Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah Nyata Industri Dukung Net Zero Emission

Beberapa perusahaan telah melakukan aksi untuk tercapainya target NZE di 2060. #Infotempo

18 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia berpotensi memimpin agenda global mencapai Net Zero Emission (NZE) guna melawan perubahan iklim dunia. Percepatan proses transisi energi dari bahan bakar fosil menuju energi bersih tersebut memerlukan dukungan dan partisipasi swasta serta publik, salah satunya melalui insiatif bisnis dan keuangan berkelanjutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melalui diskusi bertajuk Talkshow on the Sustainable Energy Finance - Inisiatif bisnis dan keuangan berkelanjutan untuk mendukung NZE Indonesia, secara daring pada Selasa, 13 Desember 2022, Tempo menghadirkan beberapa narasumber untuk membahas praktik bisnis dan keuangan berkelanjutan yang telah diterapkan untuk mendukung NZE.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur Edwin Syahruzad, mengatakan, perusahaannya yang merupakan perusahaan pembiayaan, bukan penyedia jasa keuangan, memiliki prinsip climate statement. "Bagaimana kita mendukung pemerintah untuk mencapai target NZE. Nah, yang kita lakukan, mulai membatasi exposure kepada pembangkit listrik, yang memang kadar emisinya lebih besar. Jadi kita sudah melakukan moratorium itu terhadap pembiayaan pembangunan baru PLTU," kata Edwin.

Selain itu, pihaknya juga berkomitmen untuk menambah exposure printable energy power. "Karena infrastruktur yang menyumbang banyak (emisi), itukan sektor energi ya, mungkin kami mulai dari situ dulu ya," ujarnya.

Komisaris PT AGRINDO Prakarsa Group, Arief Budiman, mengatakan, sebagai pabrik alat pertanian terbesar di Indonesia, pihaknya telah berkomitmen dalam pengurangan karbon emisi di dalam industri. "Kita memang salah satu dari sekian perusahaan yang komitmen dan ikut menandatangani Net Zero Hub untuk pengurangan karbon emisi dalam industri," kata Arief.

Sebab, Arief melanjutkan, pihaknya merasa sangat penting, karena produk alat pertanian kalau perubahan iklim (climate change) semakin buruk, maka hasil pertanian tidak bisa diduga dan mungkin produktivitasnya pasti akan turun. "Ya, turun, banyak gagal panen dan lain-lain, sehingga karena panennya berkurang maka tidak bisa proses produksi".

Direktur of Energy & EPC Samator Group, Antony Harsono, mengatakan, perusahaanya yang fokus di industri gas memiliki mimpi suatu saat bahan bakar yang selama ini dari minyak atau gas, dapat digantikan oleh green hidrogen. "Kita tahu bahwa hidrogen itu dasarnya adalah air, jadi benar-benar zero emission," ujar Antony.

Dalam upaya untuk dapat berperan penting terhadap transisi di Indonesia menuju NZE, perusahaannya fokus pada dua hal. Pertama, Antony menjelaskan, fokus membantu transisi energi melalui LNG atau liquified natural gas yang unjungnya ke green hidrogen. "Dan yang kedua yakni mengenai karbon, perusahaan kita juga saat ini sudah puluhan tahun kita selalu support untuk mereduksi CO2".

CEO PT Semesta Energi Services & CGEI, Herman Huang, mengatakan, pihaknya sudah berkecimpung dalam energi baru terbarukan sudah 12 tahun yang lalu. "Sebagai salah satu pionir, kami merasakan perkembangan yang luar biasa dan efeknya baru akan terasa lagi di tahun depan 2023, akan banyak pemain baru yang masuk dalam energi baru terbarukan, kita sebagai pemain lama menyambut baik," ujar Herman.

Herman menjelaskan, pihaknya juga kini tengah mengembangkan teknologi recycling baterai. "Kami selangkah lebih kedepan kalau baterainya tambah banyak yang harus dipikirkan recyclingnya," kata dia. 

Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy, Nelwin Aldriansyah, mengatakan, Pertamina sudah mulai melakukan kegiatan energi baru terbarukan geotermal ini sejak tahun 80an. "Jaadi sudah hampir 40 tahun kita beroperasi," kata dia.

Nelwin pun setuju dengan pengembangan bisnis kearah green hidrogen. "Karena dengan sumber daya air panas yang kita miliki, ini akan bisa dikembangkan lebih lanjut kedepannya untuk green hidrogen yang nilai ekonominya lebih tinggi".

Senior Vice President Finance and Portofolio Management PT Industri Baterai Indonesia, Yunan Fajar Ariyanto, mengatakan ada dua dari lima pilar pemerintah dalam program kerja menuju NZE di 2060, yang sangat terkait dengan bisnisnya, yaitu peningkatan penggunaan renewable sebagai sumber listrik dan penggunaan electric vehicle (EV) di sektor transportasi. "Dua sektor ini penyumbang terbesar dari emisi green house cases sekitar 40 persenan, jadi kalau kita mau benar serius mengurangi emisi, dua sektor ini yang harus kita serang dulu," kata dia.

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus