Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 25 Maret 2024, Dewan Keamanan (atau DK PBB) meloloskan resolusi gencatan senjata di Gaza selama Ramadan. Resolusi DK PBB pertama ini dilakukan untuk menghentikan pertempuran. Pada resolusi ini, Amerika Serikat abstain yang memilih tidak menggunakan hak vetonya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rakyat Palestina sangat menderita. Pertumpahan darah ini sudah berlangsung terlalu lama. Merupakan kewajiban kita untuk mengakhiri pertumpahan darah ini, sebelum terlambat,” kata Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, pada 25 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resolusi tersebut berhasil terwujud atas dukungan dari 14 anggota DK PBB yang “menuntut gencatan senjata segera” selama Ramadan. Resolusi tersebut menyerukan agar gencatan senjata mengarah pada “gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan” dan menuntut agar Hamas dan kelompok pejuang Palestina lainnya membebaskan sandera yang ditangkap pada 7 Oktober 2023.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyatakan pihaknya abstain atas resolusi yang juga menuntut pembebasan semua sandera selama serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan. Tindakan ini menjadi abstain pertama yang dilakukan AS selama mengikuti proses resolusi oleh DK PBB terkait permasalahan Palestina dengan Israel.
Perubahan posisi AS yang semula selalu menggunakan hak veto menjadi abstain memiliki alasan tertentu. Berdasarkan livemint, berikut adalah lima alasan AS abstain dalam resolusi gencatan senjata di Gaza selama Ramadan, yaitu:
- Keputusan AS mengubah posisinya di DK PBB tidak tiba-tiba. Pemerintahan yang dipimpin Joe Biden mengeluarkan beberapa peringatan terkait mempertimbangkan kembali posisi negara ini karena jumlah korban tewas sipil meningkat di Gaza. Operasi Israel terhadap Hamas telah menewaskan lebih dari 32.000 orang yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak.
- Selain itu, AS prihatin dengan pernyataan beberapa menteri Israel yang berbicara tentang rencana pemukiman kembali di Gaza. Menurut Departemen Luar Negeri AS, retorika menteri Israel tersebut menghasut dan tidak bertanggung jawab. Bahkan, departemen ini juga mengatakan, pernyataan menteri Israel mencerminkan kebijakan pemerintahan negara.
- Joe Biden siap untuk pertandingan ulang melawan kandidat Partai Republik dan mantan Presiden Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS 2024. Trump mencoba memanfaatkan dukungan tanpa syarat AS kepada Israel. Narasi anti-perang mengancam basis suara inti Demokrat sehingga memaksa Biden kembali ke awal untuk mengerjakan ulang strategi.
- AS prihatin dengan rencana Israel menerobos Rafah yang merupakan tempat perlindungan terakhir bagi orang-orang Palestina di Gaza. White House AS juga telah memperingatkan bahwa operasi yang terjadi di Rafah dapat menyebabkan pembantaian karena menampung lebih dari 1 juta orang dalam satu wilayah. Wakil Presiden Kamala Harris pun memperingatkan bahwa rencana Israel untuk meluncurkan serangan darat di Rafah dapat berkonsekuensi serius.
- Opini publik AS berkembang terhadap bantuan militer ke Israel ketika sedang mengalami masalah ekonomi. Sinyal hijau Kongres AS untuk lebih banyak bantuan militer kepada Israel membuat publik bereaksi keras. Selain itu, pemerintahan Biden sedang sibuk menghitung biaya politiknya dalam Pemilihan Presiden AS sebagai rencana dan antisipasi kebijakan. Akibatnya, Amerika Serikat abstain dalam mengambil keputusan atau resolusi DK PBB terkait gencatan senjata di Gaza.
RACHEL FARAHDIBA R | CNA | AL JAZEERA
Pilihan editor: Lika-liku Resolusi DK PBB untuk Gencatan Senjata Gaza yang Kerap Digagalkan Veto Amerika Serikat