Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesetaraan gender merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) menjadi prioritas pemerintah dalam pembangunan. Namun, saat ini kesetaraan gender belum tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perempuan masih tertinggal dari sisi aksebilitas, persamaan peran dalam pembangunan, hingga belum menerima manfaat yang sama antara perempuan dan laki-laki,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam acara Ngobrol Tempo dengan tema “Perempuan-perempuan di Dunia Tambang” yang diselenggarakan Tempo Media Group berkolaborasi dengan Mining Industry Indonesia (MIND ID), Senin 18 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, bukan merupakan asumsi, berbagai indeks dan data masih menunjukkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan gender, masih belum tercipta hingga saat ini, menyebabkan pekerja perempuan mengalami ketertinggalan dibanding laki-laki.
Selain itu, kata Ayu Bintang, Banyak diskriminasi yang terjadi, dari upah hingga pekerja utama sektor pertambangan. “Menurut data BPS 2021, rata-rata upah pekerja perempuan di sektor ini sekitar Rp 3 juta. Sementara upah laki-laki, sekitar Rp 3,7 juta,” ujarnya.
Penelitian International Labor Organization (ILO) per Juni 2020, menyebutkan pengarusutamaan gender di tempat kerja bukan hanya sekadar kepentingan. Terdapat korelasi terhadap kemajuan perusahaan dengan upaya pengarusutamaan di Indonesia.
Pengarusutamaan gender memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan, seperti peningkatan produktivitas, kinerja pegawai dan peningkatan keuntungan. Berdasarkan hal tersebut, Ayu Bintang mengingatkan agar pembangunan di segala sektor mengedepankan prinsip kesetaraan dan upaya-upaya pengarusutamaan gender.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Leny R. Rosalin, mengatakan melalui produktivitas, kesetaraan gender bisa ditingkatkan, termasuk di sektor pertambangan. Syaratnya, efektivitas perempuan ditingkatkan.
Saat ini, lanjut dia, masih terdapat ketimpangan partisipasi perempuan di dunia pertambangan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2017, jumlah pekerja perempuan di sektor pertambangan sekitar 115 ribu orang, sementara laki-laki 1,28 juta orang.
Sesungguhnya, kata Leny, pekerjaan apapun tidak boleh dilabeli dengan gender. “Menjadi tugas kami untuk memastikan semua sektor dan seluruh bidang pekerjaan menjadi ramah perempuan.”
Manajer Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P2SDM) PT PT Timah Tbk, Nurmalia, mengatakan perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan yang sama dalam pekerjaan. “Tetapi perempuan memiliki kepekaan tinggi. Perempuan memiliki tekad yang kuat. Disamping sebagai ibu atau istri, untuk aktualisasi diri,” ujarnya.
Sebagai pekerja tambang, Nurmalia mengaku memiliki kesempatan yang sama dalam meniti karier. “Tidak ada perbedaan, saya tidak juga merasa didiskriminasi. Kami masuk industri pertambangan berdasarkan merit system. Perempuan di sektor pertambangan memiliki kesempatan yang sama untuk mengaktualisasi dirinya” tuturnya.
Menurut Numalia, perusahaan memberikan dukungan kepada semua pekerja untuk menempati posisi-posisi top level. “Hampir semua Grup MIND ID memiliki direksi perempuan.”
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, melihat sisi baik dari peran perempuan yang bekerja di sektor pertambangan. Daya adaptasi dan ketelitian dalam bekerja berdampak kepada minimnya kecekalaan pekerja perempuan di pertambangan. “Ini mungkin karena kodrat perempuan lebih telaten ya,” ujar dia.