Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Raja Abdullah II Tunjuk Teknokrat Lulusan Harvard sebagai PM Baru Yordania

Raja Abdullah II berpesan agar perdana menteri baru melakukan segalanya untuk membantu rakyat Palestina.

16 September 2024 | 20.10 WIB

Raja Yordania Abdullah II berpidato di depan Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis 15 Januari 2020. [REUTERS / Vincent Kessler]
Perbesar
Raja Yordania Abdullah II berpidato di depan Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis 15 Januari 2020. [REUTERS / Vincent Kessler]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Raja Abdullah II dari Yordania telah menunjuk pembantu utama istana Jafar Hassan sebagai perdana menteri setelah pemerintah mengundurkan diri, Minggu, 15 September 2024, kata istana kerajaan, beberapa hari setelah pemilihan parlemen di mana oposisi Islamis meraih kemenangan di kerajaan yang bersekutu dengan Amerika Serikat tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hassan, yang kini menjabat sebagai kepala kantor Raja Abdullah dan mantan menteri perencanaan, menggantikan Bisher Khasawneh, seorang diplomat veteran dan mantan penasihat istana yang ditunjuk hampir empat tahun lalu, demikian pernyataan istana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Khasawneh akan tetap menjadi penjabat PM sampai terbentuknya kabinet baru, kata pernyataan tersebut.

Hassan yang merupakan lulusan Harvard, seorang teknokrat yang dihormati secara luas, akan menghadapi tantangan untuk mengurangi dampak perang Gaza terhadap ekonomi kerajaan, yang terpukul oleh pembatasan investasi dan penurunan tajam dalam pariwisata.

Dalam sebuah surat kepada Jafar Hassan, Raja Abdullah II memerintahkan pemerintah baru untuk melakukan segala yang dapat dilakukannya untuk tetangga Palestina.

"Yordania dengan tegas menentang perang di Gaza dan pelanggaran di Tepi Barat dan Yerusalem," tulis Raja Yordania.

Yordania telah berusaha untuk berjalan di jalur politik yang sulit dengan mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel sejak perang Gaza dimulai.

Sikap ini telah membuat marah sebagian besar warga Yordania, yang sebagian besar adalah keturunan Palestina yang diusir dari tanah mereka dalam perang Nakba dan perang 1967.

Dalam surat itu juga, raja mengatakan bahwa demokrasi harus diperkuat di negara ini dan bahwa masa depan ekonominya bergantung pada kemajuan proyek-proyek mega-infrastruktur yang didukung oleh para donor di bidang energi dan air.

Sebagai perdana Menteri, Khasawneh telah berusaha untuk mendorong reformasi yang didorong oleh Raja Abdullah untuk membantu membalikkan satu dekade pertumbuhan yang lamban, sekitar 2%, yang diperburuk oleh pandemi dan konflik di negara tetangga, Irak dan Suriah.

Oposisi Pro-Hamas Menang Pemilu

Kaum konservatif tradisional telah lama disalahkan karena menghalangi upaya modernisasi yang dianjurkan oleh raja yang condong ke Barat ini, karena khawatir reformasi liberal akan mengikis cengkeraman mereka pada kekuasaan.

Para politisi mengatakan bahwa tugas utama ke depan adalah mempercepat reformasi yang dipandu oleh IMF dan mengendalikan lebih dari US$50 miliar utang publik di negara dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan yang stabilitasnya didukung oleh miliaran dolar bantuan luar negeri dari para donor Barat.

Oposisi Ikhwanul Muslimin dan sekutu ideologis kelompok militan Palestina, Hamas, meraih kemenangan yang signifikan pada pemilu Selasa, didorong oleh kemarahan atas perang Israel di Gaza.

Kelompok Islamis ini memenangkan 31 kursi, jumlah terbanyak sejak kehidupan parlementer dihidupkan kembali pada tahun 1989 setelah beberapa dekade darurat militer, menjadikan mereka kelompok politik terbesar di parlemen.

Di sebuah negara di mana sentimen anti-Israel sangat tinggi, mereka telah memimpin beberapa protes terbesar di wilayah ini untuk mendukung Hamas, yang menurut lawan-lawan mereka memungkinkan mereka untuk meningkatkan popularitas mereka.

Meskipun komposisi baru parlemen yang beranggotakan 138 orang ini mempertahankan mayoritas pro-pemerintah, oposisi yang dipimpin oleh kelompok Islamis yang lebih vokal dapat menantang reformasi pasar bebas dan kebijakan luar negeri yang didukung oleh IMF, demikian ungkap para diplomat dan pejabat.

Di bawah konstitusi Yordania, sebagian besar kekuasaan masih berada di tangan raja, yang menunjuk pemerintah dan dapat membubarkan parlemen. Majelis dapat memaksa kabinet untuk mengundurkan diri dengan mosi tidak percaya.

REUTERS | AL JAZEERA

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus