Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Shin Tae-yong menjadi sosok yang memperbaiki kualitas sepak bola Indonesia dengan membawa timnas U-23 mencapai semifinal Piala Asia U-23.
Peringkat FIFA Indonesia menanjak dari 174 saat Shin Tae-yong ditunjuk pada akhir 2019 menjadi 134.
Indonesia berpeluang masuk final Piala Asia U-23 dan mendapat tiket Olimpiade Paris 2024 jika mengalahkan Uzbekistan di semifinal pada Senin malam, 29 April 2024.
NAMA Shin Tae-yong bergema di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, pada Kamis malam, 25 April lalu waktu setempat atau Jumat dinihari waktu Indonesia. Lima ribuan suporter tim nasional sepak bola Indonesia usia di bawah 23 atau timnas U-23 yang menjadi mayoritas di gelanggang berkapasitas 12 ribu itu berulang kali memekikkan namanya di antara alunan lagu Indonesia Pusaka dan yel-yel Ayo, Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shin Tae-yong adalah pelatih timnas senior sekaligus timnas U-23. Pria 53 tahun kelahiran Yeongdeok, Korea Selatan, itu ditugasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sejak akhir 2019 dan kontraknya baru diperpanjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari lebih 40 pelatih timnas sejak Indonesia merdeka, sepertinya hanya Shin Tae-yong yang namanya dipuja-puji di tribun. Di Doha pada Jumat dinihari lalu, Shin Tae-yong mencetak sejarah. Untuk pertama kalinya Indonesia mencapai babak semifinal Piala Asia U-23. Rizky Ridho dan kawan-kawan menaklukkan raksasa Asia, Korea Selatan, lewat drama adu penalti, 2-2 (11-10). Sebelumnya, Indonesia tidak pernah lolos fase grup dan selalu kalah dalam tujuh pertemuan melawan Korea Selatan, dengan 24 kali kebobolan.
Penyerang Timnas U-23 Rafael Struick (kiri) saat melawan Yordania di Piala Asia U-23 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, 21 April 2024. ANTARA/HO-PSSI
Prestasi Indonesia berpotensi lebih mentereng karena tiga peserta terbaik Piala Asia U-23 mendapat tiket berlaga di Olimpiade Paris 2024. Adapun peringkat keempat tetap berpeluang lolos ke Paris jika mengalahkan wakil Piala Afrika U-23, Guinea, di babak play off. Sepanjang sejarah, sepak bola Indonesia hanya sekali lolos ke pesta olahraga terbesar tersebut, yaitu pada Olimpiade Melbourne 1956.
Pengamat, pelatih, serta bekas pemain tim nasional bersuara sama: prestasi timnas U-23 saat ini tak lepas dari tangan dingin STY—begitu Shin Tae-yong kerap disapa. Setidaknya, ada tiga faktor yang menjadi penentu, yakni ramuan tepat pemain lokal dan naturalisasi, pemilihan pemain muda, pemupukan mental, serta penggemblengan fisik.
Pengamat sepak bola Ronny Pangemanan mengatakan empat pemain naturalisasi asal Belanda, Justin Hubner, Nathan Tjoe-A-On, Ivar Jenner, dan Rafael Struick, menjadi darah segar di timnas U-23, juga senior. Dia menyebutkan Nathan dan Ivar menjadi motor di lini tengah, Rafael membungkam keraguan suporter dengan mencetak dua gol ke gawang Korsel, serta Justin menjaga lini belakang dengan tubuh 1,87 meter dan tebasan kaki kirinya. "Cuma empat, tapi sangat berpengaruh," kata Ronny.
Menurut Ronny, naturalisasi merupakan langkah jangka pendek yang tepat untuk memperbaiki peringkat FIFA Indonesia. "Saat STY masuk, Indonesia di peringkat ke-174, kini di posisi ke-134," ujarnya.
Alih warga negara bukanlah barang baru di sepak bola Indonesia. Cristian Gonzales, penyerang Uruguay yang malang melintang di Liga Indonesia, menjadi pelopor pemain naturalisasi pada November 2010 dan langsung masuk skuad Garuda di Piala AFF 2010. Dia memperkuat timnas hingga 2015 di 28 pertandingan dan mencetak 12 gol. Selanjutnya, para pemain asing yang lama menetap di Indonesia ikut beralih paspor. Ada Esteban Vizcara (Argentina), Victor Igbonefo (Nigeria), Alberto Goncalves, dan Otavio Dutra (Brasil).
