Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Restorasi Gambut Mangrove Tanpa Henti

Lahan gambut dan mangrove berfungsi menyerap karbon dan kaya dengan keanekaragaman hayati.#infotempo

28 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, mengatakan ekosistem gambut dan mangrove (bakau) harus dipertahankan untuk menjaga keanekaragaman hayati. Hutan bakau memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan. “Sedangkan tanah gambut harus dipelihara karena kemampuan menyerap karbon,” ujarnya pada acara Indonesia Forest Forum 2023 “Peran Gambut dan Mangrove dalam Mempertahankan Keanekaragaman Hayati di Indonesia Menuju ENDC” yang diselenggarakan Tempo Media Group melalui kanal Youtube dan Facebook Live Tempo, Selasa, 30 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Emil, Indonesia memiliki ekosistem yang berbeda-beda. “Ekosistem yang ada harus dipertahankan keasliannya. Bukan ekosistem Kalimantan diubah menjadi ekosistem Jawa,” ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan lahan gambut tidak bisa dijadikan lahan persawahan seperti di Jawa. “Gambut fungsinya menyerap karbon. Ekosistem tanah di Kalimantan tidak seperti di Jawa,” ujarnya.

Emil meminta pemerintah tidak membangun sawah di Kalimantan karena akan mengubah ekosistem. Alih fungsi gambut menjadi pertanian tidak sesuai dengan kualitas air, iklim dan fungsinya.

“Karena itu slogan tanah air bhineka. Bhineka berarti pertahankan keunikan alam yang ada di masing-masing wilayah. Jangan pola padi dipaksakan di Kalimantan. Begitu juga jangan memaksa Papua mengikuti pola sawah di Jawa,” tuturnya.

Menurut dia, Indonesia sangat kayak dengan keanekaragaman hayati. Ekosistem di Jawa, Sumatera, Kalimantan berbeda dengan Indonesia Timur. “Ringkasnya di dalam pembangunan tanah air, please ikuti ekosistem masing masing kawasan Indonesia ini.”

Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi Gambut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Agus Yasin, mengatakan tantangan merestorasi gambut dan rehabilitasi mangrove adalah ekosistem yang sangat luas. Lahan gambut sekitar 13,4 juta hektare dan mangrove 3,36 juta hektare.

Menurut dia, tantangan melakukan restorasi gambut dan mangrove pada lahan yang sudah beralih fungsi, seperti perkebunan, pertanian, pemukiman dan lainnya. “Sehingga kami harus mencari jalan tengah antara untuk restorasi maupun untuk pemanfaatan,” kata Agus.

Sedangkan target rehabilitasi kawasan mangrove, mangrove dengan tutupan jarang dan tutupan sedang atau tutupan lahan kurang dari 30 persen. Konversi pada lahan bakau ini banyak yang dijadikan tambak dan juga karena abrasi.

Selain itu, kata Agus, rehabilitasi juga dilakukan pada lahan-lahan tanah timbul akibat sedimentasi agresi ataupun tanah terbuka. “Ini juga dijadikan target untuk rehabilitasi mangrove,” ucapnya.

Agus mengungkapkan BRGM bersama Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan upaya pemulihan ekosistem gambut dan mangrove. “Upaya pemulihan ini berkontribusi atas target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC),” ujarnya.

Senior Program Director Yayasan Konservasi Indonesia, Fitri Hasibuan, mengatakan ekosistem gambut dan mangrove memiliki keunikan dari sisi fungsi, termasuk habitat keanekaragaman hayati atau spesies.

“Pada ekosistem gambut banyak spesies penting yang critically in danger seperti Orangutan, Harimau Sumatera dan Gajah. Sedangkan mangrove yang merupakan tempat spesies penting seperti beberapa jenis ikan dan bekantan,” kata Fitri.

Dia berharap, Indonesia dapat menjadi percontohan dalam melakukan restorasi lahan gambut dan mangrove. “Kesuksesan restorasi ini harus disertai dengan kolaborasi berbagai pihak,” tuturnya.

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus