Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

BMKG Prediksi Hujan Guyur Indonesia Saat Hari Raya Imlek, Menguak Imlek Identik dengan Hujan

Di Hari Raya Imlek, Rabu, 29 Januari 2025, BMKG memprediksi hujan akan turun di sebagian besar wilayah Indonesia. Mengapa Imlek identik dengan hujan?

27 Januari 2025 | 05.50 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi payung dan sepatu anak yang bermain hujan. Foto: Pixabay.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG memperkirakan akan sering terjadi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir hingga penghujung Januari. Artinya, bertepatan dengan Hari Raya Imlek pada Rabu, 29 Januari 2025 mendatang, kemungkinan hujan akan turun merata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, perayaan Imlek memang identik dengan turunnya hujan. Dalam kepercayaan Tionghoa, fenomena alam ini dianggap sebagai pertanda baik. Hujan diyakini melambangkan keberkahan, rezeki, dan kemakmuran menurut ilmu fengsui. Turunnya hujan membersihkan energi negatif dan membuka jalan bagi hal-hal positif di tahun baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas mengapa Impek di Tanah Air identik dengan hujan?

Dilansir dari Antara, menurut BMKG, alasan Imlek identik dengan turunnya hujan lantaran perayaannya selalu bertepatan pada Januari atau awal Februari. Di Indonesia, rentang waktu tersebut merupakan puncak dari musim hujan dengan curah yang tinggi. Itulah sebabnya Imlek identik dengan hujan karena dirayakan bertepatan dengan musim penghujan.

Disadur dari Columbia.edu, bagi orang Tionghoa, di Tiongkok dan di komunitas etnis di seluruh dunia, Tahun Baru Imlek adalah hari raya terpenting dan paling meriah sepanjang tahun. Dengan kalender yang berasal dari milenium ketiga sebelum Masehi, orang-orang Tiongkok telah membangun tradisi kuno perayaan ini selama ribuan tahun.

Selama berabad-abad tradisi pertanian Tiongkok, Imlek adalah satu-satunya periode ketika para petani dapat beristirahat dari pekerjaan mereka di ladang. Anggota keluarga dari dekat dan jauh akan berkumpul dengan orang-orang terkasih tepat pada waktunya untuk mengantar tahun lama dan menyambut tahun baru, dengan perayaan yang meriah.

Meskipun secara ilmiah turunnya hujan saat Imlek disebabkan oleh faktor musim, kepercayaan terhadap hujan sebagai pertanda keberuntungan tetap kuat dalam budaya Tionghoa. Mitos telah menjadi bagian dari tradisi dan diwariskan secara turun-temurun. Bagi banyak orang, hujan saat Imlek bukan hanya fenomena alam, tetapi juga simbol harapan dan awal yang baik untuk tahun yang akan datang.

Dilansir dari Unesa.ac.id, kendati dianggap sebagai pertanda baik, namun intensitas hujan yang jatuh saat perayaan Imlek juga memiliki makna berbeda. Deras dianggap sebagai pertanda keberuntungan akan melimpah ruah. Badai pertanda kurang beruntung. Gerimis pertanda keberuntungan dalam jumlah sedikit. Gerimis seharian membawa keberuntungan sepanjang tahun.

Turunnya hujan ini di Hari Raya Imlek juga dipercaya dengan mitos turunnya Dewi Kwan Im untuk menyiram bunga Mei Hwa. Artinya, turunnya hujan merupakan berkah yang jatuh dari langit. Bunga Mei Hwa dipercaya adalah bunga yang ditanam oleh Dewi Kwan Im menjelang Hari Raya Imlek.

Penyebab Hujan Pekan Ini

Berdasarkan laman BMKG, diperkirakan akan terjadi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia rentang 24 hingga 30 Januari 2025. Fenomena ini disebabkan oleh Angin Monsun Asia yang masih mendominasi pada akhir bulan ini. Potensi hujan meningkat karena MJO yang kini berada di fase 3 atau Samudra Hindia Timur, La Nina lemah, serta gelombang atmosfer aktif.

“MJO secara spasial diprediksi berada di wilayah seperti Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara, memicu hujan lebat hingga ekstrem selama 7–10 hari ke depan,” tulis BMKG.

Fenomena ini diperkuat dengan gelombang atmosfer yang membantu pertumbuhan awan konvektif di berbagai daerah. Gelombang Rossby Ekuator bergerak ke barat, meluas dari Sulawesi hingga Kalimantan, memicu peningkatan curah hujan di kawasan ini. Gelombang Kelvin juga terpantau di wilayah timur Indonesia, termasuk Sumatera, Kalimantan Bagian Utara, Sulawesi Bagian Utara, Jawa, Bali, NTT, NTB, dan Maluku Utara.

Selain itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia Barat Daya Lampung, Laut Natuna, Laut Halmahera, dan Laut Arafuru juga menciptakan daerah konvergensi di Jawa, Kalimantan Bagian Selatan, Maluku, dan Papua Selatan. Sedangkan, daerah belokan angin di Sumatera Selatan hingga Papua turut meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.

Konvergensi, belokan angin, dan sirkulasi siklonik tersebut mendukung pembentukan awan hujan di wilayah terdampak, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kondisi atmosfer yang tidak stabil memperkuat proses konvektif, meningkatkan kemungkinan hujan lebat hingga ekstrem di berbagai wilayah ini.

Rachel Farahdiba R, Anwar Siswadi, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus