu menghasilkan alpukat unggulan lokal yang dikenal dengan kualitasnya yang tinggi. Buah alpukat dari daerah ini memiliki tekstur daging yang lembut, rasa gurih, dan kandungan gizi yang tinggi.
Mereka kemudian mendirikan Pusat Pemasaran dan Edukasi Budidaya Alpukat (Pusbikat) di Desa Baran Gembongan, Semarang. Agus Riyadi pun didapuk sebagai Ketua Klaster Pusbikat Ungaran yang merupakan klaster budidaya buah alpukat.
“Pusbikat ini awalnya hanya mencakup satu wilayah, satu RT di satu lingkungan. Tapi kemudian berkembang menjadi satu kampung,” ujarnya saat mengikuti Bazaar Klasterku Hidupku di Taman BRI pada 15 November 2024 lalu. Dengan keberadaan Pusbikat, Desa Baran Gembongan diharapkan bisa menjadikan alpukat sebagai ikon desa yang berdaya saing tinggi dan diminati masyarakat luas.
Ke depan, Agus akan terus mengembangkan Klaster Pusbikat dengan memperluas mitra baik dari pengusaha lokal maupun petani-petani daerah. ”Karena memang tujuan kami ingin mengangkat ekonomi masyarakat, dengan mengajari budi daya tanaman alpukat yang bisa dilakukan di depan rumah, belakang rumah, dan tidak harus skala perkebunan,” kata dia.
Sementara itu, kisah Agus dengan BRI dimulai pada 2020 saat ia mengakses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Modal tersebut ia gunakan untuk memperluas usaha dan mengembangkan penanaman alpukatnya. Agus pun belajar dari nol, mulai menyiapkan biji, bibit, penanaman, perawatan, hingga pemasaran.
Hasilnya, budidaya pohon alpukatnya bisa menghasilkan produk panen berlimpah, meskipun hasil panen tidak selalu dapat diprediksi. Dengan harga jual rata-rata Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu per kilogram, apabila sedang bagus hasil panen bisa berlimpah mencapai 1-2 ton per hari.
“Kami mendapat banyak pengalaman, relasi dan semakin termotivasi. Soal keuntungan sendiri tidak selalu bentuk uang, tetapi juga promosi dan branding produk yang akan bisa menghasilkan koneksi untuk keberlanjutan usaha,” kata dia.
Agus yang merupakan bagian dari Klasterku Hidupku berharap kepada BRI untuk terus memperluas dukungan kepada para petani, khususnya dalam hal permodalan. “Sehingga dapat dimanfaatkan untuk mempermudah pengiriman jangkauan produk alpukat ke daerah-daerah di Indonesia,” kata dia. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini