Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, mengatakan, dia menyesal tidak mengusir Hamas dari Jalur Gaza saat perang 2009 sebelum dia mundur dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan suap. Pernyataan Olmert itu disampaikan kepada saluran televisi Israel i24.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hamas memenangkan pemilihan umum Palestina pada 2006 sehingga kelompok ini berkuasa di Jalur Gaza. Sementara Tepi Barat dikuasai oleh pesaingnya, Fattah, yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert (kanan) dan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni saat rapat kabinet di Yerusalem (21/9). Dalam kesempatan ini Olmert mengumumkan pengunduran dirinya. (AP Photosl)
"Kami tidak melakukan operasi menyeluruh," ucapnya. "Kami sebenarnya bisa saja menggusur Hamas dari Gaza saat itu," tambahnya seraya menjelaskan bahwa hal itu adalah kesalahan besar Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri.
"Kesalahan tersebut tidak bisa diterima," paparnya seperti dikutip Middle East Monitor.Sejumlah polisi Hamas mengikuti latihan militer di Akademi Polisi yang dikelola Hamas di Khan Youni, Jalur Gaza, 27 September 2017. REUTERS/Suhaib Salem
Dia melanjutkan, "Menteri Pertahanan dan Luar Negeri mengatakan, misi menyeluruh dapat menciptakan kerusakan di dalam negeri Israel. Atas kesalahan ini, Hamas bangkit, menjadi besar dan mustahil digusur dari Gaza."
Pada 2009, Israel melancarkan serangan 22 hari ke Gaza mengakibatkan 1.436 orang tewas termasuk 410 anak, 104 perempuan dan lebih dari 100 orang tua. Adapun yang mengalami luka-luka mencapai 5.400 orang, lebih dari separuhnya anak-anak.