Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

33 Tahun Tragedi Berdarah Lapangan Tiananmen, Mahasiswa Tuntut Reformasi di Cina

Hari ini, 3-4 Juni 1989, terjadi tragedi berdarah di Cina. Kala itu, mahasiswa melakukan protes untuk menuntut demokrasi di Lapangan Tiananmen.

3 Juni 2022 | 15.15 WIB

Puluhan ribu orang menyalakan lilin di Taman Victoria, Hong Kong, Senin, 4 Juni 2018. Aksi itu digelar warga Hong Kong untuk mengenang korban Tragedi Tiananmen 1989. AP Photo/Vincent Yu
Perbesar
Puluhan ribu orang menyalakan lilin di Taman Victoria, Hong Kong, Senin, 4 Juni 2018. Aksi itu digelar warga Hong Kong untuk mengenang korban Tragedi Tiananmen 1989. AP Photo/Vincent Yu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 3-4 Juni 1989 terjadi tragedi berdarah di Cina. Kala itu, mahasiswa dan buruh melakukan protes untuk menuntut demokrasi di Lapangan Tiananmen. Berikut kilas balik sejarahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jauh hari sebelum peristiwa reformasi 1998 di Indonesia, ternyata upaya mahasiswa menegakkan demokrasi juga pernah terjadi di Cina pada 1989. Peristiwa itu diberi nama Protes Lapangan Tianamen yang dikemudian hari disebut sebagai Insiden 6/4 atau Pembantaian Lapangan Tiananmen. Unjuk rasa berlangsung selama tujuh pekan sejak 15 April 1989.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Protes itu ditujukan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik. Protes kemudian merembet menjadi unjuk rasa pro-demokrasi. Cina sendiri merupakan negara komunis, sehingga demokrasi belum lazim di Tiongkok yang otoriter. Demonstrasi ini bermula dari kematian Hu Yaobang, sekretaris jenderal partai yang mengundurkan diri.

Kronologi Tragedi Lapangan Tiananmen

Hu dipaksa mengundurkan diri dari posisinya oleh Deng Xiaoping, Pemimpin Partai Komunis Cina saat itu, karena dipandang sebagai seorang yang berpikiran liberal. Banyak kaum intelektual menganggap hal ini sebagai sebuah perlakuan yang tidak adil. Pada pemakaman Hu, sekelompok besar mahasiswa berkumpul di lapangan Tiananmen. Mereka meminta untuk bertemu Perdana Menteri Li Peng, yang dianggap sebagai saingan politik Hu, namun gagal.

Oleh sebab itu, mereka mengadakan sebuah mogok di universitas di Beijing. Pada 26 April, mahasiswa dituduh merencanakan kekacauan. Pernyataan yang dimuat di People’s Daily itu memicu kemarahan mahasiswa. Kemudian pada 27 April, sekitar 50 ribu mahasiswa turun ke jalan-jalan Beijing. Demonstran tak menghiraukan perintah bubar yang diumumkan oleh penguasa.

Pada 3 Juni 1989, Deng Xiaoping yang kala itu memimpin Partai Komunis China lantas mengerahkan puluhan tank tersebut untuk membantu tentara di Lapangan Tiananmen. Mahasiswa menemukan sejumlah tentara berpakaian sipil yang mencoba menyelundupkan senjata. Di hari yang sama, Pemerintah Tiongkok melalui siaran televisi menyarankan masyarakat agar tetap berada di dalam rumah.

Malamnya, Tentara lalu semakin bergerak menuju Lapangan Tiananmen. Kemudian sekitar pukul 22.00, terjadi penembakan terhadap pengunjuk rasa di persimpangan Wukesong di Chang’an Avenue, sekitar 10 kilometer dari sebelah barat Lapangan Tiananman. Oorganisasi Tiananmen Mothers melaporkan, setidaknya 36 orang tewas di Muxidi tragedi 3 Juni 1989 malam itu.

Pada 4 Juni, sekitar 100 ribu orang berkumpul di lapangan yang terletak di utara Kota Terlarang itu. Lapangan Tiananmen merupakan simbol besarnya Kekaisaran China sejak ribuan tahun silam. Demonstran terdiri dari mahasiswa, buruh, dan masyarakat biasa. Mereka berkumpul untuk memprotes Pemerintah China yang dianggap membungkam demokrasi.

Hari itu, tentara China dan polisi keamanan menyerbu Lapangan Tiananmen dan menembaki para demonstran tanpa pandang bulu. Alasannya, demi mengendalikan situasi di area tersebut. Ribuan pedemo berusaha melarikan diri dari amukan tentara China. Sementara itu pengunjuk rasa lainnya melawan dengan melempar batu, serta membalikkan dan membakar kendaraan militer

Angka-angka perkiraan korban sipil tragedi Lapangan Tiananmen berbeda-beda. Central Intelligence Agency atau CIA melaporkan 400-800 orang tewas, sementara Palang Merah Tiongkok menyebutkan korban sebanyak 2.600 orang, dan mahasiswa pengunjuk rasa mengklaim bahwa lebih dari 7.000 orang terbunuh.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus