Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO BISNIS — Menyikapi instruksi Presiden RI tentang upaya penyelamatan para pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) pada masa pandemi Covid-19, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 pada pertengahan Maret lalu. Hal ini merupakan stimulus yang berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan proses restrukturisasi kredit di industri perbankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebagai lembaga keuangan yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan UMKM di Indonesia, Bank BRI telah menyusun kebijakan internal sebagai implementasi POJK No 11 pasal 2 butir 4, di mana bank harus memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terdampak Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Corporate Secretary BRI, Amam Sukriyanto, juga mengungkapkan sebagaimana pasal 2 butir 5 POJK dimaksud, BRI juga telah menyusun kriteria debitur beserta sektor yang terdampak. Perseroan telah melakukan pemetaan nasabah terdampak, menetapkan kategori nasabah dan menetapkan skema relaksasi yang dibutuhkan.
“Dengan melakukan mapping, memudahkan BRI untuk menentukan skema restrukturisasi yang sesuai sehingga restukturisasi efektif kepada nasabah yang terdampak sesuai kategori,” ujar Amam.
Di samping itu, seluruh relationship manager (RM) mikro BRI telah dilengkapi dengan aplikasi BRISPOT yang memudahkan untuk melakukan monitoring pinjaman secara offsite.
BRI memiliki beberapa alternatif skema restrukturisasi untuk nasabah pelaku UMKM. Bagi nasabah mikro, kecil dan ritel, apabila mengalami penurunan omset sampai dengan 30 persen maka suku bunga diturunkan dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit. Sedangkan, untuk yang mengalami penurunan omset antara 30 - 50 persen mendapatkan penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan.
Sementara untuk debitur yang mengalami penurunan omzet 50 - 75 persen mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan, kemudian bagi debitur yang mengalami penurunan omzet di atas 75 persen mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 12 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan.
Bagi nasabah kredit konsumer, BRI juga menyiapkan tiga skenario, diantaranya bagi yang mengalami penurunan penghasilan sampai dengan 10 persen, penurunan 10 - 30 persen dan penurunan di atas 30 persen. Alternatifnya, yakni perpanjangan jangka waktu kredit maksimal 12 bulan, penundaan pembayaran angsuran pokok serta penundaan pembayaran angsuran pokok dan bunga.
Perseroan juga memberikan dua skenario relaksasi bagi debitur segmen menengah ke atas. Untuk debitur yang mengalami penurunan omset sampai dengan 20 persen dan tidak terdampak fluktuasi kurs akan mendapatkan penjadwalan angsuran pokok dan penurunan suku bunga.
Sedangkan untuk debitur yang mengalami penurunan omset hingga 20 persen dan atau terdampak fluktuasi kurs akan mendapatkan penjadwalan angsuran pokok dan penurunan suku bunga minimum dengan skema deferred payment.
Terkait prosedur pengajuan keringanan, BRI mempermudah proses, diantaranya dengan menyediakan formulir agar diisi oleh nasabah dan bisa diajukan oleh nasabah. BRI juga menanggung seluruh biaya yang timbul atas adanya restrukturisasi pinjaman tersebut.
“Secara aktif RM BRI juga membuka kesempatan untuk berkonsultasi bagi para debitur UMKM BRI sehingga fungsi pendampingan terus berjalan,” kata Amam.
Pekerja BRI, baik RM maupun operasional kantor cabang juga telah mendapatkan sosialisasi terkait kebijakan relaksasi ini, sehingga diharapkan turut mensosialisasikannya di tengah masyarakat.
Hingga saat ini, sudah banyak pelaku UMKM yang mengajukan relaksasi. Namun, kebijakan ini diterapkan oleh BRI dengan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian.
Tercatat mulai 16-31 Maret 2020, BRI telah melakukan restrukturisasi terhadap lebih dari 134 ribu pelaku UMKM dengan portofolio Rp 14,9 triliun. (*)