Naturalisasi di era Shin Tae-yong berbeda. Para pengurus PSSI berseliweran di Eropa mencari pemain yang memiliki darah Indonesia. Menurut Ronny, pelatih yang membawa timnas Korea Selatan menjuarai Asian Games 2018 itu tidak sembarangan memilih pemain naturalisasi. "Dia berfokus pada pemain dengan kemampuan yang dibutuhkan timnas," katanya. Mereka menjadi amunisi tambahan di tim yang telah dihuni pemain muda bertalenta, seperti Witan Sulaeman, Marselino Ferdinan, dan Pratama Arhan.
Budi Sudarsono di kualifikasi Piala Asian 2011 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (18/11). Tempo/Tony Hartawan
Budi "Phyton" Sudarsono, penyerang timnas periode 2001-2010, mengatakan Justin Hubner cs tidak cuma menambah daya gedor, tapi juga menularkan mental baja. Menurut Budi, sebelumnya, banyak pemain yang mentalnya ciut saat berlaga di tingkat Asia. "Kalau melawan negara Arab, kadang masih oke nyalinya. Tapi kalau melawan Jepang atau Korea, sudah merasa kalah duluan," ujarnya.
Mental para pemain muda itu, Budi melanjutkan, juga ditempa Shin Tae-yong lewat pertandingan demi pertandingan di level senior. Sebanyak 13 dari 27 pemain Garuda Muda juga membela timnas senior, seperti kiper Ernando Ari, bek Rizky Ridho, dan gelandang Witan Sulaeman. "Mereka digodok di timnas senior dan memetik hasilnya di timnas U-23," ujarnya. "Di zaman saya, jarang banget pemain U-23 bisa bermain di timnas senior."
Pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni segendang sepenarian. Dia mendukung keputusan Shin Tae-yong meregenasi timnas senior dengan mengandalkan pemain muda. Witan, misalnya, termasuk pemain dengan catatan pertandingan atau caps terbanyak, 44, meski baru 22 tahun. Transfermarkt, situs web berbasis data sepak bola, menyatakan timnas senior Indonesia termasuk tim dengan rata-rata usia termuda di Asia Tenggara, yakni 23,2 tahun—Vietnam 25,4 dan Thailand 28,5.
Walhasil, Kusnaeni melanjutkan, para pemain muda itu terbiasa dengan tekanan pertandingan. Bukti yang paling sahih adalah saat laga melawan Korea Selatan di babak perempat final lalu. Setelah bermain habis-habisan selama 120 menit dengan skor imbang 2-2, Witan cs harus mengarungi adu penalti yang ekstra panjang, sampai 11 kali. "Pertandingan sepanjang itu menguras fisik, energi, dan emosi," kata Kusnaeni. "Faktor penentu yang tersisa hanya mental dan mereka menunjukkan kualitas mental mereka."
Budi Sudarsono mengatakan laga melawan Korsel itu juga menunjukkan peningkatan kualitas fisik pemain di bawah asuhan STY. Pencetak gol terbanyak Piala AFF 2008 itu menilai Rizky Ridho cs mampu menjaga napas sehingga ritme pertandingan relatif tidak anjlok di babak tambahan. "Ini capaian yang luar biasa," katanya.
Bima Sakti Tukiman, gelandang timnas senior periode 1995-2001, mengatakan pembenahan fisik memang menjadi satu fokus Shin Tae-yong. "Latihan fisik bisa sampai sehari tiga kali, yaitu di gym, pantai, dan lapangan," kata asisten pelatih timnas U-20 itu.
Shin Tae-yong saat menerima wawancara Tempo di Jakarta, 2 Februari 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Dalam wawancara eksklusif Tempo di Jakarta pada 2 Februari lalu, Shin Tae-yong mengatakan, saat baru menukangi timnas, dia menilai kondisi fisik para pemain amat buruk. "Rata-rata waktu bermain efektif hanya 35 menit, semestinya bisa 60 menit," katanya. Untuk membenahinya, Shin Tae-yong menyusun program latihan kebugaran secara khusus, penggemblengan yang seharusnya rampung di tingkat klub.
Kini, satu kaki Indonesia ada di Olimpiade 2024. Untuk memastikan langkah ke Paris, Shin Tae-yong harus memimpin pasukannya mengalahkan Uzbekistan dalam laga babak semifinal Piala Asia U-23 pada Senin malam, 29 April 2024, pukul 21.00 WIB. Uzbekistan merupakan kekuatan besar di sepak bola Asia. Mereka menjadi kampiun di Piala Asia U-23 2018 dan menyingkirkan juara bertahan Arab Saudi pada babak perempat final lalu. Para pengamat dan mantan pemain yang diwawancarai menyatakan timnas U-23 di era lalu nyaris tidak ada peluang menang melawan Uzbekistan. Tapi, sekarang, beda cerita.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo