Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Julia Pallé, Sustainability Director ABB FIA Formula E Championship, menanamkan keyakinan kepada seluruh perempuan agar tidak ragu melibatkan diri dalam industri olah raga otomotif. Menurut dia, banyak hal yang dapat dikerjakan selain menjadi pembalap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam dunia balap memang yang paling seru dan sering disorot adalah pembalap. Namun sebenarnya kami membutuhkan lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam industri olah raga otomotif. Dalam dunia tersebut ada banyak profesi yang dibutuhkan seperti mekanik, engineer, jurnalis, sustainability professionals, maupun jadi pembalap,” ujarnya saat berbicara dalam Webinar Formula E yang digagas oleh Jakpro dan Tempo, Rabu, 1 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pallé menegaskan, industri balap Formula E tidak pernah membeda-bedakan jenis kelamin. “Kesetaraan gender memegang peran penting dalam industri kami. Lelaki dan perempuan setara, jadi yang terpenting agar diterima dalam industri ini adalah kemampuan (skills) dan otak,” kata dia, sesuai dengan tema webinar “Sustainability Talk Series #2: Net Zero Emission Race: Women in Formula Car Racing”.
Sustainability atau keberlanjutan dan kesetaraan gender, Pallé melanjutkan, menjadi isu penting yang diusung Formula E sejak Seri ke-5 (2018-2019). Terkait keberlanjutan misalnya dengan mengembangkan teknologi mobil balap yang menggunakan energi ramah lingkungan sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Sementara itu terkait kesetaraan gender, diimplementasikan dengan peluncuran program FIA Girls On Track. Pada gelaran Formula E di Jakarta awal Juni ini, FIA Girls On Track akan digelar satu hari sebelum balapan. Tujuan program ini, kata Pallé, untuk menginspirasi bahwa olah raga otomotif membuka lebar terhadap keterlibatan kaum perempuan.
Pembalap Wanita dan Figur Publik, Alexandra Asmasoebrata, menjelaskan bahwa FIA Girls On Track di Jakarta akan mengumpulkan 100 perempuan dari umur 8-18 tahun. “Sebenarnya ada lebih dari 200 orang yang mendaftar, tapi kami batasi,” ujarnya.
Selama kegiatan, para perempuan muda tersebut akan diajak merasakan pengalaman dalam dunia balap. Misalnya melihat tentang pengetesan mesin, perancangan aerodinamika sebuah mobil balap, hingga belajar membuat program maupun tantangan dalam menyiapkan logistik. Peserta juga berkesempatan melakukan test drive, sehingga memungkinkan munculnya bibit-bibit pembalap perempuan Indonesia.
Menurut Alexandra, program FIA Girls On Track untuk memfasilitasi para perempuan yang mungkin selama ini ragu atau tidak tahu banyak tentang industri olah raga otomotif. Pasalnya, dunia balap bukan hanya menjadi pembalap, tetapi ada profesi lain yang dapat digeluti seperti mekanik, panitia atau tim official. “Jadi, kita membuka pintu untuk kaum perempuan. Kami memberi akses, menjembatani agar perempuan-perempuan lain mau berkecimpung di dunia balap,” kata Ketua komisi Women In Motorsport Ikatan Motor Indonesia ini.
Program FIA Girls On Track, Alexandra melanjutkan, sekaligus untuk memutus stigma yang selama ini berkembang bahwa dunia balap identik dengan lelaki dan jenis olah raga yang terkesan macho dan kasar. Tak heran, regenerasi pembalap perempuan di Indonesia sangat lambat. Dia bahkan menyebut hanya sekitar satu pembalap yang muncul dalam setahun.
“Mungkin secara natural karena perempuan lebih senang yang lembut, sedangkan otomotif kan identik dengan macho,” katanya. Padahal, Alexandra melanjutkan, kaum perempuan justru punya kelebihan yakni lebih teliti, tekun, dan rajin. “Kalau dari skills, sebenarnya kita (kaum perempuan) bisa diadu. Bukan berarti wanita lebih rendah, selama mau mengasah pasti bisa dan setara dengan laki-laki.”
Keyakinan itu yang membuat Diah Wulandari selaku Powertrain Engineer Patria, begitu percaya diri berkecimpung sebagai tenaga ahli di dunia otomotif terutama dalam mengembangkan kendaraan listrik (electric vehicle). Ia menegaskan agar para perempuan menghapus stigma bahwa pekerjaan di otomotif identik dengan oli atau hal-hal yang kotor. “Di industri ini ada yang mengurus desain, ada juga aerodinamik yang selalu bermain dengan simulasi. Jadi tidak harus kotor-kotoran,” ucapnya.
Diah pun mengapresiasi program FIA Girls On Track yang diharapkan dapat mengubah persepsi kaum perempuan terhadap industri olah raga otomotif. “Memang perlu kampanye untuk menghapus stigma negatif tentang engineering di dunia otomotif selalu dekat dengan dunia kotor dan kerja berat,” kata dia. (*)