Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menyaksikan dan mengapresiasi penandatanganan Nota Kesepahaman antara PT SK Plasma asal Korea Selatan dengan PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia untuk membuat badan usaha bersama mendirikan pabrik fraksionasi plasma pertama di Indonesia. Pembangunannya ditargetkan selesai dalam dua tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keberadaan pabrik tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia akan menyiapkan lahan pabrik sekaligus menyelesaikan berbagai perizinan terkait yang diperlukan. Sementara PT SK Plasma akan menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi. Kerja sama ini sekaligus sebagai bagian dari sharing ilmu pengetahuan dan teknologi antara PT SK Plasma dengan PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia," ujar Bamsoet usai menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman antara PT SK Plasma dengan PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia, di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2022.
Turut hadir Direktur PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia, Andri Noviar; Vice President SK Plasma, Kim Sun Ju; Manager SK Plasma, Kim Jong Hun dan Jung Sung A; CEO Tae Chang Industrial Korea, Han Jin In; CEO Tae Chang Indofarma, Rusdi Rosman; serta Prof. Keri Lestari dari Universitas Padjajaran.
Bamsoet menjelaskan, fraksionasi plasma merupakan pemilahan derivat plasma menjadi produk plasma dengan menerapkan teknologi dalam pengolahan darah. Hasil produknya antara lain albumin, faktor VIII atau antihemophilic factor (AHF), dan imunoglobulin. Digunakan oleh industri farmasi untuk menolong orang sakit, khususnya yang dalam keadaan kritis. Sayangnya, hingga saat ini Indonesia masih bergantung kepada impor dalam memenuhi kebutuhan produk plasma tersebut.
"Melalui kerja sama PT SK Plasma dengan PT Binabakti Niagaperkasa Indonesia tersebut, diharapkan bisa meningkatkan kemandirian industri plasma dalam negeri, sehingga tidak perlu lagi bergantung kepada impor. Sekaligus memastikan agar Indonesia bisa menjadi eksportir produk plasma ke berbagai negara dunia. Langkah ini perlu didukung semua pihak, baik dari Kementerian Kesehatan serta berbagai kementerian/lembaga terkait," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Ia melanjutkan, kebutuhan fraksionasi plasma secara global mencapai 25 juta liter per tahun, dengan 60 persen di antaranya berasal dari Amerika. Sedangkan kebutuhan global produk plasma mencapai US$ 21 triliun. Sementara kebutuhan untuk industri farmasi dalam negeri diperkirakan mencapai Rp 1,15 triliun. Namun, meski sudah melakukan impor derivat plasma, kebutuhan itu belum tercukupi.
"Populasi penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa membuat pasar farmasi tumbuh pesat setiap tahunnya. Sekaligus menjadikan bahan baku plasma juga berlimpah di Indonesia. Bahan baku tersedia, teknologi pengolahan darah juga tersedia, investor juga sudah siap sedia, market pasar juga terbuka lebar. Tinggal proses perizinan yang harus dilakukan secara cepat oleh Kementerian Kesehatan dan kementerian terkait lainnya. Jangan sampai karena terkendala birokrasi perijinan, potensi pengembangan industri fraksionasi plasma di Indonesia menjadi terhambat. Sehingga pada akhirnya negaralah yang dirugikan karena kehilangan potensi pendapatan melalui pajak," kata Bamsoet. (*)