Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Kampoeng Heritage Kajoetangan (Kampung Kayutangan) merupakan salah satu kampung tua yang bermetamorfosa menjadi destinasi wisata di tengah Kota Malang. Kampung wisata tematik yang diresmikan oleh Pemerintah Kota Malang pada tanggal 22 April 2018 ini berbasis budaya dengan menyuguhkan keaslian kampung beserta segala peninggalan sejarah, bangunan, kuliner serta sosial budaya masyarakatnya. Pesona inilah yang membuatnya menarik untuk dikunjungi dan dinikmati karena dapat memunculkan kenangan tempo dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Potensi Kampung Kayutangan dapat dipetakan menjadi lima. Pertama , wisata bangunan tua dan bersejarah. Kedua, situs religi. Ketiga, kuliner dan kegiatan perdagangan. Keempat, eksplor sungai serta yang kelima event dan kegiatan. Sehingga optimalisasi seluruh potensi lokal atau sumber daya alam dan sumber daya manusia di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi misi kami” ujar Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Mila Kurniawati.
Wisata bangunan tua dan bersejarah menjadi salah satu kekhasan untuk menguatkan label heritage yang diusungnya. Saat ini Kampung Kayutangan memiliki 23 spot rumah yang bernuansa heritage. Selain menghadirkan visual yang memanjakan mata melalui desain arsitektur yang sebagian besar dipertahankan keasliannya, ada cerita-cerita khusus di sana.
Bangunan tertua di kampung ini dibangun pada tahun 1870. Arsitektur bangunan yang banyak adalah tipe jengki dan rumah limas. Sebagian besar bangunan berupa rumah asli sejak awal dibangun, hanya beberapa saja yang mengalami sedikit perbaikan dan penambahan. “Rumah-rumah tersebut merupakan keunggulan bagi kampung kayutangan yang tidak dimiliki oleh kampung tematik lainnya. Tidak semua rumah lawas mengijinkan pengunjung masuk ke dalam rumah,” kata Mila.
Bangunan-bangunan berikut ini merupakan beberapa karya keindahan nuansa tempo dulu yang mewakili jenis atau ragam bangunan pada jamannya.
Rumah Namsin
Bangunan rumah dan toko ini terletak di Jalan Basuki Rahmad Nomor 31 Kota Malang. Di tahun 1950 ruko tersebut dibeli oleh keluarga Namsin yang digunakan sebagai toko mesin jahit Singer. Bagian belakang digunakan untuk produksi es lilin. Logo Kampung Heritage Kajoetangan diambil dari bangunan rumah ini. Bangunan bergaya Nieuwe Bouwen/International style ini memiliki konsep gaya ruang sebagai volume, volume bangunan bentuk kubus, atap bangunan datar, tidak ada ornamen sehingga terkesan bersih,
Rumah Jengki
Salah satu rumah yang paling luas di Jalan Basuki Rahmad Gang 6 Nomor 976 ini mempunyai luas 160 meter persegi. Bangunannya memiliki gaya arsitektur jengki yang beratap sudut asimetris. Salah satu ciri khas gaya arsitektur jengki yakni memiliki banyak variasi menonjol. Misalnya menggunakan kerawang sebagai lubang ventilasi, kosen dan jendela yang tidak simetris.
Rumah 1870
Dibangun sekitar tahun 1870an, pemilik sekarang adalah keluarga Bapak Nur Wasil .Bangunan yang berukuran 8 x 11 meter ini beratap perisai, dan mempunyai listplang ornament Betawi. Ciri khas bangunan rumah di Jalan Basuki Rahmad Gang 6 Nomor 988 ini adalah arsitektur kolonial pada elemen ventilasi, jendela dan pintu.
Rumah Cerobong
Rumah keluarga Ibu Supijatun di Jalan di Basuki Rahmad Gang 6 Nomor 953 ini berdiri tahun 1950an berukuran 12x6 meter persegi. Pada tahun 1967 selesai direnovasi dengan tambahan pipa stoom/cerobong asap di bagian dapur karena digunakan untuk merebus daging sapi. Dari elemen bangunan rumah ini terlihat arsitek kolonial yang khas.
Gubuk Ningrat
Bangunan yang beralamat di Jalan AR. Hakim II Nomor 1190 saat ini dimiliki keluarga Bapak Sahlan yang menempati rumah sejak 1974. Dengan gaya arsitektur jengki rumah ini masih mempertahankan batu pondasinya serta teralis dan jendela yang menggunakan jenis kaca es. Dari mahkota di bagian atas rumah yang berjumlah lima tingkat menunjukkan, pemilik rumah ini golongan saudagar.
Rumah Jamu
Rumah beralamat di Jl. AR. Hakim II Nomor 7 dibangun sekitar tahun 1940-an dengan pemilik pertama Keluarga Ibu Esther. Rumah ini pernah digunakan sebagai tempat pengobatan Shin She, yaitu pengobatan tradisional dari Tiongkok. Arsitektur kolonial terlihat dari berbagai elemen rumah ini mulai dari ventilasi, jendela dan pintunya.(*)