Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO BISNIS - Sebuah kota butuh dana triliunan untuk memperbaiki atau membangun infrastruktur. Semua itu bergantung pada seberapa besar dan kompleksnya infrastruktur tersebut. Inilah yang dilihat Bandung lewat tangan dingin Wali Kota Ridwan Kamil. Wali kota lulusan doktoral arsitektur Amerika Serikat itu memanfaatkan teknologi seluler untuk menjangkau seluruh masyarakatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Ridwan, terdapat empat fenomena kota di dunia saat ini. Pertama, dunia makin esktrem karena masyarakatnya beradu mendapatkan sumber daya. “Akibatnya kota menjadi stres. Karena itu, langkah memanusiakan manusia dapat dilakukan dengan teknologi,” ujarnya. Kedua, dunia makin kompetitif sehingga konsep proactive government dengan TIK juga dimungkinkan. Ketiga, dunia makin berbahaya sehingga pemanfaatan ICT dapat membaca tanda-tanda zaman. Keempat, dunia makin terkoneksi sehingga era saat ini digital native akan menjadi mayoritas masyarakat. Terlebih saat ini nyaris semua orang pakai smartphone.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ada tiga manfaat dari adanya teknologi digital. Pertama, menjadi kontrol diri sendiri, misalnya, melalui e-budgeting. Kedua, menjadi alat observasi sebagai pendukung ketika akan mengambil keputusan. Ketiga, menjamin koneksi antara pemerintah dan warganya sehingga demokrasi partisipatif melalui komunikasi digital dapat berlangsung.
Sedangkan, untuk mengatasi banyaknya persoalan di Kota Bandung, ia mendorong agar semua dapat didigitalkan.”Saat ini, ada 400 software aplikasi dan akan terus bertambah seiring problem kehidupan yang ada di wilayah Bandung,” katanya. Untuk mengubah sumber daya manusia agar mau memanfaatkan teknologi digital, Ridwan berbagi resep harus dimulai dari pimpinan terlebih dulu serta memaksa birokrasi mau menggunakan teknologi digital. “Teknologi memungkinkan database diakses dengan cepat, mudah –tidak seperti dokumen kertas—,dan menghilangkan korupsi.”
Program smart city yang dirancang Ridwan ini dibuat dalam tiga tahapan rencana. Smart city 1.0 adalah proses simple melakukan digitalisasi. Smart City 2.0 adalah interaksi melalui sistem komplain, izin, dan sebagainya. Smart City 3.0 yang nantinya komunikasi melalui machine to machine (M2M). Sejak tiga tahun terakhir, dengan model kepemimpinan memanfaatkan teknologi digital ini, Bandung menjelma menjadi kota modern. Kunci keberhasilannya hanya satu, yakni kemauan. Sebab, program digitalisasi atau interaktif itu biayanya jauh lebih murah daripada membangun infrastruktur fisik.
Di sisi lain, operator pun punya skema pengembangan smart city seperti dikenalkan Indosat Ooredoo. Tidak sekadar memberi akses data, tapi juga solusi dalam bentuk IoT untuk beragam pengontrolan jarak jauh, seperti ketinggian sungai dan kemacetan dapat menjadi bahan bagi pemangku kepentingan melakukan terobosan kebijakan. Tinggi air sungai bila terus ada datanya dapat diperkirakan akan terjadi banjir atau tidak di kota tersebut. Aplikasi IoT lain bisa dimanfaatan demi kebaikan sebuah kota.
Artinya membangun sebuah kota tak melulu soal membangun fisik. Membangun kedekatan emosional lewat aplikasi teknologi ternyata membawa Bandung menjadi kota yang lebih nyaman. (*)