Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo pembaca,
Keamanan digital kita memang rapuh dan lapuk. Satu serangan virus ransomware membuat lumpuh banyak data negara. Ajaibnya, kerusakan itu tak bisa dipulihkan karena pemerintah tak punya salinan (back up) data-data tersebut. Ke mana anggaran besar perlindungan data pribadi?
Lebih konyol lagi adalah serangan itu sudah diperingatkan oleh instansi lain kepada pengampu Pusat Data Nasional Sementara. Karena menganggapnya sepele, peringatan itu dianggap angin lalu. Pengabaian yang mahal. Sebab, tak hanya pusat data yang dibobol tapi longsornya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang lalai melindungi data pribadi.
Di era Internet sekarang, pusat data adalah barang super berharga. Selain bisa diperjualbelikan, data-data pribadi bisa dimanfaatkan untuk memetakan pasar hingga dipakai untuk modus penipuan. Peretasan pusat data hari-hari ini menunjukkan pemerintah tak punya perspektif terhadap pentingnya data-data yang tersimpan di dunia maya itu.
Perspektif menganggap remeh data nasional ini muncul dari paradigma pejabat negara yang memandang data semata keamanan nasional. Maka alih-alih melindunginya, mereka merasa menguasai sehingga tak perlu menginformasikannya kepada masyarakat. Maka, setelah peretasan itu terungkap ke publik, tak satu pun pernyataan maaf dari pemerintah atau menyatakan pembobolan itu sebagai situasi genting.
Ada ratusan instansi yang terganggu pelayanannya akibat pembobolan itu. Namun, karena perspektif pejabat negara melihat data publik sebagai keamanan nasional, mereka tak kunjung menunjukkan strategi pencegahan atau pemulihan agar publik menjadi tenang. Sebagai penguasa data, pejabat pemerintah asyik saling lempar tanggung jawab soal siapa yang harus melindungi data pribadi.
Tak heran jika anggota DPR mempertanyakan bobolnya Pusat Data Nasional itu sebagai murni serangan peretas atau semata keteledoran dan kebodohan pengampunya. Masyarakat bahkan sempat bergunjing bahwa peretasan itu sebagai balas dendam para bandar judi online yang praktik bisnisnya sedang diawasi pemerintah.
Soalnya penanganan keamanan siber juga mirip dengan penanganan judi online. Alih-alih memburu para bandar, pemerintah dan aparatur negara sibuk memburu para pemainnya. Mereka tak melihat pemain judi sebagai korban para bandar. Sama dengan peretasan ini: pemerintah sibuk menyangkal dan tak memberikan penjelasan memadai tentang seberapa kuat serangan itu. Pemerintah kita selalu salah fokus menangani sebuah masalah.
Agaknya serangan mematikan kali ini pun tak akan membuat pemerintah kita insyaf tentang pentingnya menjaga keamanan digital data publik. Sebentar lagi mungkin akan ada kasus besar lain sehingga urusan peretasan segera dilupakan. Apa pun itu, selamat membaca liputan peretasan itu di edisi pekan ini.
Bagja Hidayat
Wakil Pemimpin Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini