Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertama di Indonesia, Perpustakaan Pancasila Hadir di Lapas

Berbagai jenis buku tersedia mulai buku perjuangan, tokoh bangsa, novel, hingga komik Pancasila.

1 Juli 2021 | 15.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasia(BPIP) menghendaki seluruh komponen bangsa turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk warga binaan yang tengah menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan (lapas).
 
Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Tanah Air dan melestarikan Pancasila sebagai ideologi bangsa, BPIP meresmikan Perpustakaan Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, Kalimantan Timur, pada Rabu, 30 Juni 2021. Perpustakaan Pancasila di lapas tersebut merupakan yang pertama kalinya didirikan di Indonesia.
 
Melalui kehadiran Perpustakaan Pancasila, para warga binaan dan jajaran Pemasyarakatan (PAS) akan terbiasa membudayakan literasi. Ada banyak buku tersedia mulai buku perjuangan, tokoh bangsa, novel, hingga komik Pancasila.
 
Perpustakaan Pancasila di Lapas Kelas IIA Samarinda diresmikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi dengan penandatanganan prasasti. Sambutan diwakilkan kepada Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP M. Akbar Hadiprabowo.
 
"Salam Pancasila. Penjara bukan akhir perjalanan hidup. Bisa jadi justru tempat transformasi diri, bahkan perubahan bangsa. Seperti yang dialami oleh Proklamator RI, Ir Soekarno, menjadikan penjara sebagai tempat transformasi diri," tutur Akbar saat membacakan sambutan Kepala BPIP di Perpustakaan Pancasila Lapas II A Samarinda.
 
Soekarno oleh pemerintahan Belanda dipaksa mendekam di Lapas Banceuy dan Lapas Sukamiskin, serta beberapa tempat pengasingan seperti di Ende, Bengkulu, Brastagi, Bangka, dan Boven Digoel. Memang getir, tapi Soekarno ikhlas.
 
"Beliau malah makin rajin beribadah, membaca buku, mempelajari Islam dan Alquran. Di Pulau Ende, Soekarno sukses menggali nilai-nilai luhur Pancasila. Tanpa renungan Soekarno di tempat pengasingan, tidak akan ada Indonesia," ucap mantan Jubir Ditjen PAS dan Karutan Rangkasbitung ini.
 
Tak hanya itu, Akbar juga mencontohkan di Amerika Serikat, budaya literasi di kalangan warga binaan berhasil mengubah mereka menjadi pribadi yang lebih baik, dan mencegah pengulangan tindakan kriminal.
 
"Karena jengah berulang kali bertemu para residivis di ruang pengadilan, seorang hakim di Massachusetts bekerja sama dengan guru sastra memperkenalkan program membaca untuk warga binaan. Changing Lives Through Literature. Program itu sukses menurunkan tingkat residivisme hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanpa intervensi," kata Akbar.
 
Penelitian Rand Corporation pada 2013 memperlihatkan warga binaan yang mendapatkan pendidikan jauh lebih kecil kemungkinannya kembali ke penjara, dan lebih besar peluang mendapatkan pekerjaan.
 
Akbar menambahkan, begitu besarnya manfaat buku bagi warga binaan tak hanya diakui Amerika Serikat. Di Iran, hakim akan menjatuhkan hukuman kepada pelanggar hukum dengan memerintahkan mereka untuk membeli lima buku, membuat tulisan ulasan tentang buku-buku itu, dan mengirim buku tersebut ke penjara.
 
Hal serupa pun dilakukan di Italia dan Brasil, warga binaan yang menyelesaikan satu buku akan mendapatkan remisi beberapa hari.
 
"Apakah membaca buku bisa diusulkan untuk mengurangi hukuman adalah soal lain. Hal yang ingin saya tekankan membaca memiliki keajaiban yang bisa mengubah diri kita dan warga binaan. Apalagi, salah satu pangkal masalah terbesar dalam sistem peradilan kriminal kita adalah rendahnya literasi," ujar dosen Politeknik Ilmu Pemasyarakatan ini.
 
BPIP berharap, literasi dan perpustakaan akan mendorong lebih banyak warga binaan yang Pancasilais karena memiliki kemampuan berintegrasi sosial yang semakin baik.
 
"Saya acungkan dua jempol untuk Pimpinan Kemenkumham Kaltim dan jajaran Lapas Samarinda atas inovasi Perpustakaan Pancasila. Semoga inisiatif perpustakaan bisa menggelinding menjadi gerakan nasional yang bisa ditiru oleh lapas lain di seluruh Indonesia," kata Akbar.

Langkah BPIP tersebut disambut oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur, Sofyan. Selaras dengan perwujudan visi dan misi kebangsaan Presiden Joko Widodo via Kemenkumham.
 
"Kunci utama adalah kolaborasi. Menyingkirkan ego sektoral antara kementerian dan lembaga negara," ujar Sofyan.
 
Sofyan mengaku khawatir melihat situasi bangsa saat ini yang mulai terkikis ekspansi budaya asing negatif. Pancasila harga mati, wawasan kebangsaan perlu disegarkan.
 
"Saya ingat betul waktu dididik BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saya juga ingat waktu ikut menyeleksi CPNS, mereka lupa sila-sila Pancasila, ingatnya lagu-lagu Barat. Semoga ide Perpustakaan Pancasila perdana ini bisa masif dan berguna. Bukan hanya di lingkungan kami, tapi juga masyarakat," ucap Sofyan.
 
Pada acara peresmian tersebut turut hadir Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama BPIP Elfrida Herawati Siregar, para Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Kaltim, Kepala Lapas Samarinda Muhamad Ilham Agung Setyawan, para Kepala UPT Pemasyarakatan Samarinda dan Tenggarong, serta pejabat Dinas Pendidikan Samarinda. Para warga binaan juga tampak menyaksikan momen tersebut. (*)
 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus