Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dong Yifu, putra wartawan asal Cina, menyerukan agar ayahnya yang bernama Dong Yuyu dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara setelah dituduh melakukan mata-mata. Kasus hukum pada Dong Yuyu memperlihatkan semakin kuatnya cengkeraman Cina pada jurnalisme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dong Yuyu adalah editor senior di Guangming Daily sebuah surat kabar milik Partai Komunis Cina yakni partai yang berkuasa di Negeri Tirai Bambu. Dia didepak dari media itu karena semakin tidak sejalan dengan media tempatnya mengabdi. Pada Februari 2022, dia ditahan saat sedang makan siang dengan seorang diplomat dari Jepang yang sedang berada di Beijing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam acara National Press Club di Washington, Amerika Serikat, pada Senin, 24 Februari 2025, Dong Yifu mengatakan ayahnya berencana mengajukan banding terhadap putusan yang diterimanya. Dong Yifu pun berharap otoritas Jepang mau membuktikan bahwa makan siang yang dihadirinya dengan diplomat Jepang ketika itu tidak ada sangkut-pautnya dengan mata-mata.
“Ini adalah sebuah masalah kebebasan berpendapat. Ini adalah masalah HAM, tipis kemungkinan dengan sangkutannya dengan keamanan nasional atau mata-mata,” kata Dong Yifu, seperti dikutip dari ABC. Kementerian Luar Negeri Cina enggan berkomentar perihal ini
Dong Yuyu pernah menjabat sebagai wakil kepala bidang komentar di surat kabar Guangming Daily. Surat kabar itu pernah dianggap lebih liberal dibanding media lainnya milik Pemerintah Cina.
Dong Yuyu pernah menulis sejumlah artikel yang mendukung demokrasi konstitusional, reformasi politik dan akuntabilitas resmi. Semua pandangan ini pernah didiskusikan secara terbuka oleh media-media milik Partai Komunis, namun sekarang sudah tidak lagi disukai
Dong Yuyu pernah mendapatkan kesempatan belajar jurnalistik dalam program Nieman fellowship di Universitas Harvard pada 2006-2007. Dia juga pernah mendapat fellowship di Universitas Keio, Jepang pada 2010. Dia sempat bekerja sebagai dosen tamu di Universitas Hokkaido di Jepang sebelum akhirnya pulang ke Cina.