Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL — Muncul pro kontra ketika anak-anak prasekolah dasar diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Yang kontra berpendapat, anak-anak akan mendapat beban lebih tinggi dari kemampuannya ketika harus mengenal huruf dan angka serta belajar menuliskannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Fida Kristi Manggarani, agar tak terbebani, murid taman kanak-kanak bisa dikenalkan pada abjad sambil bermain. Guru Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkara 18 Sampit, Kalimantan Tengah, ini pun membuat buku khusus sebagai media bagi anak-anak mengenal abjad tanpa merasa terbebani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Buku ini berjudul Ayo Mengenal Huruf A-Z Menggunakan Buras si Otan. Buras adalah kependekkan dari buku karung beras. Ya, buku ini terbuat dari karung beras plastik bekas yang ditempeli benda dan abjad sesuai huruf pertama benda dimaksud. Sementara Otan, primata asli Kalimantan, digunakan untuk mengenalkan hewan tersebut kepada siswa sejak dini.
“Abjad dan benda tersebut bisa dibongkar pasang, sehingga saraf motorik pada ujung jari anak juga terlatih, sebelum nanti mereka belajar menulis,” kata Fida yang telah menerbitkan tujuh buku sejak tiga tahun lalu.
Menurut lulusan Universitas Terbuka Palangkaraya ini, anak-anak tertarik belajar menggunakan Buras. “Mereka bahkan sampai rebutan, untung tidak robek karena bahannya plastik,” ujarnya saat presentasi di depan Dewan Juri Pemilihan Guru Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.
Kreasi Fida diapresiasi Yufiarti, anggota dewan juri ajang rutin tahunan yang digelar Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen GTK Kemendikbud). Menurutnya, media yang dibuat Fida tergolong kreatif dan membanggakan. “Luar biasa, guru taman kanak-kanak di pelosok bisa menerbitkan buku yang kreatif dengan muatan lokal,” kata Guru Besar Universitas Negeri Jakarta ini.
Pahlawan Daerah Terisolasi
Banyak guru yang tidak mau mengabdi di daerah terpencil dan terisolasi seperti Heronika Andipratama. Dia adalah guru di SMK Negeri 1 Pasak Talawang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Lokasi sekolah ini terletak Desa Sei Ringin yang tidak dialiri listrik, tidak ada jaringan Internet, dan sinyal telepon genggam pun terputus-putus.
Ya, kondisi infrastruktur di kawasan kebun karet dan sawit ini masih perlu dibenahi. Jalanan pun berlumpur. Perjalanan darat dari ibu kota kabupaten ke Sei Ringin memakan waktu dua hari. Alternatif lain menggunakan kapal melalui sungai dengan waktu tempuh tiga hari. Biaya hidup cukup tinggi dengan harga beras saat ini Rp 18 ribu per kilogram dan harga bahan bakar minyak Pertalite Rp 15 ribu per liter. “Tidak ada yang mau jadi guru di sini selain warga asli,” ujar Heronika yang mengikuti penjurian guru berdedikasi di Hotel Atlet Century, Jakarta.
Mengabdi di tanah kelahiran membuat ayah dua anak ini rela selama tiga tahun terakhir menerima gaji pas-pasan dengan status guru tidak tetap (GTT). “Karena kekurangan guru, saya terpaksa mengajar tiga mata pelajaran, PPKN, IPS, dan agama,” kata Heronika yang sudah mencoba ikut tes PNS, namun belum lulus.
Fida dan Heronika adalah bagian dari 695 guru berprestasi dan berdedikasi yang mengikuti penjurian di Jakarta, 14–15 Agustus 2019. Menurut Dr. Ishartiwi, yang juga anggota dewan juri, keandalan seorang berada di lokasi yang serba terbatas turut menambah bobot penilaian. “Mereka ikhlas mengabdi di daerah terisolasi dan peduli terhadap persoalan di lingkungannya,” ujar staf pengajar Universitas Negeri Yogyakarta ini. (*)