Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyakit ginjal kronik di Indonesia terus meningkat. Menurut riset kesehatan dasar 2018, prevalensi penyakit ginjal meningkat 0,38 persen. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan pada 2013 sebesar 0,2 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter konsultan nefrologi Mayapada Hospital, Donnie Lumban Gaol, mengatakan penyakit ginjal terbagi menjadi dua, yakni ginjal akut dan ginjal kronis. "Kami tidak memakai istilah gagal ginjal, tapi penyakit ginjal akut dan penyakit ginjal kronis," kata Donnie, Selasa, 12 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Donnie, penyakit ginjal akut adalah penurunan fungsi yang terjadi mendadak dalam waktu singkat dalam beberap jam atau hari. Fungsi ginjal dapat kembali normal jika penyebabnya dapat diatasi.
Adapun, penyakit ginjal kronis adalah hilangnya fungsi ginjal secara progresif selama lebih dari tiga bulan dan bersifat ireversibel. "Jika fungsi ginjal turun dalam titik tertentu, maka bisa dikatakan masuk dalam stadium tahap akhir penyakit ginjal kronis," kata Donnie.
Dia mengatakan kondisi penyakit ginjal kronis akan mempengaruhi seluruh tubuh. Fungsi ginjal tidak bisa kembali normal jika sudah kronik. "Penyakit ini progresif dan tidak bisa disembuhkan dan memerlukan terapi pengganti ginjal,” tuturnya.
Donnie menjelaskan penyebab tersering penyakit ginjal kronik ini adalah hipertensi dan diabetes, tapi ada juga penyebab lainnya seperti radang ginjal atau autoimun, polikistik ginjal dan batu ginjal. "Pasien yang memiliki faktor risiko ini rentan, karena 36 persen pasien penyakit ginjal kronik disebabkan oleh hipertensi dan 28 persen karena diabetes," ucapnya.
Karena itu, perlu dilakukan pencegahan terhadap orang-orang yang memiliki penyakit rentan terkena penyakit ginjal, seperti hipertensi dan diabetes, dengan rutin mendeteksi fungsi ginjalnya. "Penyakit ginjal kronik itu sifatnya tidak bisa balik lagi ke normal tapi bisa kita mencegahnya. Program pencegahannya dengan melakukan skrining," ujarnya.
Selain itu, Donnie menjelaskan jika penyakit yang menjadi faktor penyebab penyakit ginjal diobati dengan baik fungsi ginjal akan aman. "Misalnya, yang memiliki hipertensi atau dibetes, meminum obat sesuai anjuran dokter, itu dapat mencegah penyakit ginjal kronik,” tuturnya.
Menurut Donnie, penyakit ginjal tidak ada gejala. Untuk itu diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyakit, khususnya yang memiliki faktor risiko. "Tapi jika pasien mengalami gejala lemes, mual, kaki bengkak, itu biasanya penyakit ginjal kroniknya sudah stadium akhir.”
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik tahap akhir melalui hemodialisis, peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal. Ketiga metode pengobatan ini sudah tersedia di Indonesia dan dapat di biayai oleh BPJS.
Adapun pasien penyakit ginjal akut dapat menjalani pengobatan berupa continuous renal replacement therapy (CRRT) atau sustained low efficiency dialysis (SLED). Dua metode ini berfungsi membuang cairan berlebih di dalam darah dan menukar zat-zat terlarut, baik yang tak diperlukan maupun zat yang bermanfaat untuk tubuh. Salah satu penyebab Penyakit Ginjal Akut adalah SARS-COV-2, menurut Donnie, “30 persen pasien ginjal akut disebabkan oleh Covid-19,” kata dia.
Karena itu, dalam mencegah penyakit ginjal, Donnie memberikan cara agar masyarakat dapat menjaga kesehatan ginjalnya. Pertama, menjaga kesehatan dengan aktivitas fisik. "Sekarang, olah raga bersepeda lagi banyak digemari, bisa dengan rutin bersepeda karena itu kan salah satu aktivitas fisik," ujarnya.
Kedua, mengontrol tekanan darah. "Jika memiliki hipertensi sebaiknya rutin mengkonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter," kata Donnie. Ketiga, memonitor tekanan darah keempat, mengkonsumsi makanan sehat dan menjaga berat badan.
Kelima, konsumsi air cukup. Keenam, tidak merokok. Ketujuh, jangan mengkonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter. Terakhir, harus rutin melakukan pemeriksaan ginjal. "Kalau yang tidak memiliki faktor risiko, pemeriksaan bisa satu tahun sekali, tapi kalau memiliki faktor risiko sebaiknya 6 bulan sekali, dan itu juga tergantung pada stadium mana penyakit ginjal kroniknya” kata Donnie.